BTN Karimunjawa Bersama WCS-IP Menilai Kesehatan Perairan dari Penyakit Karang dan Mikroplastik

Sabtu, 27 Juni 2020

Sabtu, 27 Juni 2020 - “Ternyata surveinya gak susah, cuma kalau ketemunya banyak di satu karang ya jereng juga ngitungnya lubang-lubang di karang. Tapi asik lah, belajar ilmu baru,” kata Rajif Amrullah (Rullah), seorang pemandu dan divemaster perwakilan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) cabang Karimunjawa, saat ditanya kesannya mengambil data coral macro-bioeroder atau hewan pengebor karang untuk pertama kalinya. Rullah bergabung menjadi salah satu tim pengambil data kegiatan survei pendahuluan penyakit karang, makroplastik dan hewan pengebor karang di perairan Taman Nasional (TN) Karimunjawa pada 15-22 Juni 2020 lalu. Kegiatan survei dilaksanakan oleh Wildlife Conservation Society (WCS) bersama Balai TN Karimunjawa. Tim pengambil data terdiri dari 2 staf WCS, 2 staf Balai TN Karimunjawa dari SPTN 1 dan 2, 2 perwakilan HPI Karimunjawa, dan didampingi oleh seorang konsultan ahli di bidang penyakit karang dari Universitas Diponegoro, Semarang.

Survei ini merupakan kegiatan pembuka dari rangkaian studi kualitas air yang akan dilaksanakan di perairan TN Karimunjawa. Tujuan dilakukan survey tersebut ada dua, yaitu (1) untuk meninjau kondisi perairan di Karimunjawa sebagai indikasi kesehatan ekosistem terumbu karang, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan optimal ekosistem terumbu karang dan apakah mendukung resiliensinya dalam menghadapi tekanan aktivitas manusia dan perubahan iklim dan (2) menjadi data dasar pada saat kegiatan wisata tidak aktif, sebagai pembanding dengan kondisi nanti pada saat wisata telah aktif kembali.

Kondisi penyakit karang dan kelimpahan hewan pengebor karang (coral bioeroder) merupakan beberapa faktor biotik yang dapat memberikan indikasi kondisi perairan di sebuah ekosistem terumbu karang. Misalnya, studi-studi sebelumnya menunjukkan pada perairan yang kadar nitrogennya tinggi, tinggi pula kegiatan bioerosi atau jumlah hewan bioeroder di ekosistem terumbu karangnya. Kadar nitrogen di perairan dapat mengindikasikan kualitas perairan itu sendiri dan memberikan indikasi kondisi limpasan limbah cair dari daratan ke lautan. Sedangkan plastik, melalui studi-studi, telah ditemukan memiliki korelasi positif terhadap kerentanan karang terumbu terhadap penyakit dan pemutihan (bleaching).

Survei pendahuluan penyakit karang, makroplastik dan bioeroder telah dilakukan di 20 lokasi dari 38 total lokasi pengambilan data untuk kajian kualitas air di perairan Karimunjawa. Lokasi-lokasi tersebut adalah sebagai berikut: perairan Ujung Gelam (pantai wisata), perairan Jati Kerep (dekat tambak), perairan Dusun Lego (pemukiman padat penduduk di desa Karimunjawa), Pulau Bengkoang (kontrol), perairan Telaga (pemukiman penduduk di desa Mrican), perairan Mrican (dekat tambak), Maer (lokasi wisata yang sedang ditutup), Pulau Menjangan Kecil (wisata), Keramba wisma apung (perikanan), Kura-kura resort (Resort wisata), Halo Hotel (resort wisata), Pelabuhan Syahbandar, Legon Janten (zona inti, kontrol), Tanjung Dua (zona inti, kontrol), perairan Java Paradise (Resort wisata), Legon Bajak (dekat PLTD dan pelabuhan), Legon Nipah (dekat tambak), Legon Lele (dekat muara sungai besar), perairan Selatan Karimunjawa (dekat pemukiman padat penduduk), dan Pelabuhan Ferry. Rullah mengakui bahwa “lokasi yang berbeda, kondisi bioerodernya juga berbeda-beda.”

Endang Abdul Rohman, salah satu tim pengambil data dari Balai TN Karimunjawa SPTN 2 Karimunjawa, mengakui ketertarikan dan semangatnya memelajari survei penyakit karang yang merupakan bidang baru baginya. “Senang dapat ilmu baru sekali bisa aplikasi learning by doing. Tapi belum sempat lihat semua jenis penyakit karang, paling banyak white syndrome dan pink blotch.

Survei dilakukan dengan metode transek sabuk (belt transect) sepanjang 20 meter x 2 meter sebanyak 3 kali ulangan di ekosistem terumbu karang pada kedalaman 3.5-4.5 meter. Koloni karang yang menunjukkan gejala atau tanda penyakit dicatat dan jumlah koloni karang sehat juga dicatat. Sedangkan survey bioeroder dilakukan dengan metode belt transect yang sama dengan menghitung jumlah individu cacing, kerang, spons, bulu babi dan mahkota duri di sepanjang transek. Langkah selanjutnya akan dilakukan pengolahan dan analisis data, selain itu pengambilan data akan dilakukan kembali beberapa bulan setelah kegiatan wisata telah aktif. Pengambilan data selanjutnya akan dilakukan tidak hanya pada faktor biotik, namun juga abiotik dari parameter kualitas perairan seperti kandungan nitrogen dan fosfat.

 

Sumber : Ratih WCS-IP - Balai TN Karimunjawa

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini