Covid-19, Produksi Garam Lokal dan Bangun Kemitraan TN Taka Bonerate

Jumat, 15 Mei 2020

Latondu, Taman Nasional Taka Bonerate - 15 Mei 2020. Kawasan yang dikelilingi gugusan pulau-pulau kecil dan menjadi pemilik atol ketiga terluas di dunia dengan potensi perikanan yang sangat besar menjadikan hampir seluruh masyarakat dalam kawasan Taman Nasional Taka Bonerate (TNTBR) memiliki mata pencarian sebagai nelayan. Namun ada beberapa faktor yang menjadi "PR" besar bagi teman-teman di lapangan. Mengingat akses yang jauh dari pusat ibu kota kabupaten sehingga sangat minim bahan baku untuk pengawetan ikan. 

Perlu upaya untuk pengolahan/pengawetan hasil tangkapan agar bisa bertahan lama, apalagi saat tiba musim dimana nelayan tidak bisa melaut karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan. Kebanyakan dari mereka juga mengawetkan hasil tangkapan dengan menggarami dan mengeringkannya. Sementara itu, bahan baku garam yang dipasok dari luar provinsi seperti dari Flores-NTB mempunyai kisaran harga yang cukup tinggi sekitar 130.000 - 150.000 rupiah/kg.

"Selama ini nelayan di kawasan mengawetkan hasil tangkapan hanya mengandalkan es yang dibeli dari kapal pengangkut es (pang-es). Beberapa dari mereka juga mengawetkan dengan cara menggarami dan mengeringkannya. Teman-teman di lapangan harus mencarikan solusi paling tidak bisa membuat garam di pulau. Di sini kan sudah dipenuhi air, hanya gimana caranya mengubah jadi garam" ujar Faat Rudhianto, Kepala Balai Taman Nasional Taka Bonerate.

Hal inilah yang kemudian menggerakkan Penyuluh Kehutanan melakukan upaya peningkatan kapasitas kepada kelompok masyarakat mitra TN Taka Bonerate pada tahun 2018 yang lalu. Bersama Kelompok Forum Peduli Laut Rajuni - Latondu yang turut menopang pelaksanaan role model Pengelolaan Akses Area Perikanan Berbasis Masyarakat Lokal, melaksanakan upaya peningkatan kapasitas masyarakat, dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat kontribusi untuk kesejahteraan masyarakat, khususnya para anggota kelompok, dan masyarakat pada umumnya.

Lokasi percontohan bertempat di Desa Latondu (17-20 September 2018) dibuat kolam dan uji coba pembuatan garam dengan menggunakan metoda terpal dan rumah prisma. Metoda ini dipilih karena kondisi tanah dalam kawasan cenderung berpasir dan memiliki porositas yang tinggi. Hal tersebut mengakibatkan air laut sulit ditampung karena cepat masuk tanah/pasir. Dengan bantuan terpal, air laut dapat ditampung dan rumah prisma bisa membantu mempercepat proses penguapan air laut untuk menjadi garam serta melindungi kolam saat hujan.

Pada tahun 2019, dalam jangka waktu sepekan kelompok bisa memproduksi 1-3 karung, dan sudah dapat mencukupi kebutuhan baku dalam proses pengeringan ikan. Namun masih perlu pengembangan lanjutan agar kolam bisa memproduksi lebih banyak dan dapat mencukupi kebutuhan garam dalam kawasan taman nasional. Mencari solusi bahan terpal yang sekiranya lebih tahan lama dan tidak mudah bocor.

Faat kembali menjelaskan bahwa memasuki tahun kedua ini, petugas TN Taka Bonerate sebagai pendamping kembali membantu kelompok untuk membenahi beberapa bagian yang mengalami kerusakan seperti pada dinding kolam, terpal dan atap rumah prisma yang diakibatkan oleh angin Muson Barat yang berhembus kencang tahun lalu. Dengan harapan bisa terus memproduksi dan mencukupi kebutuhan garam di desa. Apalagi dalam masa pandemi seperti sekarang ini, masyarakat dihimbau untuk sementara melakukan pembatasan sosial.

"Meski demikian perekonomian harus terus berjalan, kelompok bisa tetap memproduksi garam, mengeringkan ikan agar bisa bertahan lama dan tentunya bernilai ekonomis," tutup Faat Rudhianto.

Sumber : Balai Taman Nasional Taka Bonerate
Teks : Asri - PEH Balai TN Taka Bonerate
Foto : Kelompok PAAP Desa Latondu TN Taka Bonerate

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini