Tingkatkan Kapasitas, Kader Konservasi Ikuti Diskusi Gajah

Selasa, 18 Februari 2025 BBKSDA Sumatera Utara

Foto bersama dengan narasumber usai diskusi

Medan, 18 Agustus 2025.  Centre of Orangutan Protection (COP) mengadakan giat kelas orangutanfriends Mengenal Gajah Dari Ahlinya, bertempat di 117 Cafe Jl. Perdana No.117 Kesawan Medan, pada Sabtu (15/2). Kegiatan ini bertujuan edukasi mengenalkan satwa gajah kepada perwakilan organisasi/lembaga, mahasiswa dan pemuda kota Medan. 

Dalam kegiatan kelas ini COP menghadirkan pemateri ahli gajah Alexander Mossbrucker dari International Elephant Project dihadiri 25 orang peserta, antara lain Perwakilan Perhimpunan Penjelajah Alam Bencana dan Konservasi Generasi Rimba Alam Semesta (GRAS), Anggota Genetika FP UISU Medan, Alumni Green Leadership Indonesia, Kader Konservasi Alam, Mahasiswa dan generasi muda Kota Medan.

Materi diskusi terbagi dalam dua sesi,  sesi pertama tentang biologi dasar gajah. Alexander Mossbrucker menjelaskan, bahwa gajah adalah hewan yang sangat sosial dan hewan darat terbesar yang hidup di planet kita. Mereka memiliki telinga yang lebar, belalai yang panjang, kaki berbentuk kolom, dan tubuh yang besar, sehingga sangat mudah untuk dikenali. 

Selain itu, gajah memiliki pendengaran yang sangat baik dan menggunakan suara untuk orientasi, mendeteksi ancaman, dan berkomunikasi melalui repertoar vokal yang kaya. Disamping “trompet gajah” yang klasik, gajah mampu menghasilkan berbagai macam suara yang berbeda dari mencicit bernada tinggi hingga jeritan yang sangat keras, gemuruh (rumble) yang dalam, dan auman yang menakutkan – semua dengan arti atau fungsi tertentu.

Gajah juga memiliki otak yang sangat besar, kuat, dan memiliki struktur kompleks mencakup neokorteks yang berkembang dengan baik dan fitur lain yang biasa ditemukan pada manusia serta hewan tertentu yang sangat cerdas seperti kera besar dan Cetacea.

Pada sesi kedua dibicarakan tentang konservasi gajah. Alexander Mossbrucker menjelaskan, berdasarkan data terbaru KLHK/FKGI, total populasi Gajah Sumatera berjumlah antara 924 – 1.359 individu. Angka-angka ini masih berupa estimasi karena tidak ada pembaruan data ilmiah terkini untuk populasi gajah di banyak provinsi, tetapi sangat kecil kemungkinan bahwa saat ini ada lebih dari 1.500 Gajah Sumatera di alam. Itu berarti ukuran populasi gajah  telah berkurang hampir setengahnya dalam waktu sekitar satu dekade , dan ini menunjukkan kondisi serta perkembangan yang sangat mengkhawatirkan.

Saat ini, semua gajah asia, termasuk subspesies sumatera, terdaftar dalam Apendiks I CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), yang berarti bahwa gajah asia (dan bagian tubuhnya seperti gading) dilarang masuk perdagangan internasional. Meskipun Elephas maximus sumatranus memiliki status perlindungan penuh di Indonesia, namun ia belum memiliki masa depan yang pasti karena terancam oleh hilangnya habitat, perburuan, potensi perkawinan sedarah, serta konflik dengan pertanian dan industri. Ancaman populasi gajah terbesar di Sumatera terdapat di Provinsi Riau, karena disana sering terjadi konflik dengan manusia dimana  gajah keluar dari kawasan hutan untuk mencari makanan. 

Oleh karena itu dibutuhkan upaya program konservasi terhadap gajah. Salah satu upaya konservasi  yaitu edukasi kepada masyarakat, manajemen metapopulasi, recovery gajah kembalikan gajah ke habitat liarnya, patroli pemantauan gajah, mitigasi konflik gajah dengan manusia, mitigasi konflik berbasis masyarakat, sistem peringatan dini dan restorasi ekosistem. Alexander Mossbrucker berharap dengan upaya konservasi gajah, dapat menyelamatkan populasi gajah dari ancaman kepunahan sehingga keberadaannya tetap lestari.

Perwakilan Perhimpunan Penjelajah Alam Bencana dan Konservasi Generasi Rimba Alam Semesta (GRAS) Nurhabli Ridwan, yang juga  kader konservasi alam binaan Balai Besar KSDA Sumatera Utara dan alumni pendidikan Green Leadership Indonesia Bacth 1, hadir dalam kegiatan ini, merasakan  diskusi kali ini sangat bermanfaat, dimana sebagai penggiat lingkungan sejatinya juga dapat berpartisipasi untuk mensosialisasikan satwa gajah yang saat ini terancam punah.

Banyak aktifitas yang bisa dilakukan sebagai kader konservasi, seperti : penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat melalui penyuluhan langsung dengan menggunakan berbagai sarana seperti : poster, brosur, infografis, vidiografis, dan lain-lain. Bisa juga melakukan sosialisasi dengan memanfaatkan berbagai media yang ada, seperti : media cetak, elektronik dan media on-line. Aktifitas lain yang tak kalah  bermanfaat dapat dilakukan melalui kegiatan edukasi kepada generasi muda, agar sedini mungkin mereka bisa mengenal dan peduli terhadap satwa liar, termasuk didalamnya Gajah Sumatera.

Kegiatan diskusi yang dilakukan oleh COP, juga bentuk edukasi dan sosialisasi. Apresiasi dan terimakasih tentunya dilayangkan kepada penyelenggara, dengan harapan kegiatan yang sangat bermanfaat seperti ini kiranya dapat dilakukan secara rutin, untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

Sumber : Nurhabli Ridwan ( GRAS / Kader Konservasi Alam) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara 


Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini