Rabu, 21 Februari 2018
Arus informasi yang sangat deras saat ini membuat kita mengenal atau setidak-tidaknya pernah mendengar istilah drone. Drone saat ini digunakan untuk menyebut semua pesawat tanpa awak, walau sebenarnya ada begitu banyak macam konsep dan penggunaan pesawat tanpa awak tersebut.
Artikel ini mencoba mengelaborasi lebih lanjut mengenai potensi drone untuk tujuan konservasi seperti manajemen kawasan, penelitian ekologi dan sejenisnya. Manajemen kawasan konservasi membutuhkan monitoring yang terus menerus. Monitoring ini biasanya dilakukan secara manual jalan kaki, naik mobil/motor, atau pesawat ringan yang dikemudikan oleh manusia.
Hal tersebut membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit dan karenanya tidak memungkinkan dilakukan terlalu sering dan dalam jangka waktu yang berdekatan. Untuk mengatasi kendala biaya, waktu dan jumlah tenaga kerja, drone dapat mengatasinya. Drone dapat diaplikasikan dalam hal monitoring hidupan liar, klasifikasi dan monitoring perubahan penutupan lahan, serta usaha-usaha untuk mengendalikan perburuan liar. Kelebihan drone yang tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak dan relatif lebih murah dalam operasionalnya memungkinkan manajer kawasan untuk mendapatkan data dalam bentuk timeseries dan realtime.
Secara umum, tujuan dari survey hidupan liar menggunakan drone adalah untuk menentukan distribusi dan kerapatan dari suatu spesies yang diamati, yang merupakan informasi dasar penting bagi konservasi. Selain itu, drone dapat pula dimanfaatkan untuk melihat dan menghitung tanda-tanda keberadaan satwa misalnya dari sarangnya. Kemajuan teknologi komputer memungkinkan juga untuk mengenali jenis-jenis satwa yang termonitor oleh drone dan memasukkannya ke dalam database.
Monitoring perubahan penutupan lahan merupakan salah satu kunci dalam konservasi kawasan. Dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG) hal ini dapat dilakukan menggunakan olahan imaji dari satelit. Tetapi hal ini tidak dapat dilakukan dengan mudah dan murah (terlebih lagi untuk imaji yang mempunyai derajad ketelitian yang tinggi) serta tidak realtime. Hasil olahan SIG tetap membutuhkan validasi di lokasi. Jika sebelumnya sebuah tim beranggotakan beberapa personil perlu untuk diberangkatkan ke titik-titik validasi, saat ini peran tersebut dapat digantikan oleh drone yang telah dilengkapi dengan teknologi GPS. Bahkan pemetaan saat ini juga sudah dapat dilakukan dengan drone menggunakan perangkat lunak tertentu. Kawasan seluas 150 ha dapat dikumpulkan datanya tidak lebih dari satu hari dan kurang dari seminggu untuk pengolahan datanya.
Perburuan liar dan pembalakan merupakan salah satu ancaman bagi keberlangsungan konservasi suatu kawasan. Operasi untuk menanggulangi ancaman ini dengan memanfaatkan drone pertama kali dilakukan di Nepal dan beberapa kawasan di dunia. Walaupun sampai saat ini, belum ada penelitian yang melihat seberapa efektif pemanfaat drone untuk hal tersebut, kamera termal untuk melihat di malam hari telah digunakan di Afrika Selatan untuk mendeteksi dan mencegat pemburu liar di malam hari. Strategi yang paling tepat adalah menggunakan kombinasi berbagai informasi, seperti lokasi perburuan yang telah diketahui sebelumnya, data satelit, dan pengetahuan mengenai pergerakan satwa, untuk memprediksi kemungkinan terbesar lokasi perburuan yang akan terjadi. Kemudian petugas/ranger/polisi kehutanan dan drone diterjunkan untuk mencegat pemburu sebelum datang ke lokasi tadi.
Pemanfaatan drone untuk kepentingan konservasi masih terus berkembang. Penelitian-penelitian mengenai metodologi dan pengembangan drone terus dilakukan. Hasil-hasil sementara ini menunjukkan bahwa penggunaan drone menunjukkan hasil yang menjanjikan. Tentu saja penggunaan drone sebagai alat bantu tidak serta merta dapat menggantikan survey atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Drone tetap sebagai alat bantu yang memudahkan tujuan konservasi agar dapat tercapai.
Sumber : Gebyar Andyono - Balai TN Way Kambas
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0