Taman Nasional Kayan Mentarang Benteng Perlindungan Lutung Bangat

Kamis, 01 November 2018

Malinau, 1 November 2018Survey Biodiversty seringkali di laksanakan Balai taman Nasional Kayan Metarang bersama para pihak yang berkompeten di bidangnya, utamanya para peneliti baik dari dalam maupun luar negeri. Lokasi survey berada dalam kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang.

Tahun 2018 ini saja tercatat sudah di laksanakan 3 Survey berbeda di kawasan dan Penyangga Taman Nasional Kayan Mentarang yakni Survey Biodiversity dan Sosial Ekonomi masyarakat bersama Ecositrop di SPTN Wilayah II Long Alango, kemudian Eksplorasi Anggrek bersama LIPI Eka Karya Balai di Sungai Iwan SPTN Wilayah III Long Ampung dan yang tak kalah menarik adalah Survey Lutung Bangat (Presbytis hosei) di SPTN I Long Bawan yang di laksanakan bersama Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA).

Berdasarkan peta International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) sebaran bangat meliputi seluruh kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang. Dan memang jenis primate ini habitatnya hanya ada di pedalaman hutan belantara yang membentang luas di sepanjag garis perbatasan Indonesia – Malaysia pada bagian barat Kalimantan utara. Oleh sebab itu lutung bangat menjadi salah satu satwa endemic Kalimantan Utara yang gambarnya di adopsi menjadi Logo balai Taman Nasional Kayan Mentarang saat ini.

Survey lutung bangat berlangsung selama 11 hari pada awal bulan September 2018. Dalam perjalanannya tim observasi yang di bagi 2 kelompok sempat tertatih menyusuri sungai dan ketinggian bukit dan curamnya kawasan. Namun tim cukup beruntung setelah berhasil menjumpai sekelompok lutung bangat yang berjumlah sekitar 12 ekor berlarian dan melompati tajuk pohon di sekitar area survey di daerah Long Aad.

Kepala Balai Taman Nasional Kayan Mentarang Johnny Lagawurin pun mengapresiasi apa yang telah di dapatkan oleh Tim Survey selama di lapangan. Menurutnya Taman Nasional Kayan Mentarang adalah Benteng bagi lutung bangat di Indonesia meskipun saat ini primate tersebut tidak termasuk satwa yang di lindungi menurut Permen LHK Nomor P.92/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2018 tentang perubahan atas Permen LHK Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang satwa dan tumbuhan yang di lindungi.

“kita tentu berterimakasih dan mengapresiasi atas upaya Balitek KSDA dan teman-teman PEH serta MMP yang turut serta dalam survey lutung bangat di Seksi I, informasi yang di dapatkan cukup variatif dan sangat membantu dalam rangka inventarisasi dan identifikasi satwa yang ada di kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang terutama lutung bangat (Presbytis hosei). Meskipun tidak masuk dalam Permen LHK Nomor P.92, tapi upaya konservasi kita tetap berjalan karena lutung bangat merupakan satwa endemic di kawasan ini dengan keterbatasan populasi dan habitatnya.” Demikian ungkap Johnny usai melaksanakan rapat pembinaan pegawai di lingkungan Balai Taman Nasional kayan Mentarang baru-baru ini.

Di perkirakan populasi lutung bangat juga tersebar di SPTN wilayah II Long Alango di sekitar lembah sungai Nggeng Bio di daerah Bahau dan SPTN III Long Ampung dan memungkinkan adanya jenis berbeda dari yang telah di jumpai tim di SPTN I Long Bawan. Namun karena keterbatasan menyangkut daya jelajah dan letak geografis habitat lutung bangat yang tergolong sulit membuat informasi mengenai lutung bangat masih menjadi misteri. Bahkan IUCN masih kekurangan data dengan mencantumkan status Data Deficien yang berarti informasi jenis satwa tersebut belum dapat di gunakan sebagai dasar untuk di evaluasi status konservasinya.

Fakta lainnya yang tidak kalah memperihatikan adalah ancaman bagi populasi lutung bangat. Pada tahun 2000-an penurunan populasi bangat terjadi, tidak tanggung-tanggung penurunan itu berkisar dari 50–80%, yang di sebabkan oleh perburuan liar terhadap bangat untuk di ambil batu geliga (bezoar stones) yang ada di dalam alat pencernaan bangat yang di sebut-sebut memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit, meskipun belum ada tinjauan medis yang di lakukan. Belum lagi peluang untuk mendapatkan batu geliga bangat itu sangatlah kecil sementara menurut warga daging bangat rasanya tidak enak dan ukurannya sangat kecil. Sehingga apabila terjadi perburuan bangat niscaya perburuan itu hanya membunuh tanpa ada yang dapat di manfaakan dari bangat.

Untuk menghadapi ancaman itu, Balai Taman Nasional pun sudah memiliki langkah-langkah untuk pencegahan. Salah satunya dengan menggandeng masyarakat adat untuk mengelola kawasan secara kolaboratif dan merekrut puluhan Masyarakat Mitra polhut (MMP) dan Tenaga Pengamanan Hutan lainnya yang tersebar di masing-masing Wilayah SPTN dan Wilayah Resort Taman Nasional Kayan Mentarang. Yang di harapkan dapat meminimalisir ancaman perburuan liar bagi satwa yang ada di Taman Nasional Kayan Mentarang.

Sumber : Balai Taman Nasional Kayan Mentarang

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini