Hari Bersejarah Konservasi Banteng Jawa di Indonesia

Sabtu, 05 September 2020

Situbondo, 5 September 2020. Kamis tanggal 3 September 2020 merupakan hari yang bersejarah bagi konservasi banteng jawa (Bos javanicus) di Indonesia. Pada hari tersebut, 2 (dua) banteng jantan yaitu Tekad (lahir 9 Juli 2014) dan Patih (lahir 23 Mei 2016) yang merupakan banteng hasil perkembangbiakan secara eksitu di Suaka Satwa Banteng (SSB) Taman Nasional Baluran dikembalikan ke habitat alaminya di Taman Nasional Baluran oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Ir. Wiratno,M.Sc. 

Mengingat banteng ini lahir di fasilitas eksitu, metode pelepasliaran yang dilakukan adalah soft release, di mana satwa telah melalui proses panjang untuk siap baik secara perilaku maupun kemampuan bertahan hidup. Kedua banteng tersebut telah menjalani proses habituasi selama 8 bulan sebelum dilepasliarkan. Dengan menggunakan GPS Collar bantuan dari Copehangen Zoo Program di TN Baluran, kedua banteng tersebut akan dipantau pergerakannya oleh tim selain dipantau juga secara manual mengikuti pergerakan banteng dan mencatat mencatat perilaku banteng selama 3 bulan.

Program pengembangbiakan banteng di SSB Taman Nasional Baluran bertujuan untuk mendukung percepatan pemulihan populasi spesies terancam punah yang hanya tersisa kurang dari 5000 ekor di alam ini serta untuk memperkaya keragaman genetik banteng yang ada di Taman Nasional Baluran. Populasi banteng liar di Baluran sendiri, selama 5 tahun terakhir menunjukkan tren peningkatan populasi yang menggembirakan. Dari estimasi 44 - 51 individu di tahun 2015, meningkat menjadi 124 - 140 individu di tahun 2019. Estimasi populasi tersebut didapatkan dari analisa data kamera trap yang dilakukan setiap tahun.

Suaka Satwa Banteng merupakan salah satu strategi untuk mengintervensi faktor alam yang sudah sulit terjadi dan dijadikan sebagai "gene pool" yang berfungsi untuk menampung banteng dari berbagai kantong populasi, kemudian dikembangbiakan untuk menghasilkan individu banteng dengan variasi genetik yang lebih beragam. Anakan dari Suaka Satwa Banteng inilah yang nantinya dilepasliarkan ke alam sebagai "fresh blood" untuk menjaga variasi genetik populasi di alam tetap terjaga.

Saat ini kantong populasi utama banteng jawa di Pulau Jawa hanya tersisa berada di Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Ujung Kulon. Keempat habitat tersebut sudah terisolasi oleh area pemukiman dan budidaya, yang tidak memungkinkan bagi banteng-banteng tersebut untuk saling terhubung yang dalam jangka panjang bisa mengakibatkan turunnya kualitas genetik dan berdampak pada berbagai hal, seperti penyakit genetik hingga potensi banteng menjadi kerdil.

 

Upaya menurunkan ancaman kelestarian banteng di Taman Nasional Baluran seperti perburuan dan penanganan invasive spesies Acacia nilotica  seluas 6000 hektar terus dilakukan pengelola TN Baluran dan mitra untuk memulihkan populasi banteng. Dengan kemampuan reproduksi yang relatif cepat, di mana hampir setiap tahun banteng mampu bereproduksi, optimisme populasi banteng dapat pulih di Taman Nasional Baluran sangat tinggi disamping upaya untuk menyiapkan habitat ideal bagi banteng.

Sumber : Balai Taman Nasional Baluran

Penanggung Jawab Berita :

Nunu Anugrah Kepala Biro Humas KLHK - 081281331247

Pudjiadi Kepala Balai Taman Nasional Baluran - 0813 36594734

Call Center TN Baluran : 0853 1938 9646 (Joko Mulyo Ichtiarso)

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini