Senin, 20 Mei 2024 BBKSDA Sumatera Utara
Sumber foto : Babel Insight
Medan, 20 Mei 2024. Harian Tribun Medan, edisi Minggu 21 April 2024, mewartakan seekor Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) liar berukuran besar mengganggu dan menyerang seorang tukang becak di Jalan Sudirman, Kelurahan Perwira, Kecamatan Tanjungbalai Selatan, Kota Tanjung Balai. Misnan, mengaku dirinya diserang oleh monyet liar tersebut saat sedang menunggu sewa di becak motornya. Akibat serangan tersebut, Misnan mengalami luka di kelopak mata, tangan serta lututnya. Selain Misnan, ada dua orang korban lainnya yang sudah melapor ke Damkar Kota Tanjungbalai karena diserang oleh monyet di lokasi yang tidak jauh dari TKP.
Berselang 6 hari kemudian, Harian Tribun Medan, edisi Sabtu 27 April 2024, mewartakan pula satu ekor monyet yang meresahkan warga di Kota Tanjungbalai berhasil dilumpuhkan pihak Damkar Kota Tanjungbalai bersama dengan Persatuan Tembak Indonesia (Perbakin) pada Jumat, 26 April 2024, di atap rumah warga di pasar tradisional kawat, di Jalan Veteran, Kecamatan Tanjungbalai Selatan, Kota Tanjungbalai. Monyet yang sudah menyerang beberapa warga ini pun terpaksa diberikan tindakan terukur dari Perbakin.
Monyet ekor panjang, memang menjadi ancaman. Dibeberapa daerah di Provinsi Sumatera Utara sampai saat ini tingkat interaksi negatif manusia dengan satwa ini cukup tinggi dan intens. Bukan hanya monyet liar yang sering menggangu dan menyerang warga, tetapi monyet-monyet yang dipelihara sejak kecil pun, ketika sudah dewasa berubah perilakunya menjadi beringas, ganas dan menyerang si pemiliknya termasuk warga disekitarnya. Serangan monyet-monyet yang turun ke permukiman warga disinyalir akibat kondisi habitatnya yang sudah mulai hilang serta sudah tidak tersedianya kecukupan sumber pakan.
Selain itu, penyerangan juga dikarenakan adanya kebiasaan manusia memberikan makanan, khususnya yang sering terjadi di area wisata, kawasan rural sampai kawasan urban, sehingga monyet menganggap manusia sebagai sumber pakan mereka. Intinya, pada dasarnya penyerangan yang dilakukan oleh satwa liar merupakan suatu reaksi yang mereka lakukan dari adanya beberapa faktor, seperti : hilangnya habitat dan kebiasaan yang dilakukan (Fakta Terbaru Tentang Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Galuh Sekar, https://forestation.fkt.ugm.ac.id).
Interaksi negatif antara manusia dengan monyet ekor panjang menjadi salah satu faktor penyebab penurunan jumlah populasi spesies ini. Penurunan jumlah populasi monyet ekor panjang di alam juga dipengaruhi adanya perdagangan illegal melalui platform media sosial. Monyet yang dijual merupakan tangkapan liar.
Sayangnya, di Indonesia status satwa liar ini tidak dilindungi dan masih berstatus Appendix II, yakni belum terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya regulasi pemanfaatan yang berkelanjutan. Status tidak dilindungi menyebabkan masih banyak warga yang memelihara monyet ekor panjang. Tidak sedikit pula monyet-monyet ini dipelihara tanpa mempedulikan kesejahteraannya. (Harian Kompas, edisi Minggu 5 Mei 2024, halaman 16).
Disamping itu, karena statusnya tidak dilindungi, maka tidak ada aturan hukum yang jelas dan mengikat untuk melindungi spesies ini, sehingga hal ini juga menjadi faktor penyebab penurunan populasinya. Padahal berdasarkan data Internasional Union for Conservation of Nature (IUCN), monyet ekor panjang kini berstatus terancam punah (endangered). Dalam kurun waktu 42 tahun terakhir, populasi monyet ekor panjang menyusut hingga 40 persen.
Dilema ini tentunya perlu mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak untuk dicarikan solusinya. Meskipun belum termasuk dalam kategori endangered, sebagaimana yang dideklarsikan IUCN, tapi setidaknya ada upaya penanganan dan penyelamatan terhadap satwa liar ini agar tidak punah. Perlu langkah-langkah nyata dalam mengatasi interaksi negatif dengan masyarakat dan mengupayakan mengembalikannya ke habitat alami dengan tetap memperhatikan dan mempertahankan habitatnya dari kerusakan. Bagaimanapun keberadaan monyet ekor panjang ini perlu tetap dipertahankan karena perannya dalam ekosistem lingkungan juga sangat penting dan ikut menentukan.
Sumber : Evansus Renandi Manalu (Analis Tata Usaha) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0.9