Kematian Gajah Liar di Kabupaten Aceh Tengah

Rabu, 19 Juli 2017

Pada hari Senin tanggal 17 Juli 2017, telah ditemukan seekor gajah mati di kebun masyarakat di Dusun Payalah, Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah pada titik koordinat N. 04 51 51,9 dan E. 086 40 46,0.  Bangkai gajah ditemukan pertama kali oleh warga dan kemudian melaporkannya kepada aparat desa dan kecamatan.   Gajah berjenis kelamin jantan berumur sekitar 40 tahun, dengan kondisi pada saat ditemukan kondisinya sudah membusuk.   Kejadian kematian diperkirakan sudah lebih dari 3 minggu.   Gading gajah yang ditemukan hilang, kepala terbelah (diperkirakan dibelah dalam upaya mengambil gadingnya) dan terdapat lobang seperti terkena tembakan di tulang tengkorak.  

Tim BKSDA Aceh dalam hal ini dari CRU Peusangan telah turun untuk mengecek ke lapangan, mengambil dokumentasi dan membuat berita acara serta kemudian membuat laporan polisi ke Polres Aceh Tengah melalui laporan nomor : LP B/88/VII/2017/SPKT.  Lokasi tempat kejadian saat ini telah dibatasi dengan garis polisi (police line) dan pihak Polres Aceh Tengah telah memulai penyelidikan kasus kematian gajah yang hilang gadingnya ini.  Pihak BKSDA Aceh siap melakukan otopsi sesuai arahan dari Polres Aceh Tengah untuk mengetahui penyebab pasti kematian gajah.

BKSDA Aceh sangat berharap kasus kematian gajah di Aceh Tengah yang hiang gadingnya ini dapat segera terungkap untuk memberikan efek jera kepada para pelaku.   Dikhawatirkan kejadian ini merupakan kesengajaan dalam upaya mendapatkan gading gajah yang kemudian terhubung dengan sindikat perdagangan gading, sehingga jika tidak terungkap dikhawatirkan akan dapat terulang lagi di kemudian hari.

Kematian gajah liar di Kabupaten Aceh Tengah ini merupakan kejadian kematian gajah liar ke-4 di Provinsi Aceh sepanjang tahun 2017 ini, ditambah dengan 1 janin gajah yang keguguran. Konflik gajah dengan masyarakat sendiri hampir tidak berhenti sepanjang tahun ini diakibatkan semakin sempitnya habitat gajah di Aceh akibat kerusakan habitat.  Selain itu upaya perburuan satwa khususnya gajah diduga masih cukup marak terjadi.  Habitat gajah sumatera di Provinsi Aceh seperti diketahui 85 % berada di luar kawasan konservasi dan bahkan di luar kawasan hutan, sehingga potensi konflik sangat tinggi dan pengawasannya dari perburuan memerlukan upaya yang tidak mudah.

Dalam mengatasi konflik gajah, pihak BKSDA bersama dengan Pemerintah Aceh dan mitra telah membangun 7 CRU (Conservation Respon Unit) di seluruh wilayah Aceh dalam rangka mempercepat respon kejadian konflik gajah.   Selain itu BKSDA Aceh juga telah memasang 5 perangkat GPS Collar pada lima kelompok gajah di Bener Meriah, Aceh Tengah, Pidie dan Aceh Jaya untuk mengetahui pergerakan gajah sebagai bagian dari deteksi dini konflik serta untuk pemetaan wilayah jelajah gajah sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan penataan ruang ke depannya. Data pergerakan gajah yang telah dipasang GPS Collar akan terdeteksi setiap

4 jam melalui satelit.  BKSDA Aceh didukung mitra serta beberapa Pemerintah Kabupaten juga telah membuat parit sebagai barrier buatan untuk mencegah gajah keluar ke kebun maupun pemukiman masyarakat di beberapa lokasi seperti Aceh Timur, Aceh Tengah, Bener Meriah dan Aceh Jaya.   Patroli pengamanan habitat gajah juga telah dilakukan meskipun frekuensi dan coverage wilayahnya masih jauh dari cukup dibandingkan luasan habitat gajah di Aceh.

Sumber: BKSDA Aceh

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini