Sinergi Pembinaan Kader Konservasi, Menjaga Nyala Api Konservasi

Jumat, 21 Maret 2025 BBKSDA Jawa Timur

Sidoarjo, 20 Maret 2025. Di tengah gempuran perubahan zaman, kader konservasi alam (KKA) dan kelompok pecinta alam (KPA) terus menjadi garda terdepan dalam menjaga warisan hijau Nusantara. Namun, dibalik dedikasi mereka, tersimpan tantangan besar. Dari data yang belum terinventarisasi dengan baik, kader-kader lama yang tidak dapat dihubungi, hingga tumpang tindih kewenangan antar instansi dalam pembinaan.

Dalam upaya memperkuat barisan mereka, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur bersama Balai Besar KSDA Jawa Timur, Taman Nasional, dan instansi terkait menggelar Sinergi Kolaboratif Pembinaan KKA dan KPA pada 20 Maret 2025. Diskusi yang berlangsung secara daring ini menghadirkan pemangku kepentingan dari berbagai wilayah untuk merumuskan langkah strategis pembinaan dan pemberdayaan kader konservasi.

Memperjelas Peta Pembinaan

Salah satu poin utama yang mengemuka adalah perlunya sinergi lebih jelas dalam pembinaan KKA dan KPA. Saat ini, ada perbedaan mekanisme dalam pembentukan kader, BBKSDA Jatim menangani kader tingkat madya, sementara taman nasional bertanggung jawab atas kader pemula. Namun, pembagian ini belum tersosialisasi dengan baik, sehingga sering terjadi overlay kegiatan di lapangan.

Fidhi dari BBKSDA Jatim menekankan pentingnya koordinasi dengan pusat (Kementerian Kehutanan) untuk memastikan tidak ada tumpang tindih dalam pembinaan. Sementara itu, Ning Indar Rukmi dari T.N Bromo Tengger Semeru mengusulkan perlunya inventarisasi ulang data KKA dan KPA, mengingat pergeseran kewenangan yang terjadi selama beberapa tahun terakhir.

Tantangan Regenerasi Kader Konservasi

Di beberapa taman nasional, seperti Meru Betiri dan Alas Purwo, ditemukan bahwa mayoritas KKA masih berada di tingkat pemula, dengan sedikit yang berhasil naik ke tingkat madya. Tantangan utama adalah kurangnya pembinaan berkelanjutan serta terbatasnya komunikasi antara KKA, KPA, dan instansi pembina.

TN. Meru Betiri mencatat bahwa dalam setahun terakhir, 55 kader pemula telah dilatih, sebagian besar berasal dari program Green Youth Movement yang menyasar anak-anak sekolah sekitar kawasan. Namun, kader yang bertahan hingga tingkat madya masih sangat sedikit. TN. Alas Purwo melaporkan bahwa dari 128 kader yang terdaftar, sebagian besar masih dalam kategori pemula, sementara kader lama sulit dihubungi.

Dalam forum ini, usulan agar kader yang sudah aktif diberi kesempatan untuk naik tingkat jenjang madya menjadi salah satu rekomendasi yang akan dibahas lebih lanjut dengan Kementerian Kehutanan.

Mengintegrasikan Kader dengan Program Nasional

Sejumlah CDK (Cabang Dinas Kehutanan) di berbagai daerah juga melaporkan perkembangan KKA dan KPA di wilayah mereka. CDK Jember, misalnya, mencatat ada 57 KKA dan 22 kelompok KPA yang aktif, namun masih mengalami kendala dalam koordinasi lintas sektor. Di Sumenep, program Kemah Konservasi telah sukses digelar sebagai wadah kader dan pecinta alam untuk bertukar pengalaman dan mengasah keterampilan.

Dalam forum ini, CDK Bojonegoro mengusulkan agar KPA lebih dilibatkan dalam program FOLU Net Sink, yang didanai melalui mekanisme internasional. Kolaborasi seperti ini dinilai dapat memberikan manfaat ganda, baik bagi upaya pelestarian alam maupun peningkatan kapasitas kader.

Standarisasi, Penguatan Data, dan Penghargaan Wana Lestari

Salah satu permasalahan yang mengemuka adalah ketidaksamaan format pelaporan dan database kader. FK3I (Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia) melaporkan bahwa saat ini banyak kader yang aktif tetapi tidak terdata secara resmi, karena masing-masing instansi memiliki format pencatatan berbeda.

Sebagai langkah awal, peserta rapat menyepakati perlunya standardisasi format pelaporan kegiatan dan database kader konservasi agar lebih mudah dikompilasi di tingkat provinsi. Selain itu, akan dibentuk grup koordinasi khusus untuk mempercepat komunikasi antara KKA, KPA, dan instansi pembina.

Salah satu dorongan bagi kader untuk lebih aktif adalah Penghargaan Wana Lestari, yang menjadi motivasi bagi individu dan kelompok untuk berkontribusi nyata dalam pelestarian alam. Namun, seperti yang diungkapkan oleh CDK Pacitan, salah satu tantangan dalam ajang ini adalah kriteria penilaian yang sering kali sulit dipenuhi oleh kelompok yang masih dalam tahap awal pembinaan. Oleh karena itu, forum ini juga membahas kemungkinan revisi kategori lomba agar lebih inklusif bagi kader yang baru berkembang.

Menyusun Peta Jalan Konservasi yang Lebih Kuat

Sinergi yang dibangun dalam pertemuan ini bukan sekadar rutinitas administratif, tetapi sebuah langkah nyata untuk memperkuat regenerasi kader konservasi. Dari diskusi ini, lahir beberapa rekomendasi utama:

  1. Standarisasi pembinaan KKA dan KPA, dengan peran BBKSDA dan TN yang lebih terstruktur.
  2. Peningkatan komunikasi antar instansi dan kader, termasuk dengan FK3I.
  3. Inventarisasi ulang data KKA dan KPA  dengan sistem registrasi yang lebih jelas.
  4. Peningkatan keterlibatan kader dalam program nasional, seperti FOLU Net Sink dan Green Youth Movement.
  5. Evaluasi mekanisme penghargaan dan insentif bagi kader, termasuk revisi kriteria Wana Lestari.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kader konservasi di Jawa Timur tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang menjadi kekuatan utama dalam perlindungan hutan dan keanekaragaman hayati. Karena tanpa mereka, siapa lagi yang akan menjaga bumi ini tetap hijau?

Sinergi ini bukan sekadar pertemuan rutin, melainkan sebuah upaya untuk merajut kembali komitmen bersama. Sebab, tanpa para kader yang berdedikasi, hutan-hutan akan kehilangan penjaganya, dan keberlanjutan ekosistem akan semakin rapuh. Harapannya, dengan sinergi yang lebih solid, api konservasi akan tetap menyala, menerangi jalan bagi generasi mendatang dalam menjaga bumi yang kita cintai.

Sumber: Fajar Dwi Nur Aji - Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda Balai Besar KSDA Jawa Timur.


Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini