Rabu, 07 Juli 2021
Merauke - Lahan basah (Wetland) di wilayah timur Indonesia diwakili oleh Taman Nasional (TN) Wasur yang terletak di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Bagian Selatan. Kawasan TN Wasur memiliki hutan savana yang terhampar luas dan terbentang tanpa batas dengan dominasi tegakan Melaleuca sp. Saat musim hujan, kondisi hutan terlihat hijau bagai permadani, ketika musim kemarau terlihat gersang dan gosong akibat kebakaran hutan yang terjadi. Bulan Juli hingga pertengahan Desember merupakan periode musim panas di wilayah Merauke dan acap kali terjadi kebakaran hutan, dimana masa puncak musim panas berlangsung pada bulan September hingga Oktober. Kebakaran hutan yang terjadi tersebut dikarenakan oleh faktor manusia, seperti aktivitas masyarakat di dalam kawasan TN Wasur maupun masyarakat yang hanya melintas di sepanjang jalan Trans Papua. Aktivitas masyarakat lokal tersebut antara lain mengambil ikan di rawa-rawa dalam kawasan, pemungutan kayu dan ranting untuk kayu bakar, aktivitas perburuan satwa liar secara tradisional, bahkan kegiatan adat budaya yang merupakan kearifan lokal masyarakat dalam kawasan juga kerap dilakukan di dalam kawasan hutan TN Wasur.
Musim panas merupakan momentum yang tepat untuk mengakses kawasan TN Wasur dengan cukup mudah yaitu dengan menggunakan kendaran roda dua maupun roda empat untuk melewati jalan-jalan di antara celah pepohonan dalam hutan Wasur. Jejak yang ditinggalkan oleh kendaraan-kendaraan tersebut kemudian membentuk jalan-jalan setapak di dalam hutan. Saat periode puncak musim panas akan banyak rawa-rawa semi permanen di dalam hutan yang mengering, sehingga akan menarik masyarakat untuk mengambil ikan-ikan di rawa-rawa yang mengering itu dengan mudah. Terkadang masyarakat tak hanya sekedar mengambil ikan, namun biasanya melakukan aktivitas yang lain seperti refreshing dan atau membuat bevak untuk bermalam di dalam hutan dalam rangka melakukan perburuan tradisional. Sebelum perburuan tradisional dimulai, biasanya masyarakat membakar rerumputan kering di lantai hutan, namun kemudian yang terjadi adalah kebakaran hutan yang menjadi kurang terkendali. Lantai hutan yang penuh dengan seresah, alang-alang dan semak belukar yang sudah mengering dan mudah terbakar menjadi bahan bakar bagi api untuk terus berkobar. Selama bahan bakar masih tersedia, maka api akan terus bergerak dan menyala, namun api akan padam dengan sendirinya apabila semak belukar sudah habis dan atau terdapat daerah yang masih memiliki kelembaban tinggi seperti hutan dek, daerah rawa-rawa yang masih basah serta jalan-jalan setapak yang sudah terbentuk pada akhirnya menjadi ilaran api yang mampu memutus api agar tidak merambat lebih jauh lagi.
Kebakaran yang terjadi di hutan TN Wasur berbeda dengan kebakaran hutan di kawasan hutan Kalimantan dan Sumatera yang memiliki hutan gambut dan kandungan bahan bakar fosil yaitu batu bara yang berada di bawah permukaan tanah yang mampu menyimpan bara api walaupun di atas permukaan tanah sudah dilakukan pemadaman. Tipe kebakaran yang terjadi di kawasan TN Wasur umumnya merupakan kebakaran permukaan dimana bagian yang terbakar adalah seresah, rerumputan dan semak belukar yang sudah mengering. Jika terlihat batang-batang pohon yang gosong, sebenarnya hanya kulit kayu luarnya saja yang terbakar, karena jenis pepohonan Melaleuca sp. yang mendominasi kawasan TN Wasur itu memiliki lembaran kulit batang yang berlapis-lapis dengan ketebalan sekitar 5 cm untuk pohon yang sangat besar. Kayu yang terbakar biasanya berasal dari pohon yang sudah mati karena serangan jamur kayu. Setiap tahun proses kebakaran dalam kawasan cederung sama hampir di seluruh kawasan TN Wasur, hal tersebut dapat dilihat di sepanjang jalan Trans Papua yang akan menyajikan pemandangan kulit-kulit pohon Melaleuca sp. yang terlihat gosong dan lantai hutan yang hitam, namun pemandangan itu hanya saat musim kemarau saja karena saat musim hujan tiba, maka lantai hutan yang hitam bekas terbakar akan kembali ditumbuhi rumput-rumput nan hijau dan kulit-kulit kayu yang terbakar akan berganti kulit kayu yang baru.
Adapun upaya yang telah dilakukan oleh pengelola kawasan TN Wasur antara lain dengan memberikan edukasi dan penyuluhan pencegahan kebakaran hutan kepada masyarakat di dalam kawasan TN Wasur dan sekitarnya, melakukan pemadaman api saat melaksanakan kegiatan patroli di dalam kawasan, bekerjasama dengan berbagai pihak yang berada di dalam kawasan dalam rangka pemadaman api, membuat papan himbauan dan informasi, serta bekerjasama dengan Balai Pengendali Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan Wilayah Maluku dan Papua dengan membentuk Masyarakat Peduli Api (MPA). Dimana di dalam kawasan TN Wasur telah terbentuk 4 kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 15 orang anggota dan 1 Unit Brigdalkarhutla.
Masyarakat lokal dalam kawasan TN Wasur memiliki kearifan lokal yaitu kalender api yang bertujuan sebagai tata waktu dalam melakukan pembakaran secara tradisional dan terkendali untuk tujuan tertentu seperti : menjaga dusun – dusun, pembukaan kebun dan menumbuhkan rumput-rumput juvenil sebagai pakan satwa herbivora. Pembakaran hutan dilakukan secara gotong-royong pada lokasi yang akan dibakar, kemudian masyarakat mengitari areal yang akan dibakar membentuk lingkaran, beberapa minggu kemudian tumbuh rumput muda yang mengundang satwa liar herbivora untuk datang merumput, kemudian diburu, namun kegiatan seperti ini tidak lagi dilakukan oleh masyarakat mengingat kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat menjadikan masyarakat ingin melakukan pemanfaatan sumberdaya alam dengan cepat tanpa memikirkan dampaknya. Dalam sistem manajemen pembinaan tersebut, membakar hutan dan lahan merupakan salah satu manajemen pengelolaan api karena hal tersebut untuk pengendalian proses suksesi Melaleuca sp. dan juga mempertahankan ekosistem savana sebagai habitat dan sumber pakan satwa liar seperti saham (wallaby), bandikot, rusa dan beberapa jenis mamalia lainnya.
Sumber : Balai Taman Nasional Wasur
Lokasi : Taman Nasional Wasur
Penulis dan Foto : Zaenal Arifin, A.Md. (Polisi Kehutanan)
Pengarah : Yarman, S.Hut., M.P. (Kepala Balai TN Wasur)
Editor : Eka Heryadi, S.Hut. (Penyuluh Kehutanan Muda)
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0