Kamis, 13 September 2018
Ruteng, 13 September 2018. Taman Wisata Alam (TWA) Ruteng terletak di bagian barat Pulau Flores yang secara administrasi termasuk wilayah Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur. Masyarakat sekitar TWA Ruteng yang disebut Orang Manggarai memiliki pengetahuan yang baik dalam hal penamaan kelompok tumbuhan. Masyarakat membedakan jenis tumbuhan menjadi beberapa kelompok, yaitu: pohon berkayu (haju), herba (saung) dan liana (wase), rumput (remang), tumbuhan berduri (karot), pohon bebuahan (wua haju), dan sayuran (ute).
Pemanfaatan jumlah spesies tumbuhan hutan oleh masyarakat Suku Manggarai di Pegunungan Ruteng adalah sebanyak 161 spesies yang terbagi ke dalam 12 macam pemanfaatan salah satunya adalah pemanfaatan tumbuhan obat. Jumlah spesies tersebut lebih dari 60% di dalam Hutan Ruteng, yaitu sebanyak 276 spesies (Wiriadinata 1998), sebanyak 252 spesies (Verheijen 1977). Penelitian Iswandono (2016) mencatat sebanyak 73 spesies tumbuhan obat di dalam kawasan TWA Ruteng.
Pemanfaat tumbuhan obat dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu: 1). pengobatan tradisional keluarga masyarakat asli, dan 2). Pemanfaat komersial. Orang Manggarai sekitar TWA Ruteng saat ini merupakan pemanfaat pada poin 1 dan 2 sehingga masih belum sampai pada tahap pemanfaat komersial. Pada kelompok masyarakat lainnya, yaitu kelompok agama, terdapat kelompok para suster biarawan yang saat ini telah melakukan pengolahan terhadap tanaman obat secara tradisional secara komersial walaupun dalam skala kecil dan terbatas. Sumberdaya tumbuhan obat tradisional tersebut berada di dalam kawasan TWA Ruteng sehingga pihak BBKSDA NTT sepatutnya turut berperan aktif mengembangkan tanaman obat secara komersial melalui pendekatan 3 pilar, yaitu 1). Pilar Pemerintah (BBKSDA NTT dan Pemerintah Daerah), 2). Agama (biarawan Katolik) dan 3). Masyarakat adat.
Peranan 3 pilar dalam pengembangan tanaman obat adalah bahwa pilar agama dalam hal ini kelompok biarawan pengembang tanaman obat tradisional secara komersial bersama dengan Pihak BBKSDA NTT akan membantu masyarakat adat dalam mengembangkan pemanfaatan tanaman obat secara komersial. Pilar pemerintah dalam hal ini Balai Besar KSDA NTT akan membuat demonstrasi plot (demplot) tanaman obat tradisional Manggarai yang menjadi contoh berbagai spesies tanaman obat budidaya. Masyarakat menanam tanaman obat tradisional di lahan milik pekarangan untuk kepentingan pengembangan komersial. Rencana tersebut kemudian menjadi salah satu Role Model pada Balai Besar KSDA NTT dengan model Pengembangan Tanaman Obat di TWA Ruteng berbasis tiga pilar (Agama, Adat dan Pemerintah).
Tujuan Role Model ini adalah meningkatkan peran serta tokoh agama dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan tumbuhan obat baik komersial maupun non komersial yang berdampak pada dukungan masyarakat sekitar TWA Ruteng dalam menjaga kelestarian kawasan TWA Ruteng sebagai sumber plasma nutfah tumbuhan obat.
Dengan berhasilnya pengembangan tanaman obat tradisional, masyarakat semakin paham akan fungsi kawasan TWA Ruteng yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa harus memanfaatkan secara langsung dari dalam kawasan hutan. Pengembangan tumbuhan obat dengan bimbingan para biarawan dan petugas Balai Besar KSDA NTT akan ditiru kelompok masyarakat lainnya dan akan terus dilakukan secara meluas sehingga berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan masyarakat yang secara tidak langsung mendukung kelestarian kawasan hutan TWA Ruteng.
Tahapan yang dilalui dalam rangka persiapan Role Model ini sebagai berikut :
Penyusunan draft Role Model secara bersama-sama melibatkan seluruh pejabat struktural dan pejabat fungsional lingkup Balai Besar KSDA NTT. Dokumen ini berisi rencana tindakan, tugas dan tanggung jawab serta langkah-langkah yang dirancang untuk melakukan pengembangan tanaman obat di Manggarai dan Manggarai Timur yang telah dituangkan dalam satu dokumen secara lengkap. Selanjutnya dokumen ini akan diajukan kepada Direktur Jenderal KSDAE untuk memperoleh pengesahan.
Penyusunan Role Model Pengamanan terpadu memerlukan sebuah tim khusus yang menangani pembuatannya. Pembentukan tim ini untuk mempercepat penyelesaian dokumen Role model mulai dari draft sampai penandatanganan pernyataan kontrak kinerja sehingga dapat mempercepat proses penyelesaiannya.
Stakeholders yang terlibat dalam kegiatan rencana aksi meliputi unsur pemerintah, agama dan adat. BBKSDA NTT sudah melakukan koordinasi dengan stkeholder terkait di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur. Pelaksanaan koordinasi dimulai dengan pertemuan dengan Bupati Manggarai dan kemudian Bupati Manggarai Timur serta dilanjutkan pada beberapa instansi terkait lainnya. Pihak BBKSDA NTT memerinci secara detil stakeholder yang terlibat sehingga pelaksanaan kegiatan pengembangan tumbuhan obat tahun 2018 berjalan dengan baik. Pada Tahun 2013 telah terbentuk Sekretariat Bersama Forum Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Hutan TWA Ruteng Berbasis Tiga Pilar tingkat Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur yang dapat menjadi dasar untuk mengidentifikasi stakeholder yang terlibat.
Hasil dari pelaksanaan kegiatan role model pengembangan tanaman obat berbasis 3 Pilar di TWA Ruteng dijabarkan sebagai berikut :
Pembentukan kelompok masyarakat pengembang tumbuhan obat berdasarkan minat dari masyarakat adat. Informasi mengenai kelompok masyarakat yang akan dibentuk diperoleh antara lain dari para biarawan pengembang tumbuhan obat komersial.
Pembentukan kelompok dengan terlebih dahulu meminta kesediaan masyarakat untuk menyiapkan lahan budidaya dan mengerjakan lahan secara sukarela. Masyarakat yang bersedia mengerjakan lahannya akan dipilih menjadi anggota kelompok. Kelompok masyarakat Waso yang bersedia untuk mengembangkan tumbuhan obat tradisional Manggarai berjumlah 10 orang yang sudah ditetapkan dengan surat keputusan Lurah Waso. Lahan yang disediakan untuk ditanami seluas ± 1 hektar untuk ditanami berbagai tumbuhan obat sebagai bahan baku pembuatan obat tradisional. Bibit yang akan ditanam berasal dari TWA Ruteng dan bibit tanaman dari luar kawasan hutan. Dalam pelaksanaan kegiatannya akan mendapatkan bimbingan secara khusus dari kesusteran Puteri Reinha Rosari (PRR).
Tujuan pembuatan demplot tanaman obat adalah untuk memperkenalkan potensi tanaman obat yang ada di dalam kawasan TWA Ruteng tanpa harus masuk ke dalam kawasan hutan. Pihak Kesusteran Puteri Reinha Rosari bersedia menyediakan lahan seluas 0,5 hektar untuk demplot tanaman obat. Benih tanaman berasal dari TWA Ruteng dan juga dari luar kawasan hutan. Pengelolaan demplot akan dilaksanakan secara bersama-sama antara kelompok biarawan dan masyarakat pengembang tanaman obat. Demplot saat ini belum dapat dilaksanakan karena keterbatasan anggaran tahun ini.
Masyarakat melakukan budidaya tumbuhan obat pada lahan milik ulayat. Kawasan TWA Ruteng menjadi sumber benih ketersediaan tanaman obat selain dari benih yang diusahakan dari luar kawasan hutan. BBKSDA NTT bersama-sama dengan biarawan akan memberikan bimbingan dan pelatihan kepada masyarakat agar memiliki kemampuan dalam mengembangkan tanaman obat tradisional secara komersial.
Bantuan pemberdayaan ditujukan kepada kelompok masyarakat adat dan kelompok biarawan pengembang tanaman obat dalam bentuk insentif kegiatan pengembangan tanaman obat selama tahun anggaran 2018. Bantuan tersebut meliputi kegiatan pengelolaan demplot dan penanaman tanaman obat pada lahan milik.
Kelompok masyarakat pengembang tumbuhan obat saat ini, yaitu kelompok Mangkeng Herbal akan mendapatkan bantuan peralatan untuk melakukan pengolahan hasil tanaman obat tradisional, berupa alat pengupas biji, penggiling bahan, dan pengemasan. Bantuan tersebut akan disampaikan langsung kepada masyarakat yang saat ini masih dalam tahap perencanaan dengan baik peralatan yang tepat yang akan dibeli dan disampaikan kepada masyarakat.
Selama kegiatan pengembangan tumbuhan obat pada tahun 2018, kelompok masyarakat adat mendapatkan pendampingan dan pembinaan dalam melakukan usaha tanaman obat oleh kelompok biarawan pengembang tanaman obat dari kesusteran Puteri Reinha Rosari (PRR) di Ruteng. Pembinaan dan pendampingan meliputi cara budidaya, penanganan paska panen termasuk pengemasan dan penjualan produk tanaman obat tradisional.
Kegiatan pelatihan dilakukan oleh petugas Balai Besar KSDA NTT yang memiliki pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan obat dan dari kesusteran Puteri Reinha Rosari (PRR). Beberapa produk yang diajarkan kepada kelompok tani Mangkeng Herbal adalah:
4. Supervisi kegiatan dari pakar/ahli, praktisi, pejabat struktural
Supervisi kegiatan diperlukan agar kelompok masyarakat memiliki motivasi dan visi yang benar mengenai pentingnya pengembangan tumbuhan obat agar mendapatkan manfaat ekonomi yang lebih baik. Supervisi dilakukan oleh pakar tumbuhan obat tradisional dari perguruan tinggi atau praktisi pengembang tumbuhan obat tradisional, pejabat struktural lingkup Balai Besar KSDA NTT atau dari instansi terkait.
Tempat sosialisasi dan kesepakatan tiga pilar berada di mbaru gendang (rumah adat Orang Manggarai), dengan tujuan agar mendekatkan 3 pilar dalam suasana budaya Manggarai. Kegiatan dilakukan secara bermusyawarah dengan duduk bersila bersama-sama membentuk sebuah lingkaran dalam rumah adat yang disebut lonto leok. Dalam lonto leok semua orang memiliki kedudukan yang sama dan memiliki hak yang sama dalam berpendapat. Pengambilan keputusan dengan cara mufakat dan bukan suara terbanyak. Pada akhir kegiatan sosialisasi ini BBKSDA NTT memberikan bantuan peralatan olah raga sepak berupa bola kaki, bola voli, dan net kepada masyarakat Gendang Waso. Kesepakatan tiga pilar dilakukan dengan penandatanganan kesepakatan untuk mendukung pengembangan tumbuhan obat.
Publikasi progres keberhasilan pelaksanaan kegiatan pengembangan usaha tanaman obat oleh masyarakat adat telah dilakukan melalui Website bbksda ntt, yaitu http://bbksdantt.menlhk.go.id/ kemudian Facebook BBKSDA NTT dan Instagram. Publikasi kegiatan meliputi tahap persiapan, pelaksanaan kegiatan dan paska kegiatan Tahun 2018.
Monitoring dan evaluasi dilakukan setiap awal bulan oleh pengelola kegiatan di Bidang KSDA Wilayah II dan Balai Besar KSDA NTT, selanjutnya dilaporkan Kepala Balai Besar KSDA NTT terkait progres pelaksanaan kegiatan pengembangan tanaman obat.
Pelaporan keberhasilan kegiatan Role Model akan dilakukan pada akhir tahun 2018 kepada Direktur Jenderal KSDAE di Jakarta. Pelaporan dilakukan secara menyeluruh mulai dari awal pelaksanaan sampai pada akhir pelaksanaan kegiatan.
Hasil dari monitoring dan evaulasi yang dilakukan pada akhir kegiatan akan menunjukkan tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan pengembangan tanaman obat. Kelemahan–kelemahan yang ditemukan dalam pelaksanaan kegiatan akan diperbaiki dalam Role Model dan diterapkan pada tahun berikutnya dan juga pada kawasan konservasi lainnya lingkup Balai Besar KSDA NTT.
Sumber : Dewi Indriasari, Balai Besar KSDA Nusa Tenggara Timur
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0