Saksi Tak Hadir Pemeriksaan Saksi Kasus Perdagangan Satwa Liar Dilindungi di PN Medan Sidang Ditunda

Rabu, 09 Juli 2025 BBKSDA Sumatera Utara

Persidangan saat mendengarkan keterangan Ahli BBKSDA Sumatera Utara, pada Senin (23/6)

 

Medan, 9 Juli 2025. Sidang lanjutan kasus perdagangan satwa liar dilindungi jenis Burung Nuri Bayan (Eclectus roratus) dan Baning Cokelat (Manouria emys) dengan terdakwa Stevanus Deo Bangun alias Evan (26 tahun), warga Jalan Berdikari Baru Nomor 4 Kelurahan Padang Bulan Selayang I, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan, kembali digelar di ruang Cakra 5 Pengadilan Negeri (PN)  Medan, pada Senin (7/7). Namun persidangan yang semestinya mendengarkan keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) terpaksa ditunda karena saksi tidak hadir. Majelis hakim pun menetapkan sidang akan dilanjutkan pekan depan, Senin (14/7) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan ahli yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa.

Sebelumnya, pada persidangan tanggal 16 Juni 2025, telah dihadirkan saksi dari Polda Sumatera Utara dan Balai Besar KSDA Sumatera Utara, M. Ali Iqbal Nasution. Dalam kesaksiannya, Iqbal memaparkan bahwa pada 15 November 2024 sekitar pukul 17.00 WIB, ia bersama Tim Subdit IV/Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Unit 2 Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut melakukan operasi tangkap tangan terhadap terdakwa saat hendak memperdagangkan satwa liar dilindungi dalam keadaan hidup, tepatnya di Jalan Berdikari, Medan Selayang.

Saat penangkapan, terdakwa kedapatan membawa dua ekor burung berwarna merah dan hijau. Berdasarkan hasil identifikasi, burung tersebut merupakan Burung Nuri Bayan (Eclectus roratus), spesies yang termasuk dalam daftar satwa dilindungi menurut undang-undang. Saksi dan Tim Penyelidik Unit 2 Subdit IV Tipidter Direktorat Ditreskrimsus Polda Sumatera Utara kemudian melakukan pengembangan ke lokasi pemeliharaan satwa milik terdakwa di samping rumah orang tuanya. Di sana, kembali ditemukan 3 (tiga) ekor Burung Nuri Bayan yang sedang bertelur dalam kandang, serta 2 (dua) ekor kura-kura Baning Cokelat (Manouria emys), yang juga tergolong satwa dilindungi. Selain satwa dilindungi, di lokasi juga ditemukan juga jenis-jenis tidak dilindungi seperti burung merak biru, burung merpati, tupai, ayam kampung, dan beberapa jenis lainnya.

Pada sidang berikutnya (23/6), JPU menghadirkan ahli dari Balai Besar KSDA Sumut, Dede Syahputra Tanjung, S.P., selaku Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Ahli Muda. Ia menjelaskan bahwa penetapan status dilindungi suatu tumbuhan atau satwa dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan setelah mendapatkan rekomendasi dari Otoritas Keilmuan, yakni Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Kriteria perlindungan mencakup populasi yang kecil, penurunan jumlah individu di alam, serta sebaran geografis yang terbatas atau endemik.

Burung Nuri Bayan dan Baning Cokelat telah ditetapkan sebagai satwa dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, jo Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa jo. Peraturan Menteri LHK No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018, tanggal 28 Desember 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi. Ahli juga memastikan bahwa terdakwa tidak memiliki izin resmi penangkaran satwa liar dari Kementerian Kehutanan.

Sidang yang akan datang akan menjadi momen krusial untuk mendalami peran dan motif terdakwa, serta memastikan proses penegakan hukum berjalan sesuai ketentuan yang berlaku demi perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia.

Sumber : Evansus Renandi Manalu (Penelaah Teknis Kebijakan) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Belum terdapat komentar pada berita ini