Peta Kawasan Konservasi Jadi Bukti Oleh Saksi Dari BPN

Jumat, 07 Februari 2025 BBKSDA Sumatera Utara

Para pihak dihadapan Majelis Hakim menyaksikan Peta Kawasan Konservasi

Medan, 7 Februari 2025. Sidang kasus dugaan korupsi alih fungsi kawasan hutan Suaka Margasatwa (SM) Karang Gading Langkat Timur Laut makin menarik perhatian. Kali ini sidang kembali digelar  di ruang sidang Cakra Utama Pengadilan Negeri (PN) Medan, pada Rabu (6/1), dengan agenda mendengarkan keterangan 6 (enam) orang saksi, masing-masing 4 (empat) orang dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Langkat dan 2 (dua) orang adalah Notaris yang merangkap Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT).

Saksi pertama yang dimintai keterangan adalah Saut Tampubolon, mantan Kepala Kantor BPN Kabupaten Langkat tahun 2013. Saut Tampubolon menerangkan, ketika menjabat sebagai Kepala Kantor tidak mengetahui adanya  permasalahan yang berkaitan dengan pengurusan SHM, sehingga dia melanjutkan pengurusan sertifikat, termasuk sertifikat No. 108 yang sedang bermasalah. Saut mengaku tidak mengetahui adanya Surat Pengumuman Peringatan kepada seluruh pegawai lingkup BPN Langkat untuk berhati-hati dalam memproses permohonan penerbitan SHM dari masyarakat, khususnya yang berada di kawasan hutan konservasi, yang diterbitkan oleh Kepala Kantor sebelumnya Nurhayati (periode Juli 2009 s.d Desember 2012). Pengumuman tersebut menindaklanjuti surat peringatan dan himbauan dari Balai Besar KSDA Sumatera Utara untuk tidak menerbitkan surat-surat apapun termasuk SHM di lahan berstatus kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut. Menurut Saut, peringatan seperti itu seharusnya dicatatkan di Buku Tanah BPN dan bukan ditempelkan di tiap-tiap ruangan kerja.

Keterangan Saut Tampubolon bertolak belakang dengan keterangan saksi Samsul yang bertugas melakukan Cek Bersih terhadap permohonan penerbitan  sertifikat. Samsul menyatakan mengetahui adanya Surat Pengumuman Peringatan yang diterbitkan Nurhayati, dan menurutnya secara umum seluruh pegawai lingkup BPN Langkat mengetahui pengumuman itu termasuk Saut Tampubolon Kepala Kantor pengganti Nurhayati. Hanya memang pengumuman tersebut tidak dicatatkan di Buku Tanah, sehingga dianggap tidak tepat.

Saksi berikutnya Bangun, mantan Kepala Sub Seksi Penataan Tanah BPN Langkat periode 2004 s.d 2016, menerangkan bahwa sekitar tahun 2005 saksi ada menerima undangan dari Polres Langkat sehubungan dengan adanya laporan dari Balai Besar KSDA Sumatera Utara tentang sertifikat pemilikan/penguasaan lahan di kawasan konservasi SM. Karang Gading Langkat Timur Laut, sehingga bersama Tim Gabungan dari Polres Langkat dan BBKSDA Sumatera Utara, Bangun melakukan pengecekan di lapangan. Hasil pengecekan, benar bahwa SHM yang terbit sebagian berada di dalam kawasan konservasi.

Menariknya untuk menerangkan tentang SHM yang berada di dalam kawasan konservasi, Bangun menunjukkannya melalui peta kawasan miliknya, yang dibuat oleh Balai Besar KSDA Sumatera Utara kepada Majelis Hakim, terdakwa beserta penasehat hukumnya dan Jaksa Penuntut Umum. Dengan fasih, Bangun menerangkan posisi lahan yang bersertifikat tersebut berada di dalam kawasan konservasi.

Sementara itu, saksi Notaris/PPAT, Dewi dalam kesaksiannya menerangkan pernah mengajukan permohonan penerbitan SHM kepada BPN Langkat untuk kepemilikan lahan beberapa orang termasuk milik terdakwa Alexander Halim. Namun permohonan ditolak oleh Kepala Kantor BPN Langkat, Nurhayati karena tidak lolos Cek Bersih. Akibat diblokir oleh BPN Langkat, Dewi tidak melanjutkan pengurusannya. Lalu pada masa Kepala Kantor Saut Tampubolon, blokir dibuka, sehingga terbitlah SHM pada saat itu.

Kesaksian yang mengejutkan datang dari saksi terakhir Heni, Notaris/PPAT, yang dimintai terdakwa Alexander Halim untuk mengurus balik nama beberapa sertifikat atas nama beberapa orang menjadi atas nama Alexander Halim, istrinya dan anaknya. Untuk pengurusan balik nama tersebut, Alexander Halim membawa orang-orang yang mengaku sebagai pemilik lahan, namun Heni meragukannya dan memastikan bahwa orang-orang tersebut bukanlah pemilik lahan yang sebenarnya. Alexander Halim diduga menggunakan orang-orang palsu atau siluman. Namun karena dijamin oleh Alexander Halim, Heni tetap melakukan balik nama. Setelah balik nama dan terbit sertifikat, Alexander Halim meminta dan mengambil seluruh sertifikat tersebut. 

Heni pun mengaku pernah dimintai keterangan oleh petugas dari Kementerian Kehutanan bagian Penegakkan Hukum (Gakkum) berkaitan dengan penerbitan SHM tersebut. Semakin hari sidang semakin menarik untuk dicermati. Beberapa fakta mulai terungkap dalam persidangan, setelah mendengarkan keterangan sejumlah saksi. Sidang masih akan dilanjutkan pada Senin (10/2) untuk mendengarkan keterangan saksi lainnya.

Sumber : Evansus Renandi Manalu (Analis Tata Usaha) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara



Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini