Jumat, 14 Juli 2017
Jakarta, Biro Humas Kementerian LHK, Kamis, 13 Juli 2017. Menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 jo. Nomor 57 Tahun 2016, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan Peraturan Menteri LHK Nomor. P.40/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017, tentang Fasilitasi Pemerintah pada Usaha Hutan Tanaman Industri dalam rangka Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, pada tanggal 4 Juli 2017.
Hal ini juga sebagai jawaban bagi semua pihak, terkait pengaturan mekanisme penggantian lahan usaha (land swap), pada areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada HTI (IUPHHK-HTI), yang selama ini dipertanyakan. Sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono di Jakarta (13/07/2017), syarat utama perolehan land swap adalah telah disahkannya revisi atau penyesuaian Rencana Kerja Usaha (RKU) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT).
Bambang menuturkan bahwa, alokasi land swap diarahkan pada areal bekas HTI yang memiliki kinerja tidak bagus atau dikembalikan, atau berupa areal pemohon yang belum turun perizinannya. “Alokasi lahan land swap, merupakan areal kerja HTI yang memiliki kinerja buruk, dan harus di tanah mineral. Saat ini telah tersedia alternatif penyediaan land swap seluas kurang lebih 902.210 Ha”, ujar Bambang.
Alokasi tersebut bersumber dari areal yang belum turun perizinannya seluas 507.410 Ha, areal kelola sosial yang berada di luar Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) seluas 290.560 Ha, areal tutupan lahan hutan di bawah 20% dan berdekatan dengan HTI seluas 61.785 Ha, serta areal Hutan Produksi yang belum diarahkan seluas 42.445 Ha.
Dijelaskan Bambang, dalam Permen LHK ini, pemerintah memberikan banyak fasilitasi bagi pemegang konsesi, dalam bentuk dukungan penanganan konflik, dukungan pengembangan perhutanan sosial, dan dukungan penyediaan lahan pengganti (land swap).
Mendukung pernyataan Bambang, Direktur Kesatuan Pengelolan Hutan Produksi, Ditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Drasospolino, menyampaikan bahwa, penyesuaian RKU dan RKT IUPHHK-HTI sesuai peta Fungsi Lindung Ekosistem Gambut (FLEG), perlu tetap menjaga kontinuitas ketersediaan bahan baku industri dan kesinambungan usaha.
“Land swap diberikan kepada pemegang IUPHHK-HTI yang areal kerjanya ditetapkan menjadi FLEG, seluas di atas atau sama dengan 40%”, Drasospolino menjelaskan. Berdasarkan hasil review areal tanaman pokok yang terkena fungsi ekosistem gambut, diketahui seluas 699.929 Ha telah dilakukan realisasi tanaman pokok di FLEG, sedangkan seluas 210.464 Ha belum ditanami.
Menegaskan mekanisme pengelolaan land swap ini, Bambang menyampaikan, apabila dalam waktu satu tahun tidak dilakukan penanaman, atau tidak ada kemajuan pemanfaatan di lapangan pada areal land swap, maka Menteri akan mencabut pemberian land swap tersebut.
Bambang juga menekankan bahwa KLHK akan terus melakukan asistensi, monitoring dan penilaian terhadap implementasiland swap, hingga dicapai tingkat keberhasilan dalam pengelolaan ekosistem gambut dan keberlangsungan usaha HTI.(*)
Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Djati Witjaksono Hadi - 081375633330
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0