Kamis, 07 September 2017
Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rabu, 6 September 2017. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksikan, curah hujan di Indonesia pada bulan September, masih pada kisaran rendah sampai menengah (0-300mm/bulan), khususnya di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan bagian selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan, Pulau Buru, Provinsi Maluku, serta sekiar Merauke Selatan, Provinsi Papua. Oleh karena itu, wilayah-wilayah tersebut perlu diwaspadai, karena kondisi ini dapat memicu potensi ancaman terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Meski demikian, menurut Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Raffles B. Panjaitan, sebagian besar penyebab terjadinya kebakaran lahan/hutan bukanlah kondisi cuaca, melainkan adanya faktor manusia yang melakukan pembakaran.
"Berbagai tindakan pencegahan karhutla dilakukan oleh KLHK, bersama pihak terkait agar kejadian seperti musibah kabut asap beberapa tahun silam tidak terulang kembali. Salah satu upaya yang intensif dilakukan oleh Manggala Agni dengan terus melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada masyarakat", ujar Raffles.
"Kesadaran masyarakat dalam mengantisipasi karhutla sangat penting, disamping pengawasan dan koordinasi untuk mencegah meluasnya penyebaran api. Melalui anggota Manggala Agni, kami selalu menghimbau dan memberi pengertian terkait larangan membakar lahan, sehingga pencegahan karhutla bisa berjalan efektif,” Raffles menambahkan.
Sementara itu pada Selasa (5/9/2017), Brigade Dalkarhutla KLHK- Manggala Agni Daops Tinanggea melakukan upaya penanggulangan kebakaran di salah satu kawasan perkebunan ubi di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. Pemadaman dilakukan pada pukul 14.31 WITA, Manggala Agni Daops Tinanggea melakukan upaya pemadaman bersama dengan personil Polsek Tinanggea dan dibantu oleh masyarakat setempat. Kebakaran sempat menyebar ke areal perkebunan warga karena angin yang bertiup cukup kencang, cuaca yang panas dan vegetasi terbakar berupa alang-alang yang sangat mudah terbakar. Setelah dilakukan pemadaman sekitar 2 jam, kebakaran di 2 titik seluas kurang lebih 6,66 ha itu akhirnya dapat dipadamkan.
“Ancaman kebakaran hutan dan lahan dapat terjadi di mana saja, tidak hanya di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Apalagi disaat cuaca yang masih kering, sangat berpengaruh terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan di seluruh wilayah Indonesia”, tandas Raffles.
Raffles B. Panjaitan menambahkan, “Manggala Agni yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia selalu siap siaga melakukan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang bisa sewaktu-waktu terjadi. Pemantauan hotspot dan cuaca juga dilakukan setiap hari, untuk mengetahui kondisi terkini dan deteksi dini karhutla di wilayah kerja Daops. Tidak kalah pentingnya, koordinasi lintas instansi dan stakeholder lainnya juga terus ditingkatkan agar upaya-upaya penanggulangan dapat dilakukan secara optimal”.
Hasil pemantauan Posko Pengendalian kebakaran hutan dan lahan, tanggal 5 September 2017 pukul 20.00 WIB pada Satelit NOAA19, terpantau 10 dengan rincian Provinsi Bangka Belitung 5 titik (Kab. Belitung, Bangka Tengah, Bangka, Bangka Barat), Jawa Timur 3 titik (Kab. Sidoarjo, Banyuwangi, Situbondo), Sumatera Selatan 1 titik (Kabupaten Ogan Ilir), dan Kalimantan Timur 1 titik (Kab. Berau)
Berdasarkan Satelit TERRA AQUA (NASA) dan Satelit TERRA AQUA (LAPAN) confidence level ≥80% menunjukkan jumlah hotspot yang sama sebanyak 29 titik dengan rincian 2 titik di Sumatera Selatan, 2 titik di Sulawesi Barat, 11 titik di Nusa Tenggara Timur, 1 titik di Nusa Tenggara Barat, 1 titik di Gorontalo, 1 titik di Kalimantan Timur, 6 titik di Sulawesi Selatan, dan 5 titik Sulawesi Tengah.
Sedangkan informasi hotspot berdasarkan Satelit TERRA AQUA (LAPAN) confidence level ≥80% , jumlah hotspot di Indonesia ada 29 titik dengan rincian 5 titik di Sulawesi Tengah, 2 titik si Sulawesi Barat, 11 titik di Nusa Tenggara Timur, 2 titik di Sumatera Selatan, 6 titik di Sulawesi Selatan, 1 titik di Kalimantan Utara, 1 titik Nusa Tenggara Barat, dan 1 titik di Gorontalo.
Dengan demikian, berdasarkan Satelit NOAA untuk periode tanggal 1 Januari – 5 September 2017 total hotspot 1.735 titik. Terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 684 titik (28,27%) jika dibandingkan periode yang sama tahun 2016 jumlah hotspot sebanyak 2.419 titik.
Berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) Confidence Level ≥80% periode tanggal 1 Januari – 5 September 2017 terdapat 1.020 titik, pada periode yang sama tahun 2016 jumlah hotspot sebanyak 3.101 titik, sehingga terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 2.081 titik (67,10%).
SIARAN PERS
Nomor : SP. 237/HUMAS/PP/HMS.3/09/2017
Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Djati Witjaksono Hadi – 081375633330
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0