Kamis, 14 November 2024 BBKSDA Sumatera Utara
Saksi dari Polda Sumut dan Balai Besar KSDA Sumut serta Ahli dari Balai Besar KSDA Sumut sedang diambil sumpah oleh Ketua Majelis Hakim
Medan,14 November 2024. Kasus perdagangan satwa liar dilindungi jenis Kakatua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea) memasuki babak baru. Pada Rabu 13 November 2024, kasus ini digelar di persidangan Pengadilan Negeri (PN) Medan di ruang Cakra V. Agenda sidang adalah pemeriksaan Saksi dari Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara dan dari Balai Besar KSDA Sumatera Utara. Selain itu didengar juga keterangan Ahli dari Balai Besar KSDA Sumatera Utara.
Kasus ini bermula ketika seorang pelaku Ferdinan Parmonangan Tampubolon, SE., beralamat di jl. Nilam Raya Perumnas Simalingkar, Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, berhasil ditangkap oleh petugas Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Utara saat akan memperniagakan satwa dilindungi Kakatua Jambul Kuning sebanyak 7 (tujuh) ekor melalui Bus Paimaham, pada Rabu 12 Juni 2024, sekitar pukul 18.00 Wib di Loket Bus Paimaham jln. Gagak Hitam Ring Road, Kelurahan Sunggal, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan. Selain mengamankan pelaku dan menetapkannya sebagai tersangka, petugas juga menyita ketujuh ekor satwa tersebut dan menitipkannnya ke Balai Besar KSDA Sumatera Utara guna direhabilitasi di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Sibolangit sampai menunggu proses hukum berjalan.
M. Ali Iqbal Nasution, Anggota Tim Kerja Perlindungan dan Pengamanan Kawasan Konservasi dan Kehati Balai Besar KSDA Sumatera Utara sebagai Saksi dalam keterangannya menjelaskan bahwa pertama kali mendapat informasi dari Penyidik Subdit IV/Tipidter Ditreskrimsus Polda Sumut melalui telephone pada hari Rabu tanggal 12 Juni 2024 sekitar pukul 18.00 Wib, mengingat Saksi bekerja membidangi penanganan satwa yang dilindungi di Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara. Setelah Saksi mengamati dan meneliti, diketahui bahwa jenis satwa yang diamankan dari pelaku yaitu burung Kakatua Jambul Kuning (Cacatua Sulphurea) sebanyak 7 (tujuh) ekor.
Saksi M. Ali Iqbal Nasution saat memberi keterangan sebagai Saksi
Saksi juga menjelaskan bahwa Kakatua Jambul Kuning termasuk hewan yang dilindungi karena spesiesnya endemik dan jumlahnya sedikit, sehingga ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi. Adapun asal habitatnya secara umum berasal dari Indonesia Bagian Timur seperti Pulau Maluku dan Papua.
Saat ditanya Majelis Hakim apakah terdakwa ada memiliki izin penangkaran dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI ataupun dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara dalam kepemilikan 7 ekor burung Kakatua Jambul Kuning tersebut, Saksi menjawab bahwa terdakwa tidak ada memiliki izin penangkaran baik dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI maupun dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara.
Ahli dari Balai Besar KSDA Sumatera Utara memberikan keterangan
Semenetara itu Dede Syahputra Tanjung, SP. Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Ahli Muda Balai Besar KSDA Sumatera Utara dalam keterangannya sebagai Ahli menjelaskan, bahwa berdasarkan morfologi satwa yang diamankan oleh Polda Sumatera Utara adalah burung Kakatua Jambul Kuning dengan nama latin Cacatua sulphurea dengan ciri-ciri : hampir semua bulunya berwarna putih, pada kepalanya terdapat jambul berwarna kuning yang dapat ditegakkan, berparuh hitam, kulit di sekitar matanya berwarna kebiruan dan kakinya berwarna abu-abu, bulu-bulu terbang dan ekornya juga berwarna kuning.
Kemudian berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi, bahwa satwa yang diamankan oleh Tim Unit 3 Subdit IV / Tipiter Ditreskrimsus Polda Sumut dari Loket Bus Paimaham yang berada di Jl. Gagak Hitam Ring Road, Kel. Sunggal, Kec. Medan Sunggal, Kota Medan, Prov. Sumut sesuai pada lampiran No. 260 yang merupakan satwa yang dilindungi.
Usai mendengar keterangan Saksi dan Ahli, Majelis Hakim meminta keterangan dari terdakwa yang intinya menyampaikan bahwa satwa tersebut sebelumnya dibeli dari Surabaya seharga Rp. 3 juta per ekor dan akan diperdagangkan dengan harga Rp. 4 juta per ekor ke daerah Kuala Simpang, Aceh melalui transportasi bus. Kegiatan perdagangan dilakukannnya melalui on-line. Terdakwa sudah ada menerima uang DP dari pembeli sebesar Rp. 1 juta. Dan terdakwa pun mengetahui bahwa satwa tersebut merupakan jenis yang dilindungi undang-undang.
Untuk mendengarkan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum, Majelis Hakim mengundur sidang sampai tanggal 27 November 2024.
Sumber : Evansus Renandi Manalu (Analis Tata Usaha) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 5