Senin, 12 Oktober 2020
Banjarbaru, 2 Oktober 2020 – Trenggiling (Manis javanica), hewan pemakan serangga terutama rayap dan semut ini, akhirnya dilepasliarkan kembali ke alam. Hewan yang termasuk dalam kelas mamalia ini dilepaskan di hutan Tahura Sultan Adam pada pada 2 Oktober 2020.
Ketika dilepasliar, si hewan unik ini masih dalam kondisi menggulung seperti bola. Setelah beberapa waktu dibiarkan di tanah, Trenggiling mulai membuka badannya dan langsung berjalan masuk ke dalam hutan. Pelepasliaran dilaksanakan oleh Tim BKSDA Kalsel (Rudi Pranoto, H.M. Rizali Rahman dan Jarot Jaka M) dan Tim Tahura Sultan Adam (Marvizon dan Maryoto). Tahura Sultan Adam dipilih sebagai lokasi pelepasliaran karena kawasan hutannya masih dalam kondisi baik sehingga akan menyediakan cukup pakan bagi Trenggiling untuk tumbuh dan berkembangbiak. Setidaknya ada sekitar 20 Ha hutan di Tahura yang masih dalam kondisi rapat, yang diplot oleh pengelola sebagai areal pelepasliaran satwa.
Kepala Balai KSDA Kalsel Dr. Ir. Mahrus Aryadi, M.Sc menjelaskan bahwa Trenggiling merupakan salah satu komponen yang penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Keberadaan hewan ini sangat penting terutama karena perannya dalam mengendalikan populasi rayap dan semut di dalam hutan. Pakan Trenggiling mayoritas adalah rayap dan semut, sehingga adanya Trenggiling di dalam hutan akan sangat membantu dalam menjaga populasi kedua serangga tersebut supaya dalam kondisi yang stabil, imbuhnya.
Hewan yang tidak bergigi ini sangat mengandalkan lidahnya dalam mencari makan. Setiap menemukan rayap atau semut, lidah panjangnya akan dijulurkan keluar dan seketika itu pula serangga menempel dan ditelan bersamaan dengan masuknya kembali lidah ke dalam mulut.
Trenggiling yang dilepasliarkan ini bersumber dari hasil operasi perdagangan TSL dilindungi oleh Reskrimsus Polda Kalsel. Sebagian oknum, masih menjadikan hewan norcturnal ini sebagai ladang bisnis yang menggiurkan. Konon, daging hewan ini dipercaya memiliki khasiat sehingga sering diekspor ke China untuk pengobatan tradisional disana. Sementara sisik hewan ini dipercaya memiliki kandungan seperti narkotika, sehingga sering disalahgunakan. Karena dua alasan itu, Trenggiling sampai saat ini masih terus diburu. Dukungan dari semua pihak, baik Pemerintah, Penegak Hukum, dan masyarakat sangat diperlukan agar keberadaan “Si Pemakan Rayap” ini tetap lestari di hutan.
Sumber: Balai KSDA Kalimantan Selatan
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0