Dan Penyu-Penyu Itupun Akhirnya Bebas

Senin, 17 Juli 2017

Ambon, 14/7/2017, 34 ekor penyu hijau (Chelonia mydas) dan 1 ekor penyu lekang (Lepidochelys olivacea) milik “Valentine Resort” akhirnya menemukan kebebasan setelah dilepasliarkan ke habitatnya. Kegiatan pelepasliaran satwa dilindungi ini dipimpin langsung oleh Kepala Balai KSDA Maluku Ir. Yunus Rumbarar, didampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (PSPL) KKP Satker Ambon, Balai Pengawasan Sumber Daya Kelautan (PSDKP) KKP Satker Ambon, Polres SBB, dan Koramil Piru.

Kegiatan ini bertujuan untuk melindungi keberadaan dan tetap menjaga kelestarian satwa liar dari kepunahan serta untuk menjamin kesejahteraan satwa dilindungi tersebut. “Kalau dilihat karapasnya saja tidak bersih. Kalau terus dikurung disini (keramba) pakannya tidak tersedia, pasti jumlah makanan alaminya terbatas. Apalagi letak keramba ini disebelah hutan mangrove yang bukan habitat penyu.” jelas bapak Yunus Rumbarar, Jumat (14/7).

Dari informasi yang didapat, penyu-penyu dalam keramba disimpan satu persatu oleh pengelola Valentine Resort. Penyu dibeli dari hasil tangkapan masyarakat yang dijual di Pasar Kecamatan Piru (Ibukota Kabupaten SBB). Penyu tersebut ditangkap nelayan saat melaut. Termasuk juga beberapa penyu hasil sitaan di sekitar Kabupaten SBB oleh Koramil Piru yang dititipkan di keramba Valentine Resort. Pemilik resort berniat menjaga dan menyelamatkan penyu-penyu tersebut. Namun, sesuai aturan keberadaan satwa dilindungi harus dilaporkan ke kantor BKSDA. Sangat disayangkan pengelola resort tidak melaporkan keberadaan satwa dilindungi tersebut ke kantor BKSDA. Hal ini menyebakan penyu tersebut tidak dapat termonitor kondisinya. “Tetap kita cari terkait penjelasan mereka untuk tujuan pelestarian atau ada maksud lain. Mereka mestinya melapor ke BKSDA bila maksud mereka untuk penyelamatan satwa tersebut.” lanjut bapak Yunus.

Untuk diketahui, penemuan penyu-penyu ini merupakan hasil pantauan media tentang keberadaan satwa dilindungi di sebuah resort wisata. Menindaklanjuti informasi tersebut, Jumat (7/7) kegiatan patroli gabungan yang dipimpin oleh tim Polhut BKSDA Maluku pun diturunkan untuk memeriksa. Total 35 ekor penyu diamankan di sebuah keramba seluas satu hektar milik resort wisata yang dibangun di dalam kawasan teluk Kotania, sebuah kawasan pesisir yang juga berbatasan langsung dengan kawasan konservasi TWAL Pulau Marsegu. Tepatnya di Dusun Resetlement Pulau Osi-Pelita Jaya, Desa Eti, Kabupaten SBB. Saat itu petugas menemukan bahwa penyu-penyu yang berada dalam keramba dalam kondisi kesehatan yang kurang memadai dan perlu segera dilakukan pemeriksaan.

“Bisa dikatakan sebagian besar kondisinya lemah.” ungkap Robiandi, dari tim Loka PSPL Kementerian Kelautan dan Perikanan Satker Ambon. Hal ini mengacu dari keadaan penyu yang tidak agresif dan terkesan lemah saat diangkat ke darat dari dalam keramba. Berbeda jika penyu yang hidup bebas di alam ketika akan diangkat ke darat penyu tersebut akan meronta-ronta. Robiandi juga menjelaskan, penangkapan penyu di perairan Maluku masih marak dilakukan khususnya oleh masyarakat pesisir. Selain unsur kesengajaan, penyu juga tertangkap karena tersangkut jaring nelayan atau dikatakan penangkapan sampingan.  

Di perairan Pulau Seram Barat sendiri terutama di kawasan teluk Kotania, konflik satwa liar terutama penyu dengan masyarakat memang kerap terjadi. Penyu hijau tidak jarang ditangkap maupun dibunuh karena dianggap menjadi hama yang menyerang tanaman rumput laut milik masyarakat. Kawasan teluk Kotania memang terkenal dengan sentra produksi rumput laut di pesisir barat Pulau Seram dengan tingkat produksi rumput laut kering mencapai 12-36 ton/Ha. Terkadang masyarakat mengeluhkan tentang keberadaan penyu karena panen rumput laut yang mereka budidayakan menjadi berkurang dimakan oleh penyu-penyu tersebut.

BKSDA Maluku dan Pemerintah Daerah Kabupaten SBB terus menghimbau kepada masyarakat untuk tidak lagi menangkap satwa liar yang dilindungi. “Kami akan terus sosialisasi tentang hewan-hewan dilindungi seperti penyu hijau ini untuk tidak ditangkap lagi.” ungkap bapak Alfin Tuasun, Kadis LH Kabupaten SBB. Kegiatan sosialisasi tersebut merupakan tindakan preventif yang diharapkan mampu mengajak masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan dan bersama-sama ikut melindungi keberadaan penyu hijau agar hidup bebas di habitatnya dan menjaga keseimbangan ekosistem. “Akan diambil langkah penegakan hukum sesuai aturan yang berlaku bagi masayarakat yang sudah memahami tapi tetap melakukan pelanggaran.” lanjut beliau.

Rifky Firmana Primasatya (Penyuluh Kehutanan Pertama BKSDA Maluku)

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini