Penasehat Hukum Minta Notaris dan Pegawai BPN Langkat Dijadikan Sebagai Terdakwa

Selasa, 08 Juli 2025 BBKSDA Sumatera Utara

Medan, 8 Juli 2025. Sidang kasus dugaan korupsi alih fungsi kawasan hutan Suaka Margasatwa (SM) Karang Gading dan Langkat Timur Laut kembali digelar pada Senin (7/7) di ruang sidang Cakra Utama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, dengan agenda sidang mendengarkan nota pembelaan (pleidoi) oleh penasehat hukum terdakwa Alexander Halim alias Akuang dan Imran, S.PdI. Pada sidang kali ini terlihat yang hadir hanya terdakwa Imran, S.PdI beserta penasehat hukum, sedangkan terdakwa Alexander Halim alias Akuang alias Lim Sia Cheng tidak hadir karena dalam kondisi kurang sehat (sakit).

Dalam nota pembelaan yang dibacakan oleh Tim penasehat hukumnya, terdakwa Imran menyatakan bahwa surat resi (surat keterangan) yang diterbitkannya sebagai Kepala Desa Tapak Kuda saat itu hanya 2 (dua) surat, yang menerangkan bahwa Alexander Halim dan anaknya Albert Halim merupakan warga Desa Tapak Kuda sesuai dengan lokasi lahan yang dimilikinya.

Terdakwa merasa heran bila kemudian pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) menemukan barang bukti ada banyak surat resi. Menurut dugaan terdakwa, surat-surat tersebut dipalsukan dengan cara digandakan (difotokopi) dan mengganti nama orangnya. Penggandaan surat resi tersebut merupakan inisiatif dan dilakukan oleh Notaris Wenni, notaris yang berkedudukan di Stabat, Kabupaten Langkat.

Terdakwa juga menyampaikan bahwa tidak pernah berniat menyalahgunakan jabatannya sebagai Kepala Desa. Terdakwa tidak pernah mengetahui bahwa surat resi yang diterbitkannya akhirnya disalahgunakan untuk pengurusan sertifikat hak milik (SHM), bahkan dijadikan dasar untuk penguasaan lahan yang statusnya kawasan konservasi yaitu SM. Karang Gading dan Langkat Timur Laut.

 Menurut penasehat hukum, JPU melakukan diskriminasi dalam menuntut terdakwa dengan hukuman pidana penjara 15 tahun karena terdakwa tidak melakukan perambahan hutan dan tidak melakukan perbuatan tindak pidana korupsi. Selain itu diskriminasi hukum juga dirasakan terdakwa  karena Notaris Wenni dan petugas BPN Langkat yang menerbitkan SHM justru tidak dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itu penasehat hukum terdakwa meminta kepada Majelis Hakim agar notaris dan petugas BPN Langkat tersebut turut dijadikan sebagai terdakwa dalam kasus tersebut.

Diakhir nota pembelaannya, penasehat hukum menyampaikan permohonan agar Majelis Hakim menjatuhkan putusan yang menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi, membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum, serta memulihkan nama baik dan martabat terdakwa. Usai pembacaan pleidoi, JPU menyatakan akan menanggapi pleidoi tersebut secara tertulis. Untuk mendengarkan tanggapan JPU, Majelis Hakim menunda sidang selama sepekan dan akan dilanjutkan pada Senin (14/7) mendatang.

Sumber : Evansus Renandi Manalu (Penelaah Teknis Kebijakan) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara

 

 

 

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini