Saat Patroli Petugas Temukan Jerat

Senin, 29 Januari 2024 BBKSDA Sumatera Utara

Sipirok, 29 Januari 2024. Masih ada saja warga yang memasang jerat untuk berburu satwa. Setidaknya itulah yang ditemukan oleh petugas Balai Besar KSDA Sumatera Utara melalui Seksi Konservasi Wilayah V Sipirok saat melakukan giat Patroli/Pemantauan Kawasan Cagar Alam (CA) Dolok Sipirok, di Desa Sampean, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, bersama dengan lembaga mitra Yayasan Scorpion Indonesia, pada Kamis 25 Januari 2024. Patroli ini memang dikhususkan untuk memantau kondisi sekitar kawasan Cagar Alam (CA) Dolok Sipirok dan juga satwa liar yang ada di dalamnya.

Pada saat patroli, Tim menemukan ada banyak jejak baru dari beberapa satwa liar, diantaranya : rusa, kambing hutan/bedu, babi hutan dan satwa lainnya. Ironisnya disamping jejak satwa liar, termasuk jenis yang dilindungi, Tim juga menemukan jerat-jerat yang dipasang warga yang tentunya digunakan untuk memburu satwa-satwa liar tersebut. Sedikitnya 4 jerat aktif baru dan 5 jerat lama yang ditemukan dan diduga keras digunakan untuk berburu satwa liar jenis rusa serta kambing hutan/bedu. Sayangnya petugas tidak menemukan seorang pun pelaku yang memasang jerat, sehingga jerat tersebut kemudian dibuka/dirusak dan diangkut guna diamankan ke kantor Seksi Konservasi Wilayah V Sipirok.

Balai Besar KSDA Sumatera Utara sejatinya tak henti-hentinya mensosialisasikan kepada warga agar menghentikan kegiatan pemasangan jerat, karena perbuatan tersebut bertentangan dan melanggar ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menegaskan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Konsekwensi hukumnya terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 21 ayat (2) huruf a, menurut Pasal 40 ayat (2) diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Selain itu, melihat tingginya aktivitas pemasangan jerat oleh masyarakat serta dampak yang ditimbulkan terhadap kelestarian satwa liar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga telah mengeluarkan Instruksi Nomor : INS.1/MENLHK/ SETJEN/KUM.1/6/2022 tanggal 17 Juni 2022 tentang Perlindungan Satwa Liar Atas Ancaman Penjeratan Dan Perburuan Liar Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan, yang ditujukan kepada semua jajaran lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hingga kepada Gubernur dan Bupati/Walikota se-Indonesia. Secara umum, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menginstruksikan untuk melakukan koordinasi kebijakan dan program dalam upaya perlindungan satwa liar dari penjeratan dan perburuan liar sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, serta mengambil langkah-langkah strategis terhadap pencegahan terjadinya penjeratan dan perburuan satwa liar.


Di akhir patroli, Tim memasang spanduk yang berisi larangan melakukan kegiatan  berburu satwa liar, termasuk ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Melalui sosialisasi ini diharapkan tumbuh kesadaran masyarakat untuk tidak melakukan perburuan dengan berbagai cara termasuk pemasangan jerat.

Sumber : Gunawan Sitorus (Polhut Mahir) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara


Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini