Interaksi Negatif Dengan Buaya Mengkhawatirkan

Selasa, 27 Juni 2023 BBKSDA Sumatera Utara

Medan, 27 Juni 2023 - Buaya belakangan ini menjadi bahan berita yang viral di sejumlah media. Dalam catatan penulis, khususnya Provinsi Sumatera Utara, kurun waktu Januari 2022 s.d Juni 2023, tidak kurang dari 13 kasus interaksi negatif terjadi antara masyarakat dengan buaya, yang tersebar di beberapa kabupaten/kota, seperti : Deli Serdang, Mandailing Natal, Labuhan Batu Utara, Tapanuli Selatan, Langkat, Batubara,  Nias dan Kota Tanjung Balai.

Mirisnya, interaksi negatif ini menyebabkan jatuhnya korban di kedua belah pihak. Berikut ini beberapa peristiwa yang terjadi, yang menggambarkan memanasnya interaksi negatif tersebut. Pada hari Minggu, 4 September 2022, Fatimani Zai, warga Dusun Simpang Bambu, Desa Sundutan Tigo, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal, saat mencuci piring di sungai Kunkun diterkam seekor Buaya Muara (Crocodylus porosus). Buaya kemudian menyeret korban, dan akhirnya korban meninggal dunia.

Masih di Kabupaten Mandailing Natal, Senin, 27 Februari 2023, Hendri, warga Desa Gonting, Kecamatan Ranto Baek, juga diserang Buaya Muara berukuran panjang sekitar 3 meter. Saat itu korban sedang menemani istrinya mencuci pakaian. Beruntung, Hendri bisa terselamatkan dan hanya menderita luka pada tangannya.

Kemudian, pada Senin 1 Mei 2023, giliran Buaya Muara yang panjangnya sekitar 2,3 meter menjadi korban, terperangkap di  jaring nelayan di muara sungai Desa Perupuk, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara. Diduga akibat mata pancing yang melukai tubuhnya, buaya yang dievakuasi warga ke darat sudah tidak bernyawa lagi. Warga yang kebingungan kemudian melarungkan kembali bangkai buaya tersebut ke laut.

Selanjutnya, pada Kamis 18 Mei 2023, Raminten, ibu rumah tangga yang sedang mencuci pakaian di tepi sungai Merbau, Desa Tubiran, Kecamatan Merbau, Kabupaten Labuhan Batu Utara, bersama dengan anaknya Kaisyah yang sedang mandi di tepi sungai, lagi-lagi diserang Buaya Muara. Warga berhasil menggagalkan dan menangkap buaya yang panjangnya sekitar 4,5 meter dan lebar 50 cm. Buaya kemudian diseret sampai akhirnya mati.

Dan kasus terakhir, Rabu 7 Juni 2023, Susi Susana Sinambela, ibu rumah tangga, warga Dusun Peranginan, Desa Teluk Binjai, Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhan Batu Utara, diterkam Buaya Muara saat mencuci pakaian di sungai Peranginan aliran sungai Aek Kanopan. Korban sempat ditarik ke tengah sungai oleh buaya, dan saat ditemukan oleh nelayan sudah dalam keadaan tidak bernyawa. Amarah warga dilampiaskan dengan memburu buaya yang panjangnya 4,6 meter, dan berhasil ditemukan dalam keadaan mati. Diduga satwa ini tersangkut di akar pohon waru yang menyebabkan kondisinya melemah.

Dari paparan di atas, tingginya kuantitas maupun  kualitas interaksi negatif ini mendorong pemikiran dan kesadaran akan perlunya upaya komprehensif (menyeluruh) dalam menangani permasalahan. Ada beberapa usul dan saran yang dapat disikapi/ditindaklanjuti. Pertama, penataan lingkungan perairan yang disinyalir sebagai habitat buaya, menjadi prioritas dalam penanganan permasalahan. Area-area perairan tertentu yang diduga atau patut diduga sebagai lokasi habitat maupun home range (jalur jelajah) buaya, harus dihindari penggunaan serta pemanfaatannya oleh masyarakat sekitar.

Masyarakat sebaiknya diarahkan dan didorong untuk membuat fasilitas sanitasi  (MCK = Mandi, Cuci dan Kakus) sendiri. Atau pemerintah daerah maupun pihak-pihak yang peduli dapat membantu membangun fasilitas sanitasi umum di lingkungan pemukiman dengan tanpa menggunakan atau berhubungan dengan sungai, danau maupun rawa. Pengadaan fasilitas sanitasi ini juga tentunya penting dalam mengedukasi masyarakat guna membudayakan pola hidup sehat.

Kedua, menyiapkan masyarakat dalam mengantisipasi interaksi negatif, dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan tanggap darurat. Mitigasi interaksi negatif semaksimal mungkin diupayakan tidak menimbulkan korban, baik di pihak masyarakat maupun pada satwa buaya. Oleh karena itu, masyarakat sebaiknya diberikan pelatihan dan keterampilan menjadi pawang buaya, yang sewaktu-waktu siap untuk diberdayakan.

Upaya penanganan interaksi negatif sebagaimana diuraikan di atas, tidak akan berjalan bila tidak ada sinergitas dari semua pihak, instansi pemerintah terkait serta masyarakat. Oleh karena itu kolaborasi menjadi kata kunci untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya interaksi negatif di waktu-waktu yang akan datang. Kita tentunya sepakat, bila masyarakat membutuhkan suasana kehidupan yang tenang di lingkungannya tanpa ada rasa takut dan cemas. Sebaliknya juga, kita perlu tetap mempertahankan dan menjaga keberadaan buaya agar tetap lestari, karena buaya juga punya hak hidup yang sama dengan manusia.

Akhirnya, hidup yang damai diantara sesama makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, menjadi impian dan idaman kita bersama. Sebagai makhluk ciptaanNya yang paling mulia di muka bumi ini, maka manusia diberikan tanggung jawab yang lebih untuk mewujudkannya.


Sumber : Evansus Renandi Manalu (Analis Tata Usaha) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Belum terdapat komentar pada berita ini