Selasa, 12 November 2024 BTN Bantimurung Bulusaraung
Makassar, 12 November 2024. Hari itu, Rabu, 6 November 2024, langit Makassar cerah membahana menyambut peserta pelatihan dari berbagai daerah. Direktorat PJLKK didukung oleh Direktorat IGRK MPV - Ditjen PPI dan BPDLH menyelenggarakan In-house Training Pengukuran Stok Karbon dan Integrasi Jasa Lingkungan ke dalam Stok Karbon Berbasis Tipe Ekosistem di KSA, KPA, dan Taman Buru Angkatan 3. Pelatihan singkat ini berlangsung di Kota Makassar pada tanggal 6 – 8 November 2024.
Sedikitnya 59 peserta hadir dalam peningkatan kapasitas yang terlaksana di Hotel Harper, Makassar. Mereka berasal dari 24 balai taman nasional dan bksda di regional Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua.
Narasumber berasal dari BRIN, IPB University, BPLHK Kadipaten, BPKHTL Wilayah VII Makassar. Tak hanya itu juga menghadirkan beberapa fasilitator dari BBKSDA Jawa Barat, Balai TN Halimun Salak, dan Balai TN Manusela untuk membantu panitia dalam kegiatan praktik lapangan. Pemberian materi berlangsung secara luring, dengan kombinasi antara teori dan praktik lapangan.
Pada pembukaan peningkatan kapasitas, hadir segenap kepala balai satuan kerja Kementerian Kehutanan lingkup Sulawesi Selatan. Direktur PJLKK membuka pelatihan secara resmi. Dalam sambutannya, menyampaikan kontribusi kawasan hutan konservasi sebagai nilai tambah aksi mitigasi dan pencapaian target penurunan emisi. "Pengukuran stok karbon dan penilaian jasa lingkungan merupakan indikator utama dalam kajian ini," ungkap Nandang Prihadi, Direktur PJLKK, Ditjen KSDAE.
Melalui in-house training ini, mereka dilatih agar mampu membuat plot ukur permanen, menghitung stok karbon, dan melakukan valuasi jasa lingkungan.
"In-house training batch 3 ini sedikit berbeda dengan gelombang sebelumnya. Kali ini kami mengenalkan metode baru dalam perhitungan stok karbon dengan menggunakan Inventarisasi Hutan Nasional (IHN) 2.0. Salah satu teknik yang lebih efisien untuk memudahkan petugas lapangan dalam mengukur karbon," tambah Nandang.
Hari pertama, peserta menerima materi sosialisasi konsep dan implementasi nilai karbon pada kawasan konservasi. Termasuk juga pengantar IHN 2.0 oleh Tatang Tiryana, Dosen IPB. Untuk praktek metode ini, Yusdhi Arwan, Widyaiswara BPLHK Kadipaten, menjadi narasumbernya dibantu personil BPKHTL Wilayah VII Makassar. Sementara Virni Budi Arifanti dan Deden Djaenudin dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), memberi materi terkait penilaian jasa lingkungan dan integrasinya ke dalam stok karbon berbasis tipe ekosistem. Karena padatnya materi pada hari pertama itu, tak heran jika kelas pembelajaran berlangsung hingga pukul 21:00 WITA.
Kasubdit PJL Air, Panas Bumi, dan Karbon juga berkesempatan menyampaikan materi tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Karbon di Kawasan Konservasi. “Tahun 2025 akan ada 4 UPT yang akan melakukan pengukuran stok karbon dan integrasi jasa lingkungan ke dalam stok karbon berbasis tipe ekosistem. Empat instansi tersebut adalah BKSDA Kalimantan Barat, Balai TN Tambora, Balai TN Bali Barat, dan Balai TN Aketajawe Lolobata,” terang Sri Mina Ginting, Kasubdit PJL Air, Panas Bumi, dan Karbon, Direktorat PJLKK.
Hari kedua, peserta langsung menuju Hutan Karaenta, Resor Pattunuang, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Melakukan praktik membuat plot ukur permanen dan melakukan inventarisasi dengan menerapkan metode IHN. Mencari 2 kluster yang telah ditentukan koordinatnya pada tipe ekosistem dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Selanjutnya membuat 3 plot pada setiap kluster. Peserta terbagi dalam dua kelompok besar dan setiap kelompok besar terbagi menjadi 3 kelompok kecil. Karena itu setiap kelompok bertanggung jawab mengukur masing-masing satu plot.
Plot berbentuk lingkaran dengan dengan jari-jari pengukuran 5 m, 15 m, dan 25 m. Pada setiap lingkaran terdapat kriteria tumbuhan yang akan diukur. Mengukur tumbuhan regerasi, liana, bambu, pohon rebah, dan beberapa tingkatan diameter pohon. Selain itu juga belajar mengambil sampel tanah dan serasah. Mengoleksi sampel tanah dengan ring soil dan mengumpulkan serasah di bawah 300 gram pada ukuran 50x50 cm.
"Kita menggunakan alat bantu berupa vertex dan tablet. Vertex berfungsi mengukur jarak pohon dari titik pusat plot dan mengukur tinggi pohon. Sedangkan tablet untuk mengisi tally sheet yang telah tersedia," terang Yusdhi Arwan, Widyaiswara BPLHK Kadipaten.
Mengingat ketersediaan alat yang terbatas, peserta bergantian mempraktikkan cara penggunaan vertex, transponder, dan kompas. Untuk pengisian tally sheet, peserta telah mengunduh aplikasi yang serupa dengan tally sheet IHN 2.0 di telepon pintar masing-masing.
Peserta merasakan langsung suasana hutan Karaenta yang merupakan perwakilan ekosistem karst. Ekosistem khas Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang meliputi setengah wilayahnya. Sesekali terdengar kicauan burung dan panggilan unik alfa omega monyet hitam sulawesi, Macaca maura, kepada kawanannya. Tampak juga dua-tiga kupu-kupu hilir mudik di bawah rindang pepohonan menambah khidmat bekerja di rimba raya.
Hari ketiga, peserta in-house training melakukan praktik valuasi jasa lingkungan wisata alam Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Kawasan wisata Bantimurung menjadi objek penelitiannya.
Pukul 09:00 WITA, peserta telah tiba di Bantimurung. Mereka menyapa wisatawan untuk memperoleh data. Melakukan wawancara untuk menentukan nilai jasa lingkungan wisata alam dengan teknik travel cost method.
Setelah salat Jumat, peserta kemudian meninggalkan kawasan wisata ini. Saat tiba di Hotel Harper Makassar, mereka tidak langsung istirahat. Melanjutkan olah data hingga Maghrib. Menghitung total nilai karbon Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung pada tipe ekosistem karst hingga tuntas.
Dengan penuh kesabaran Deden membimbing 6 kelompok ini melakukan analisis data kuisioner. Menggunakan formula yang telah dijelaskan sehari sebelumnya. Selanjutnya mengintegrasikan hasil valuasi jasa lingkungan wisata alam taman nasional ke dalam stok karbon ekosistem karst Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Hingga pada akhirnya setiap kelompok memperoleh total nilai stok karbon yang telah diintegrasikan dengan nilai jasa lingkungan wisata alam.
Pada akhir sesi, keenam kelompok mempresentasikan hasil perolehan nilai total karbon dan non karbonnya. Saling menyangga dan berdiskusi antar kelompok, Sri Mulyati, moderator, dengan setia memandu jalannya pembelajaran. Pada akhir presentasi kelompok, Deden memberikan pencerahannya.
"Saya melihat peserta telah menguasai penghitungan integrasi jasa lingkungan ke dalam stok karbon. Meski begitu saya berharap teman-teman peserta in-house training ini harus memverifikasi kelayakan referensi yang digunakan dan terus meng-update ilmu," imbuh Deden.
Yusdhi juga mengevaluasi pelaksanaan pelatihan dengan melontarkan pertanyaan kepada peserta. "Apa yang perlu dilakukan agar IHN 2.0 ini dapat diterapkan di kawasan konservasi?"
Beberapa peserta kemudian mengangkat tangan. Yusdhi menunjuk salah satunya untuk menyampaikan jawabannya. "Jika IHN 2.0 ini akan diadopsi di kawasan konservasi, ada beberapa hal yang perlu disesuaikan, di antaranya: pengambilan data berbasis tipe ekosistem, mempertimbangkan nilai biodiversitas, hasil olah data tidak harus terpusat di IPSDH tetapi pemangku kawasan harus memilikinya, dan terakhir klusternya perlu diperkecil," jawab Nurhikmah, peserta dari Balai Taman Nasional Lorentz, Papua.
Hingga akhirnya, Kasubdit PJL Air, Panas Bumi, dan Karbon menutup rangkaian pelatihan. Menyampaikan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu menyukseskan in-house training angkatan 3 di Makassar. Terkhusus kepada Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sebagai lokasi praktik selama 2 hari.
"Kita punya target perhitungan karbon di kawasan konservasi 5 tahun ke depan. Karena itu, dua orang utusan dari UPT masing-masing yang menjadi peserta in-house training ini menjadi penanggungjawab pengukuran stok karbon di instansinya," ungkap Sri Mina Ginting saat menutup pelatihan.
Sumber: Taufiq Ismail Al Pharepary – PEH pada Balai TN. Bantimurung Bulusaraung
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 5