Melihat Peran Penting Dokter Hewan Dalam Manajemen Konservasi Satwa Mangsa Komodo

Jumat, 29 Juli 2022

Labuan Bajo, 21 Juni 2022. Salah satu peran dokter hewan dalam manajemen konservasi adalah upaya pelestarian, jenis, populasi dan habitat satwa liar dengan memetakan status medis konservasi pada satwa mangsa. Mahasiswa Program Sarjana Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana berkomitmen untuk mempelajari manajemen konservasi medis pada komodo dilihat dari aspek satwa mangsa yaitu Rusa Timor (Rusa timorensis) yang ada di Taman Nasional Komodo.

Kegiatan tersebut dilaksanakan saat magang pada kawasan konservasi in-situ tanggal 11-30 Juni 2022 di Resort Loh Buaya Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah 1 Balai Taman Nasional Komodo. Salah satu bentuk aktivitas yang dilaksanakan adalah melakukan pengamatan dan wawancara terkait manajemen konservasi medis komodo ditinjau dari satwa mangsa yaitu Rusa Timor (Rusa timorensis).

Komodo merupakan satwa endemik Indonesia dan hanya dapat ditemukan di Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, Gili Motang, dan Flores. Secara ekologis, komodo merupakan top predator sehingga gangguan dapat terjadi akibat putusnya rantai makanan yaitu hilangnya vegetasi baik sebagai penutup permukaan tanah maupun sebagai sumber pakan bagi kelompok satwa herbivora, khususnya satwa ungulata yang merupakan mangsa bagi komodo. Banyaknya rusa yang menjadi target perburuan liar mengakibatkan ancaman terhadap menurunnya populasi komodo.

Rusa  timor  (Rusa  timorensis) merupakan  makanan  utama  bagi  komodo.  Adanya  perburuan  liar mengakibatkan penurunan populasi rusa yang dapat mengancam kelangsungan hidup komodo. Ekosistem habitat Rusa timor adalah ekosistem hutan savana yang memiliki ciri terdapatnya rerumputan dan beberapa pohon. Rusa timor merupakan hewan herbivora dan spesifikasi makannya yaitu memakan rerumputan (graminoids). Rusa merupakan salah satu hewan ruminansia. Secara umum hewan ruminansia lebih rentan terjangkit penyakit cacingan. Saluran pencernaan merupakan salah satu organ yang rentan terserang penyakit cacingan (helminthiasis). Cacing dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan kerusakan mukosa usus yang berakibat pada penurunan efisiensi penyerapan makanan. Kondisi ini mengakibatkan penurunan pertumbuhan rusa dan rentan terhadap penyakit lainnya yang dapat membahayakan kesehatan rusa itu sendiri.

Berdasarkan data sekunder yang didapat dari jurnal dengan judul “Tingkat Infestasi Cacing Saluran Pencernaan Pada Rusa Timor (Rusa timorensis)”, diketahui bahwa penularan cacing dapat terjadi melalui pakan dan minum yang tercemar oleh feses. Terjadinya penularan penyakit disebabkan adanya feses yang terinfeksi cacing. Selain cacing, ada pula telur cacing yang berada dalam feses. Feses yang mengandung telur cacing akan berkembang menjadi larva di tanah kemudian masuk ke dalam tubuh rusa melalui proses ingestion bersama pakan yang dimakan.

Haemonchus sp. merupakan salah satu cacing yang umum dijumpai pada ruminansia di tempat beriklim tropis dan kondisi lingkungan yang lembab. Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan ±10 hari terjadi hujan di wilayah Loh Buaya yang mempengaruhi kondisi lingkungan menjadi lembab. Kondisi yang lembab sangat mendukung pertumbuhan cacing Haemonchus sp. karena siklus hidup cacing ini secara langsung dan tanpa inang sehingga cacing dapat dengan mudah menyebar. Kondisi iklim berkaitan dengan tingkat kejadian cacing yang ditemukan pada feses. Namun, tingkat prevalensi cacing pada rusa timor berbeda di setiap wilayah. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan geografis dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi keberadaan siput sebagai perantara larva cacing. Siput yang membawa larva cacing memungkinkan mencemari pakan rusa.

Peran dokter hewan sangatlah penting dalam pengelolaan kawasan konservasi terutama satwa mangsa yang mendukung keberlangsungan hidup komodo sehingga diperlukan pemeriksaan lebih lanjut terkait dengan keberadaan cacing Haemonchus sp. Semoga kedepannya akan ada lulusan Sarjana Kedokteran Hewan yang mendaftarkan diri sebagai Pengendali Ekosistem Hutan di Balai Taman Nasional Komodo dan menjadi memiliki tenaga ahli bidang veteriner yang berperan dalam menjaga kesehatan hewan di kawasan Taman Nasional Komodo.

Sumber : Balai Taman Nasional Komodo

Penanggung Jawab Berita: Kepala Balai Taman Nasional Komodo - Lukita Awang Nistyantara, S.Hut., M.Si. (+6285215959862)

Penulis Berita: Mahasiswa Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana - Maria Magdalena Juliana Floreda Dai

Penyunting Berita:

  1. Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Pertama - Muhammad Ikbal Putera, S.Hut., M.Sc. (+6281310300678)
  2. Mahasiswa Magang Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya - Salma Noer Aulia (+6285155456100)

Informasi Lebih Lanjut: Call Center Balai Taman Nasional Komodo +6282145675612

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini