Si Kodok Merah di Taman Nasional Gunung Ciremai

Selasa, 05 September 2017

Kuningan (5/9/2017)  Bleeding Toad atau Kodok Merah adalah binatang paling rentan terhadap perubahan cuaca, kodok ini juga merupakan binatang yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan seperti polusi air, perusakan hutan, perubahan iklim. Karena kepekaan mereka, Kodok merah dapat dijadikan indikator perubahan lingkungan (Kurniati, 2008)

Kodok ini populasinya menurun drastis semenjak Gunung Galunggung meletus 30 tahun silam. Pada tahun 2004 hewan ini masuk dalam katagori critically endangered atau tingkat keterancaman tertinggi sebelum punah dari lembaga konservasi dunia IUCN. Sayangnya, meskipun populasinya sangat sedikit dan sebarannya yang sangat sempit hewan langka, hewan endemik, sekaligus hewan unik ini tidak termasuk dalam satwa yang dilindungi di Indonesia (Iskandar, 2009).

Keberadaan Kodok Merah di Kawasan TNGC pertama kali ditemukan dari hasil survey biodiversitas oleh PILI (Pusat Informasi Lingkungan Indonesia) pada Tahun 2013. Berdasarkan data hasil kegiatan tersebut ditemukan jumlah populasi kodok merah sekitar 21 individu dan hanya dijumpai di Jalur Curug Cisurian dan Curug Cilutung yang merupakan aliran dari Sungai Padare.

Menurut PILI, Leptophryne cruentata atau Kodok merah diklasifikasikan ke dalam Family Bufonidae. Ciri utama dari kodok ini adalah memiliki kulit berwarna hitam dan berbintil-bintil dengan bercak-bercak warna putih, merah atau kuning. Pangkal paha berwarna merah serta tympanum tidak terlihat jelas. Memiliki tubuh yang ramping, dengan ukuran berkisar antara 2 – 4 cm. Berudu kodok merah juga khas jika dibandingkankan dengan berudu yang lain, yaitu berwarna hitam kelam dan terdapat lapisan transparan pada bagian luarnya dengan ukuran kurang lebih 0.5 cm.

Spesies ini hanya hidup pada aliran sungai yang masih bersih dengan sempadan sungai yang masih alami dimana tutupan tajuknya mencapai 90% sehingga intensitas matahari yang sampai ke permukaan tanah sangat sedikit. Spesies ini juga dapat dijadikan sebagai indikator bahwa lingkungan tempat tinggalnya masih baik. Spesies ini hanya hidup pada ketinggian 1.200 – 1.700 mdpl.

Hasil monitoring populasi Kodok Merah dari bulan Maret - Juni 2017 di kawasan TNGC telah ditemukan 232 ekor yang tersebar pada 5 lokasi lingkup SPTN Wil. I Kuningan yaitu di Blok Kopi Wakuwu; Ipukan; Kopi Padarek; dan Kopi Bojong. Ancaman yang saat ini berpotensi mengganggu keberadaan habitat dan populasi kodok merah di kawasan TNGC adalah aktifitas wisata khususnya di aliran Curug Cisurian dan Buper Ipukan.Hasil survei pada tahun 2013 tersebut kemudian segera  ditindaklanjuti dengan kegiatan monitoring pada bulan Maret s/d. Juni 2017 dengan menggunakan  Metode Visual Encouter Survey (VES) yang dikombinasikan dengan Sistem Jalur (Transek Sampling). Metode Visual Encouter Survey (VES) adalah metode pencarian dengan mata telanjang, bergerak perlahan serta fokus mencari di dalam air dan tepian aliran air yang diduga banyak kodoknya (Crump and Scott, 1994; Kurniati, 2003; Kusrini, 2009). Sedangkan sistem jalur adalah transek jalur sepanjang 500 m dibuat dibagian tengah badan air berupa garis imajiner mengikuti bentuk badan air yang berkelok, menggunakan GPS (Jaeger, 1994; Crump and Scott, 1994; Kusrini, 2009).

Oleh: Azis Abdul Kholik, S. Hut (PEH Pertama, SPTN Wil. I Kuningan) - BTN Gunung Ciremai

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Belum terdapat komentar pada berita ini