Penyelenggaraan upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya menjadi tanggung jawab pemerintah selaku pengelola negara cq. Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam menyelenggarakan upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, Direktorat Jenderal KSDAE mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang pengelolaan konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengamanatkan bahwa dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, Direktorat Jenderal KSDAE didukung dengan perangkat organisasi yang terdiri dari: (1) Sekretariat Direktorat Jenderal KSDAE; (2) Direktorat Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam; (3) Direktorat Kawasan Konservasi; (4) Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati; (5) Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi; (6) Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial; (7) Unit Pelaksana Teknis Balai Besar/Balai Konservasi Sumber Daya Alam; serta (8) Unit Pelaksana Teknis Balai Besar/Balai Taman Nasional.
Direktorat Jenderal KSDAE memangku pengelolaan kawasan konservasi sebanyak 521 unit dengan luas 27.108.486,54 hektar. Selain pemangkuan pengelolaan kawasan konservasi, Direktorat Jenderal KSDAE juga bertugas melaksanakan pengelolaan keanekaragaman hayati, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan atau habitat alaminya. Hingga saat ini, tercatat 47.910 spesies keanekaragaman hayati di Indonesia (LIPI, 2013). Jumlah dalam catatan tersebut, masih jauh lebih kecil dari potensi yang
sebenarnya ada. Dari sisi ketersediaan jasa-jasa ekosistem, Direktorat Jenderal KSDAE juga bertanggung jawab atas pengelolaan pemanfaatan wisata alam pada kawasan konservasi. Nilai jasa ekosistem tersebut antara lain juga berupa potensi pemanfaatan sumberdaya air dari kawasan konservasi (±600 Milyar M 3 ), pemanfaatan panas bumi (6,16 GW potensi listrik dari geothermal), serta perdagangan simpanan karbon (±625 Giga Ton) (Direktorat PJLKKHL, 2014).
Berdasarkan isu-isu strategis pada internal dan eksternal Direktorat Jenderal KSDAE, lingkungan strategis Direktorat Jenderal KSDAE dipetakan menurut kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada. Dari hasil analisis tersebut, disimpulkan bahwa sasaran strategis Direktorat Jenderal KSDAE adalah kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati terpelihara dan terlindungi serta dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Embanan Direktorat Jenderal KSDAE berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran konservasi, yaitu: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2) pengawetan sumber-sumber plasma nutfah; serta (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Dari embanan tersebut, obyek yang dikelola oleh Direktorat Jenderal KSDAE antara lain terdiri dari kawasan konservasi, keanekaragaman hayati di dalam dan di luar kawasan konservasi, serta kawasan atau ekosistem yang bernilai esensial dan High Conservation Value of Forest. Pengelolaan keanekaragaman hayati dilaksanakan pada tiga tingkatan, yaitu pada level ekosistem, spesies, dan pada level sumberdaya genetik.
Pengelolaan keanekaragaman hayati ini bertujuan untuk mencapai multi manfaat, yaitu manfaat ekonomi, sosial, serta manfaat ekologi. Dari uraian tersebut, maka rumusan program yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal KSDAE adalah Program
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem. Sasaran yang ingin dicapai dari pelaksanaan Program Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem adalah peningkatan efektivitas pengelolaan hutan konservasi dan konservasi keanekaragaman hayati untuk pemanfaatan yang berkelanjutan bagi kepentingan ekonomi, sosial dan ekologi. Untuk memetakan keterkaitannya dengan sasaran strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, maka rumusan sasaran Program Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem disesuaikan menjadi: (1) Peningkatan efektivitas pengelolaan hutan konservasi dan upaya konservasi keanekaragaman hayati; serta (2) peningkatan penerimaan devisa dan PNBP dari pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati. Sasaran program tersebut diindikasikan pencapaiannya dengan sembilan indikator kinerja program. Upaya pencapaian sasaran Program Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem, serta pencapaian indikator kinerja programnya akan dilaksanakan melalui delapan kegiatan. Setiap kegiatan menggambarkan pelaksanaan tugas dan fungsi dari masing-masing unit kerja mandiri (pusat dan UPT di daerah) di lingkup Direktorat Jenderal KSDAE.
Kegiatan di lingkup Program Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem, terdiri dari:
Secara indikatif, kebutuhan pendanaan pelaksanaan Program Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dalam tahun 2015-2019, atau selama periode rencana srategis, adalah sebesar Rp.5.624.100.000.000,-. Besaran pendanaan tersebut hanya sebatas untuk kebutuhan pembiayaan pencapaian target IKK dan IKP. Adapun kebutuhan belanja aparatur (layanan dan operasional perkantoran) selama tahun 2015-2019 diproyeksikan sebesar Rp. 5.809.341.413.000,-. Dengan demikian, total kebutuhan pendanaan pelaksanaan Program Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dalam tahun 2015-2019 adalah sebesar Rp. 11.433.441.413.000,-. Untuk lebih mengoptimalkan pencapaian sasaran dan target kinerja Direktorat Jenderal KSDAE, total kebutuhan pendanaan tersebut juga masih perlu ditunjang dengan kerjasama para pihak serta investasi dari sektor swasta, LSM/NGOs dan CSOs.