Bukti Pemulihan Karang Keras di TNKPS Selama Pandemi Covid 19

Rabu, 24 Juni 2020

Kepulauan Seribu, 17 Juni 2020. Tahun ini musim angin Angin Barat belum berhenti dilanjutkan pandemi COVID 19 memberikan kesempatan terumbu karang khususnya karang keras di Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) untuk memulihkan diri. Kawasan TN Kepulauan Seribu ditutup untuk kegiatan wisata sejak 15 Maret 2020 dan  hingga saat tulisan ini dibuat (17 Juni 2020). Nol kunjungan berdampak sangat signifikan menghentikan sumber-sumber tekanan terhadap karang. Perikanan tangkap menukik tajam karena jumlah pembeli berkurang drastis. Nelayan memilih memarkir kapalnya dan melakukan doking. Kiriman sampah menurun hingga 50% karena aktivitas di daratan hanya di rumah (stay at home).

Mari kita lihat beberapa bukti secara kualitatif yang dapat diduga sebagai aktivitas karang memulihkan dirinya pada satu lokasi selama masa penutupan kawasan.

  1. Substrat kosong tanpa alga terutama Padina sp.

Perairan TNKpS memang terkenal dengan visibility (jarak pandang) yang rendah dan pertumbuhan alga yang cepat. Setiap jengkal perairan di pulau pemukiman diketemukan Padina sp. Foto di bawah ini adalah perairan dengan kedalaman 1 meter di Pulau Saktu, tepatnya sebelah kiri dermaga jika kita menghadap ke arah barat.

Penampakan ketiga foto di atas menunjukkan substrat dasar yang masih kosong (belum teraneksasi oleh karang) tampak bersih tanpa alga. Penulis mendapati adanya karang dengan tipe pertumbuhan encrusting (merayap menutupi permukaan substrat) yang bertumbuh cukup signifikan. Perkiraan penulis jika melihat kondisi pada saat penyelaman, karang encrusting sudah menutupi substrat yang kosong selebar 6 – 10 cm (dari deliniasi garis warna hijau). Jika masa pandemi COVID19 hingga saat ini dihitung 5 bulan, maka laju pertumbuhannya adalah 1 – 2 cm.

  1. Kondisi parameter lingkungan ekosistem terumbu karang yang lebih optimal

Pada masa menutupan kawasan TNKpS akibat pandemi covid19, telah terbentuk kondisi parameter lingkungan ekosistem terumbu karang yang lebih optimal yang mampu mendukung pertumbuhan terumbu karang. Hal tersebut dibuktikan dengan hal-hal yang selama ini tidak umum terjadi dalam pengamatan petugas di lapangan.

  1. Karang tipe pertumbuhan cepat melebar menutupi karang pertumbuhan lambat dan cepat lainnya. Gambar 4, menunjukkan karang encrusting (A) menutupi karang massive (dalam kondisi hidup). Gambar 5 juga menunjukkan bahwa karang dengan pertumbuhan sama-sama kategori cepat saling berkompetisi memperubutkan ruang kolom perairan.
  2. Karang cabang bentuk pertumbuhan tabulate (C) menutupi karang cabang biasa (D) yang dapat membentuk boulder (gambar 6).  Hal ini jarang ditemukan oleh petugas selama bertugas dan menyelam di TNKpS pada masa sebelum pandemik COVID 19.

Kami menduga telah terjadi penempelan dan perkembangan planula karang pada substrat bekas karang cabang yang telah mati. Jika dihubungkan antara kejadian musim Angin Barat dan pandemi COVID 19 dengan pertumbuhan diamater dan panjang karang yang terjadi maka telah terbukti adanya pemulihan karang selama masa penutupan kawasan.

Tidak dapat dipungkiri pemanfaatan terumbu karang di Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) tidak pernah mengenal ISTIRAHAT. Penutupan lokasi tertentu untuk aktivitas wisata hanya menjadi wacana dan pada tataran pengelola kawasan TN Kepulauan Seribu maupun lembaga penggiat konservasi. Pada tingkat komunitas/masyarakat wacana tersebut tidak populer. Pengangkatan wacana penutupan lokasi tertentu sudah pasti akan menimbulkan “gesekan” terutama lokasi favorit tujuan wisata. Ujung-ujungnya dihadapkan pada anjuran “harus menganalisa lebih dalam”. TERLALU KOMPLEK.

Selama ini terumbu karang di TNKpS dapat “beristirahat’ hanya pada musim Angin Barat. Itupun tidak seratus persen beristirahat. Mengapa? Karena masih ada kunjungan walapun dalam jumlah kecil, karena transportasi laut masih dapat beroperasi. Berbeda dengan kondisi di Taman Nasional Karimunjawa. Pada musim Angin Barat, transportasi laut di sana dapat berhenti total.

Selama musim Angin Barat nelayan masih bisa melaut dengan perhitungan dan pengalaman yang ada untuk berlindung . Penangkapan  ikan masih berlangsung karena letak antar pulau yang dekat dan perairan yang dangkal jika badai keras datang. Selain itu, laut pun “dikunjungi” sampah kiriman dalam jumlah besar yang merupakan hasil aktivitas harian manusia di pulau utama Jawa.

Penutupan  kawasan akibat pandemi memang menyebabkan berhentinya roda ekonomi di pulau-pulau pemukiman (survei yang dilakukan Balai TNKps – Rare), tetapi bagi lingkungan  ini adalah pelajaran besar bagi manusia untuk memahami mekanisme alam dan menghargai alam. Janganlah menunggu terjadi pandemi lagi agar alam bisa pulih. Tugas kita semua memang memastikan agar aktivitas kita tidak menghambat dan menganggu keseimbangan alam.

Sumber: Marsan Sutisna1), Ahmad 2), Isai Yusidarta 3)  (Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu)

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini