Senin, 30 Juni 2025 BBKSDA Jawa Timur
Ponorogo, 30 Juni 2025. Kabut belum sepenuhnya surut ketika kaki-kaki tim SMART Patrol Balai Besar KSDA Jawa Timur, mulai menapaki jalur sempit di hutan pegunungan. Pohon-pohon tua berdiri kaku, seperti penjaga yang mengamati setiap langkah dari balik batang berlumut. Udara dingin menyusup masuk ke sela napas, membekukan suara. Di sinilah, di jantung Cagar Alam Gunung Picis, kehidupan liar menggantung antara ketahanan dan keterancaman.
Selama empat hari, dari tanggal 23 hingga 26 Juni 2025, tim gabungan dari Resort Konservasi Wilayah 06 Ponorogo dan Seksi Konservasi Wilayah II Bojonegoro menelusuri sepuluh grid pengelolaan. Bentangan grid dan titik-titik yang secara kasat mata hanyalah deretan angka, namun bagi para penjaga rimba, itu adalah titik-titik jantung yang berdenyut bagi ekosistem Jawa Timur.
Langkah tim tidak sekadar menyusuri tanah dan batu. Mereka menyigi jejak, membaca lanskap, dan menyimak suara hutan. Pohon Schima wallichii (Puspa) menjulang di antara bayangan, berdampingan dengan Engelhardtia spicata (Morosowo), Lithocarpus elegans (Pasang), hingga Cinnamomum sp. (Kayu Manis) yang memancarkan aroma getir. Di sela-sela gelapnya lembah dan punggung perbukitan, bunga-bunga Bulbophyllum sp. tumbuh tersembunyi di batang lapuk, mekar menyendiri, tak banyak yang melihat, namun tetap bertahan.
Langit pegunungan tak benar-benar sunyi. Di kejauhan, seekor elang hitam membelah udara, diikuti bayangan sayap Elang Jawa, salah satu predator puncak yang tak banyak tersisa di alam liar.
Jejak kehadiran mereka adalah penanda hutan yang masih mampu memberi tempat bagi kehidupan. Sesekali terdengar suara kadalan birah memanggil dari balik semak, disusul kicau lirih Anis Sisik. Di antara lompatan cahaya yang menyelinap ke dasar hutan, kupu-kupu berwarna terang menari, tak terganggu manusia yang datang bukan sebagai pemburu, melainkan sebagai penjaga.
Pada salah satu titik, Pal Batas 15 dan papan nama masih berdiri. Tidak miring. Tidak rusak. Diam, tapi berbicara banyak. Tidak ada jerat. Tidak ada sisa api. Tidak ada jejak langkah gelap malam hari. Hari itu, kawasan ini masih selamat.
Di tengah perjalanan, suara motor tua melintas pelan. Seorang warga desa meniti jalur hutan. Tanpa sekat, tim menyapa, berbagi cerita kecil tentang pentingnya rimba, bukan dengan ceramah, melainkan dengan percakapan sederhana. Hutan bukan hanya soal pohon dan satwa, tetapi tentang warisan bersama yang harus dijaga lintas generasi.
Gunung Picis adalah gunung yang tidak banyak menyuarakan diri. Tidak menjual pemandangan untuk wisata, tidak menampilkan atraksi mencolok. Tapi justru karena kesenyapannya itulah, ia menjadi benteng terakhir bagi kehidupan yang tidak lagi punya banyak tempat untuk pulang.
SMART Patrol kali ini bukan hanya sebuah kegiatan rutin. Ia adalah pernyataan diam. Bahwa penjagaan, pengamatan, dan kehadiran manusia yang penuh hormat adalah bagian dari upaya besar untuk memastikan hutan tetap hidup. Agar Elang Jawa tetap punya langit. Agar anggrek tetap punya tanah lembab untuk tumbuh. Dan agar Picis tetap menjadi ruang aman bagi suara-suara yang nyaris hilang dari dunia.(dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 1 Madiun - Balai Besar KSDA Jawa Timur
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 4.9