Selasa, 03 Juni 2025 BBKSDA Jawa Timur
Baderan, 2 Juni 2025. Di balik kabut dingin Sabana Kecil, hutan bersuara dalam diam. Feses dan jejak kaki macan kumbang tergambar di tanah basah, sementara dari kejauhan, ekor Merak Hijau menari di antara padang ilalang. Di sinilah, di jantung Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Hyang, alam masih bicara dalam Bahasa purba, bahasa yang hanya bisa ditangkap oleh mereka yang berjalan perlahan dan mendengar dengan hati.
Selama enam hari, dari tanggal 19 hingga 24 Mei 2025, tim gabungan Seksi Konservasi Wilayah VI Probolinggo, Resort SM Dataran Tinggi Hyang, dan para Masyarakat Mitra Polisi Kehutanan (MMP) menembus kabut, menelusuri sabana, rawa, punggungan dan lereng tua Argopuro dalam misi yang lebih dari sekadar patroli, membaca kembali napas hutan.
Mereka berjalan melintasi 28 grid pemantauan mulai dari Baderan hingga Bermi. Dalam perjalanan itu, mereka tidak hanya mencatat jejak, tetapi juga menyusun ulang potret ekologi kawasan yang menyimpan harta karun keanekaragaman hayati sekaligus menghadapi tekanan senyap dari manusia.
Jejak Pemangsa Puncak dan Sayap Hijau yang Menyala Dua individu Macan Kumbang (Panthera pardus melas) terdeteksi melalui feses dan jejak di Sabana Kecil. Temuan ini menandai bahwa predator puncak ini masih mendiami kawasan, menjadi indikator penting bahwa rantai makanan di dalam kawasan masih terjaga.
Di Sabana Besar dan Cikasur, kemunculan Merak Hijau (Pavo muticus), satwa kharismatik ang kini langka, menjadi penanda bahwa ruang hidup masih tersedia bagi satwa yang memilih tempat sunyi dan terbuka.
Hutan yang Kaya, Tapi Terancam
Di sepanjang jalur, tim mendata kehadiran flora fauna khas pegunungan Jawa, mulai dari Lutung, Ayam hutan, Babi hutan, Anis gunung, hingga tumbuhan seperti Cemara gunung, Jamuju, Waru gunung, Tutup, Cengkeh hutan, dan anggrek kayu manis putih. Namun di sela kekayaan itu, tumbuh pula ancaman tersembunyi, Kirinyuh (Chromolaena odorata) gulma invasif agresif, menjalar di Cikasur, berpotensi menggeser tanaman asli.
Yang lebih mengkhawatirkan, di Blok Simpangan, ditemukan pembukaan lahan untuk penanaman kopi dan tembakau yang jelas melanggar hukum dan mengoyak kesucian kawasan konservasi.
Sampah, Erosi, dan Situs yang Terlupakan
Cikasur, Rawa Embik, hingga Danau Taman Hidup, tiga lokasi yang tenar di kalangan pendaki, ditemukan penuh sampah kemasan dan limbah non-organik. Di jalur menuju Bermi, erosi menggurat tubuh tanah, sebuah alarm ekologi yang mendesak perhatian, terlebih jika kawasan ini ingin tetap terbuka bagi wisatawan tanpa mengorbankan keselamatan.
Yang tak kalah mengejutkan adalah ditemukannya situs purbakala di Puncak Rengganis, Arca, dan Argopuro. Batu-batu berpahat, struktur tanah, dan sisa reruntuhan menjadi jejak bisu peradaban lama. Ini bukan sekadar lanskap liar, tapi museum terbuka yang menunggu dijaga dan diceritakan.
Benediktus Rio Wibawanto, Kepala Seksi KSDA Wilayah VI Probolinggo, yang memimpin langsung patroli ini, menyatakan bahwa perlindungan kawasan tak bisa hanya mengandalkan patroli rutin.
“Perlu keterlibatan semua pihak, riset berbasis data, dan pendekatan yang menghargai baik satwa, habitat, maupun warisan budaya di dalamnya,” ujarnya.
Argopuro bukan sekadar gunung, dan SM Dataran Tinggi Hyang bukan hanya wilayah administratif. Ia adalah rumah sunyi dari para penjelajah, tempat predator terakhir bertahan, dan tanah yang menyimpan legenda. Menjaga kawasan ini adalah menjaga ingatan, menjaga kehidupan, dan menjaga Indonesia. (dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 3 Jember - Balai Besar KSDA Jawa Timur
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 5