Labuhan Merapi, Budaya dan Adat Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat di TN Gunung Merapi

Selasa, 13 Februari 2024 BTN Gunung Merapi

Sleman, 12 Februari 2024. Labuhan Merapi diadakan untuk memperingati Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Bawono X, sekaligus bentuk rasa syukur dan doa bagi keselamatan raja Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat.  Upacara Labuhan Merapi ini dimaknai sebagai sebuah persembahan doa kepada Tuhan yang Maha Kuasa, juga tanda penghormatan bagi leluhur Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat. 

Labuhan Merapi biasanya terlaksana pada tanggal 30 Rajab, dan pada tahun 2024 bertepatan tanggal 11 - 12 Februari 2024.  Upacara ini dihadiri oleh semua masyarakat umum, dan menjadi agenda wisata tahunan Kabupaten Sleman, maupun D.I Yogyakarta. Upacara ini mengangkat tema “Rahayuning Bawana Gumantung Pakartining Janma“. Meskipun terbuka untuk umum, namun kita tetap harus waspada karena status merapi level III (siaga) sehingga faktor mitigasi bencana tetap dikedepankan.

Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), Muhammad Wahyudi, menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya Labuhan Merapi 2024 berjalan lancar dan khidmat.  Rangkaian prosesi Labuhan Merapi ini dilaksanakan di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), yaitu berada di  zona religi, budaya dan sejarah. Zona religi, budaya dan sejarah ini merupakan zona di kawasan konservasi TNGM yang dimaksudkan untuk mendukung budaya dan adat istiadat setempat.  Bentuk dukungan ini, juga diturunkan personel untuk pengamanan jalur sepanjang menuju lokasi acara, ujarnya.


Hari pertama, prosesi Labuhan Merapi diawali dari keraton Yogyakarta dengan iring-iringan membawa uborampe labuhan menuju kantor Kapanewon Cangkringan yang terlebih dahulu singgah di kantor Kapanewon Depok. Selanjutnya oleh perwakilan Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat diserahkan kepada Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo, yang kemudian diterima oleh abdi dalem juru kunci Gunung Merapi, Mas Kliwon Suraksa Asihono, atau lebih terkenal dengan panggilan Mbah Asih.   

Setelah prosesi tersebut, kemudian uborampe dan gunungan diarak dari kantor Kapanewon Cangkringan menuju petilasan rumah Mbah Maridjan (almarhum) di Dusun Kinahrejo, Kalurahan Umbulharjo, Kapanewon Cangkringan, kemudian secara seremonial dari lurah Umbulharjo diserahkan ke juru kunci Gunung Merapi, Mbah Asih.  


Acara dilanjutkan dengan penampilan fragmen dan perebutan berkah gunungan. Malam harinya dilakukan kenduri, pemetasan Tari Pudyastuti, doa bersama dan pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Pagelaran wayang kulit ini menghadirkan dalang Ki Sancoko Hadiprayitno, dengan lakon “Pandawa Sesaji Hargo”.  Rangkaian acara ini juga dapat diikuti oleh seluruh masyarakat umum. 

Selanjutnya, hari kedua, dimulai sekitar pukul 06.40, uborampe diarak sepanjang 2,45 km, dari dusun Kinahrejo dilabuh ke Bedengan, prosesi doa sebentar, lalu dilanjutkan ke  Sri Manganti, pada ketinggian 1.550 m dpl.  Di Sri Menganti inilah selanjutnya dilakukan prosesi utama, ritual, doa serta pembagian nasi berkat, hingga sekitar pukul 09.30.  Seluruh prosesi ini dipimpin oleh juru kunci Gunung Merapi, Mbah Asih.   ***

Sumber: Balai Taman Nasional Gunung Merapi


Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 4

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini