Menelusuri Jejak Konservasi di Cagar Alam Watangan Puger: Antara Pelestarian dan Tantangan

Rabu, 12 Februari 2025 BBKSDA Jawa Timur

Jember, 12 November 2025. Di ufuk timur, matahari mulai merangkak naik, mewarnai langit dengan semburat jingga keemasan. Perjalanan menuju Cagar Alam Watangan Puger dimulai dari Pantai Pancer - Jember, dengan menyeberangi Sungai Bedadung, Rabu (5/2). Airnya mengalir tenang, mencerminkan lanskap hutan yang masih terjaga di seberangnya. Kawasan konservasi seluas 2,1 hektare ini menjadi benteng terakhir bagi flora dan fauna khas pesisir selatan Jawa Timur.

Dibawah komando Polisi Kehutanan wanita, Sdri. Ariyanti, kegiatan patroli rutin dimulai dengan memeriksa kondisi pal batas kawasan. Kejelasan batas kawasan menjadi kunci utama dalam pengelolaan konservasi, mengingat wilayah ini berbatasan langsung dengan hutan produksi Perum Perhutani dan kawasan masyarakat sekitar.

Di dalam hutan, aroma tanah lembab bercampur dengan hembusan angin pesisir membawa jejak kehidupan. Sebatang kayu cemara laut tampak tumbang, kemungkinan besar akibat angin kencang yang kerap menerpa kawasan ini. Di antara rimbunnya vegetasi, kehidupan liar tetap berdenyut. 

Dua kelompok monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) bergerak lincah di antara dahan-dahan, sementara sekitar lima ekor Lutung budeng (Trachypithecus auratus) tampak bergelantungan dengan anggun, seakan mengawasi para pendatang. Seekor elang bido (Spilornis cheela)  melintas di langit, memantau wilayahnya dari ketinggian, menghadirkan harmoni ekologi yang masih terjaga di tengah tantangan zaman.

Namun, konservasi di Watangan Puger bukan tanpa tantangan. Saat tim menyusuri kawasan, mereka menjumpai lima orang pengunjung dari masyarakat sekitar yang tengah mandi di blok religi dekat petilasan, serta satu orang yang melakukan ritual di Blok Sumbersewu. Keberadaan aktivitas ini menunjukkan hubungan erat antara manusia dan lanskap sakral di kawasan konservasi, di mana nilai ekologis dan spiritual bertemu dalam keseimbangan yang rapuh.

Kawasan ini telah ditetapkan sebagai cagar alam sejak era kolonial melalui Surat Keputusan Gubernur GB 83 Stbl 1919 Nomor 392, yang kemudian diperbarui dengan SK Menteri Pertanian Nomor 111/Um/1958. Alasan utama penetapannya adalah untuk melindungi flora serta keindahan alam yang memiliki nilai botanis dan estetis tinggi.

Keberadaan Watangan Puger sebagai kawasan konservasi menjadi bukti bagaimana manusia, flora, dan fauna dapat hidup berdampingan dalam satu lanskap. Namun, tantangan perubahan iklim yang mengancam vegetasi, serta interaksi manusia yang semakin meningkat membutuhkan perhatian lebih. Di sinilah peran semua pihak dibutuhkan, bukan hanya untuk menjaga keberlangsungan ekosistem ini, tetapi juga untuk memastikan bahwa nilai-nilai konservasi tetap menjadi bagian dari warisan masa depan.

Seiring langkah meninggalkan kawasan, desir angin pantai membawa pesan yang tak terucap: bahwa alam adalah rumah yang harus dijaga, dan konservasi adalah komitmen yang tidak boleh pudar.

Sumber : Fajar Dwi Nur Aji - Pengendali Ekosistem Hutan Muda Balai Besar KSDA Jawa Timur


Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini