Ritual “Tolak Bala” : Tradisi Adat Dayak Tangkal Pandemi Covid19

Selasa, 12 Mei 2020

Tanjung Kerja, 12 Mei 2020. Pandemi Covid-19 memang cukup mengkhawatirkan masyarakat Indonesia hingga ke pelosok negeri dengan banyaknya korban jiwa yang meninggal. Hal ini juga dirasakan oleh masyarakat adat yang tinggal di sekitar kawasan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK). Berbagai upaya sudah dilakukan dengan mengikuti anjuran pemerintah seperti tetap diam di rumah, melakukan penyemprotan, serta selalu menggunakan masker pada saat beraktifitas.

Namun ada hal menarik dijumpai pada masyarakat penyangga kawasan TNBK khususnya masyarakat Suku Dayak Tamambaloh di Dusun Tanjung Kerja, Desa Sungai Uluk Palin yang mempunyai tradisi unik dalam mencegah pandemi Covid-19, yaitu tradisi berupa ritual adat “Tolak Bala", yang dilakukan untuk mencegah mewabahnya penyakit di lingkungan sekitar mereka dengan cara meminta perlindungan kepada roh-roh para leluhur nenek moyang.

Kepala Dusun Tanjung Kerja, Junfianus Juni menerangkan bahwa tradisi ritual tolak bala di wilayah Desa Sungai Uluk Palin telah dilaksanakan sejak bulan April 2020 lalu, yang diikuti oleh perwakilan masing masing dusun. Ada 8 (delapan) patung tolak bala yang di pasang di 8 penjuru masing-masing dusun, seperti pintu masuk dusun baik jalur darat maupun sungai.

“Patung tolak bala ini ibarat panglima perang yang akan menangkal setiap wabah penyakit atau musibah agar tidak memasuki wilayah kami, dengan prosesi ritualnya dipimpin oleh 2 (dua) orang Tetua Adat dan 1 (satu) orang Kepala Adat yang bertugas membacakan mantra dan memanggil roh-roh panglima perang”, ungkap Junfianus Juni.

Patung tolak bala sendiri secara visual, terdiri dari beberapa komponen diantaranya, patung kayu menyerupai seorang panglima yang memegang sebuah mandau dan perisai, tombak dan sumpit yang terbuat dari kayu, pakaian yang disematkan pada patung, serta bekal makanan secara simbolik. Hal ini sebagaimana perlengkapan perang seorang Panglima Dayak yang bersiap mengahadapi musuh.

“Setelah patung didirikan akan diberlakukan pantang bagi seluruh masyarakat, dimana masyarakat dilarang keluar masuk melewati patung selama 3 hari, dan tidak melakukan aktifitas apapun dengan berdiam diri di dalam rumah, patung ini akan dibiarkan tetap berdiri sampai roboh dengan sendirinya, apabila ada masyarakat yang sengaja merusak atau merobohkan patung, maka akan dikenai sanksi adat” jelas Junfianus Juni.

Masyarakat berharap dengan ritual adat tersebut mereka akan terhindar dari bala berupa penyebaran Virus Covid-19 di wilayah mereka. Kepercayaan ini sudah berlangsung turun menurun dan diyakini dapat mencegah segala musibah. Hingga di minggu kedua bulan Mei ini, entah kebetulan atau tidak di Desa Sungai Uluk Palin belum ada warganya yang terpapar oleh Virus Covid19.

Sumber : Deti Kurnia - PEH Pertama Resort Nanga Potan Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 2

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini