Menyerap Aspirasi Mayarakat, Susun Rencana Pengelolaan Kawasan Yang Khas Dan Unik

Jumat, 31 Mei 2024 BBKSDA Sumatera Utara

Menyerap aspirasi masyarakat tradisional pemilik hamijon dalam kawasan SM. Dolok Surungan di Lumban Pinasa

Medan, 31 Mei 2024. Rencana pengelolaan merupakan dokumen utama dalam pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan Taman Buru. Penyusunan rencana pengelolaan adalah bagian dari kegiatan perencanan kawasan selain kegiatan inventarisasi potensi kawasan dan penataan kawasan.

Tahun 2024, Balai Besar KSDA Sumatera Utara telah merencanakan untuk melaksanakan penyusunan dokumen rencana pengelolaan pada 8 kawasan konservasi di lingkup pengelolaannya. Tim Kerja Perencanaan Kawasan Konservasi pada Balai Besar KSDA Sumatera Utara dibantu staf teknis lainnya melaksanakan rangkaian kegiatan diskusi bersama masyarakat yang bermukim di penyangga kawasan konservasi pada 8 Kawasan konservasi yakni Suaka Margasatwa (SM) Dolok Surungan, Cagar Alam (CA) Sibolangit, CA Batu Gajah, CA Martelu Purba, Taman Wisata Alam (TWA) Holiday Resort, CA Batu Ginurit, CA Batu Gajah dan CA Aek Liang Balik. 

Diskusi masalah sampah di Purba Tongah

Kegiatan ini dilaksanakan mulai akhir April sampai dengan Mei 2024. Untuk itu diperlukan berbagai data dan informasi dalam kegiatan pengumpulan data yang dilakukan seefektif dan seefisien mungkin. Diskusi dalam kelompok merupakan satu diantara pilihan kegiatan pengumpulan data yang diharapkan dapat memperkaya informasi terkait potensi hayati dan non hayati kawasan. Ragam informasi penting dan berharga berhasil terekam dalam rangkaian kegiatan ini. 

Alkisah jenis kemenyan atau dalam bahasan lokal yang disebut dengan Haminjon, merupakan jenis vegetasi yang tumbuh secara merata di dalam kawasan, diakukan masyarakat sebagai hasil tanaman nenek moyang mereka, yang dalam beberapa waktu ditinggalkan dan kemudian diurus kembali oleh keturunannya. Kegiatan ini yang kemudian rentan menimbulkan selisih paham dengan pengelola kawasan, dimana aktivitas masyarakat di dalam kawasan dianggap ilegal.  

Penduduk sekitar CA Martelu Purba mempertanyakan perubahan nama kawasan yang awalnya disebut dengan Simartolu, karena daerah sekitar ini banyak ditemukan pohon Simartolu dan saat ini nama kawasan menjadi Martelu yang dalam pandangan mereka, tidak memiliki ikatan emosional dengan penduduk setempat. Selain itu tentang masalah sampah yang dibuang di sepanjang jalan tepi kawasan yang sulit untuk diatasi. 

 

Juru kunci CA. Batu gajah, marga Sinaga

CA. Batu Gajah mengusung fungsi sebagai Cagar Alam dan juga dijadikan sebagai Cagar Budaya. Menurut informasi masyarakat, Batu Gajah sebenarnya adalah makam keluarga keturunan marga Sinaga yang merupakan batu berukir. Adapun makam hanya 1, namun akibat adanya kutukan, kemenangan atas kutukan, dijadikan batu, tergantung jenis dan suruhannya sesuai kutukan yang ada. 

Di TWA Holiday Resort, masyarakat menyadari bahwa keberadaan Gajah saja tidak cukup untuk menarik minat orang berkunjung ke TWA, masyarakat terpikir untuk melakukan kegiatan wisata alam yang berbasis massal di dalam kawasan untuk tujuan memperkenalkan sisi lain kawasan yang memiliki bentang alam indah dengan sungai membelah kawasan sebagai salah satu potensi alam yang menjadi roh awal penunjukan kawasan sebagai taman wisata alam. 

 

Aminuddin Simatupang menceritakan asal muasal Batu Tulis (Batu Ginurit)

Masyarakat Kelurahan Bandar Durian yang merupakan penyangga kawasan CA Batu Ginurit, menceritakan wilayah CA Batu Ginurit  dikenal sebagai Batu Tulis sebagai perkampungan marga Aritonang Ompusunggu yang merantau dari Bona Pasogit (kampung halaman) ke daerah yang dikenal sebagai Jarinjing.  Untuk menandai keberadaan marga mereka disini, diberilah tanda berupa coretan pada dinding tebing kawasan. Pada gua di dekat CA Batu Ginurit masih sering dijumpai satwa landak dan kelelawar. 

Sejalan pula dengan cerita masyarakat di Desa Kuala Beringin, penyangga CA Aek Liang Balik, yang menyebutkan bahwa daerah Liang Balik awalnya wilayah yang didiami Marga Siahaan dan borunya dari keturunan Naipospos yang merantau juga dari Bona Pasogit. Terdapat kearifan lokal masyarakat sekitar yang dipegang sampai sekarang terkait hasil sungai Liang Balik. Sungai Liang Balik merupakan anak sungai Asahan yang terkenal berarus kuat dan deras, dimana pada bagian dan musim tertentu menghasilkan ikan melimpah yang dapat dipanen masyarakat. Masyarakat memiliki kepercayaan untuk meninggalkan ikan hasil panennya dari sungai tersebut di hutan sekitar sungai untuk makanan Harimau Sumatera, daerah ini masih merupakan lintasan Harimau Sumatera. Para tua2 daerah ini bahkan mengingatkan keturunannya bahwa penampakan Harimau Sumatera di sekitar kampung pada waktu tertentu menandakan hasil panen ikan dari sungai yang pasti akan melimpah. Jika hasil panen ikan tidak ditinggalkan untuk satwa Harimau Sumatera, biasanya satwa buas ini akan mengambil sendiri bagiannya saat ikan hasil panen dipanggang oleh masyarakat.

Berbagai cerita yang datang dari masyarakat sekitar menjadi kisah menarik yang dapat memperkaya keunikan kawasan terlebih lagi untuk menambah ketertarikan masyarakat luar untuk semakin mengenali asal muasal masing – masing kawasan konservasi dan kekhasannya. Cerita – cerita masyarakat sekitar kawasan ini menjadi inspirasi tim penyusun untuk merancang kegiatan yang khas dan unik pada setiap kawasan konservasi.

Sumber : Edina Ginting, S.Hut., M.Si. (PEH Madya) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara




Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini