Jumat, 04 Juli 2025 BKSDA Kalimantan Barat
Putussibau, 4 Juli 2025 — Kementerian Kehutanan melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat dan Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS) serta di dukung Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS) kembali berhasil melepasliarkan 2 (dua) individu Orangutan (Pongo pygmaeus), hasil rehabilitasi, di Taman Nasional Betung Kerihun tepatnya di wilayah Blok Sungai Jepala Lala, Sub Das Mendalam, wilayah kerja Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Padua Mendalam, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Kedamin, BBTNBKDS pada hari Kamis, 3 Juli 2025.
Bondan (7 tahun) dan Joss (7 tahun) merupakan dua individu orangutan betina hasil penyelamatan petugas BKSDA Kalbar. Bondan diselamatkan pada Maret 2022 dari Desa Bernayau, Sintang dalam kondisi malnutrisi dan terinfeksi cacing, sementara Joss diselamatkan pada Juli 2019 dari Desa Nanga Kasai, Melawi, dalam usia sangat muda dan kondisi tulang lengan kanan yang pernah patah. Kedua Orangutan kemudian menjalani rehabilitasi di Sekolah Hutan Jerora YPOS untuk mengembalikan kemampuan dasar yang dibutuhkan agar dapat bertahan hidup secara mandiri di alam liar.
Kepala Balai KSDA Kalimantan Barat, Murlan Dameria Pane, S,Hut.,M.Si menyampaikan bahwa “Kedua individu Orangutan diselamatkan dalam kondisi memprihatinkan dan telah menjalani proses rehabilitasi selama bertahun-tahun. Kini, setelah dinyatakan sehat dan menunjukkan perilaku alami seperti kemampuan lokomosi yang baik, mengenali berbagai jenis pakan alami, serta memiliki keterampilan membuat sarang, mereka siap untuk kembali ke habitat alaminya di hutan.”
Untuk mengantar kedua orangutan menuju habitat barunya, tim harus menempuh perjalanan panjang melalui jalur darat dan air. Perjalanan dimulai dari Sekolah Hutan Jerora di Sintang menggunakan kendaraan roda empat menuju Putussibau, yang memakan waktu sekitar 8 jam. Selanjutnya, perjalanan dilanjutkan dengan transportasi air menggunakan longboat selama 3 jam menuju Stasiun Pelepasliaran Mentibat.
Setibanya di lokasi, orangutan menjalani masa habituasi selama satu malam untuk meminimalkan stres dan memastikan mereka mulai beradaptasi dengan lingkungan alaminya. Selama seluruh proses perjalanan, tim medis secara berkala melakukan pemeriksaan untuk memastikan kondisi kesehatan kedua orangutan tetap stabil dan siap dilepasliarkan.
“Perjalanan ke lokasi pelepasliaran membutuhkan waktu, tenaga dan kesiapan teknis yang tidak sedikit. Ini menunjukkan bahwa komitmen untuk melepasliarkan orangutan bukan hanya soal memulangkan mereka ke hutan, tetapi juga mencerminkan keseriusan tim dalam menjalankan konservasi sampai ke titik akhir,” tambah Murlan.
Pelepasliaran kali ini merupakan tahap ke-16 sejak tahun 2017, dengan total jumlah individu orangutan yang telah dilepasliarkan sebanyak 36 individu dengan 1 (satu) individu diantaranya merupakan hasil translokasi. Ini menandai konsistensi upaya pelestarian satwa liar, sekaligus langkah konkret dalam mewujudkan konservasi yang lebih inklusif. Tidak hanya melibatkan otoritas konservasi, kegiatan ini juga menggandeng tokoh adat, kader konservasi BBTNBKDS, guru volunteer Nanga Hovat, serta mahasiswa magang di Taman Nasional.
Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS) terus mendorong pendekatan konservasi dari yang bersifat eksklusif menuju inklusif. Dalam setiap program, termasuk pelepasliaran orangutan, keterlibatan masyarakat diposisikan sebagai elemen kunci keberhasilan pengelolaan kawasan. Kepala BBTNBKDS, Sadtata Noor Adirahmanta, S.Hut., M.T, menegaskan pentingnya transformasi pendekatan konservasi yang inklusif dan kolaboratif. “Konservasi tidak bisa dijalankan secara eksklusif. Kita harus melibatkan masyarakat sebagai bagian dari solusi, bukan sekadar penonton. Melalui kegiatan seperti pelepasliaran orangutan ini, kami ingin membangun ikatan emosional masyarakat dengan konservasi satwa liar sehingga tumbuh kesadaran bersama bahwa pelestarian satwa dan habitatnya adalah tanggung jawab kolektif,” ujarnya.
Beliau menambahkan bahwa selama ini penyelenggaraan konservasi satwa liar cenderung membangun pemahaman bahwa hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah tanpa membuka ruang partisipasi yang cukup luas. “Kami menyadari bahwa selama ini kita terlalu asyik sendiri mengurusi konservasi. Saatnya kita berjalan bersama, mengajak masyarakat dan berbagai pihak untuk terlibat dalam penyelenggaraan konservasi dan menumbuhkan kepedulian kolektif,” tambahnya.
Pelibatan masyarakat dalam kegiatan ini bukan sekadar simbolis, tetapi wujud nyata pengelolaan kolaboratif. Banediktus Himaang, Temenggung Kayan Mendalam, menyampaikan, “Kami bangga dilibatkan langsung. Kami berharap seluruh masyarakat menjaga keselamatan orangutan yang dilepas hari ini agar bisa berkembang biak dan lestari di hutan konservasi. Kami juga menghimbau warga yang keluar-masuk kawasan untuk turut menjaga kelestarian mereka di wilayah DAS Mendalam.”
Perwakilan kader konservasi, Hernawati Tipung juga mengungkapkan, “Ikut kegiatan ini membuat saya sadar bahwa menjaga orangutan berarti menjaga masa depan kami. Saya senang bisa menyaksikan langsung pelepasliaran ini. Mari kita jaga hutan dan orangutan, karena aksi kecil kita bisa menyelamatkan masa depan mereka.”Lebih dari sekadar seremoni, pelepasliaran ini menjadi pengalaman yang menyentuh secara emosional. Proses melepasliarkan satwa kembali ke habitatnya membangun kedekatan psikologis antara manusia dan alam, yang pada akhirnya memperkuat rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap keberlanjutan ekosistem.
“Keberhasilan konservasi sangat bergantung pada keterlibatan masyarakat. Konservasi yang inklusif membuka ruang partisipasi yang luas, dan inilah yang menjadi kunci utama keberlanjutan,” tegas Sadtata.
Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan, kedua orangutan akan dipantau secara intensif menggunakan metode nest-to-nest, mengikuti aktivitas harian dari bangun hingga tidur selama tiga bulan ke depan, guna memastikan kemampuan adaptasi mereka di habitat barunya.
Kegiatan ini diharapkan menjadi pengingat bahwa upaya menyelamatkan orangutan bukan hanya soal memindahkan mereka dari kandang ke hutan, tetapi tentang membangun kesadaran kolektif, kolaborasi lintas pihak dan semangat gotong royong dalam menjaga warisan alam Indonesia.
Sumber: Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat
Untuk informasi lebih lanjut: Tim Media BKSDA Kalimantan Barat - Jl. A Yani 121 Pontianak Kalimantan Barat 78124
Call Center Balai KSDA Kalimantan Barat: HP: 08115776767
Tim Media BBTNBKDS - Jl. Banin No.06 Kedamin Hilir, Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum.
Call Center Bentarum (0821-5879-4140) Email: dehbbtnbkds@gmail.com www.tnbkds.menlhk.go.id
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0