Selasa, 12 Mei 2020
Padua Mendalam, 12 Mei 2020. Ada hal yang berbeda apabila kita mengunjungi Kantor Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Padua Mendalam Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum. Ya, salah satu kantor penjaga kawasan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) ini telah banyak dikelilingi oleh kotak stup yang merupakan kotak sarang lebah kelulut (Trigona sp.).
Sekitar bulan Februari 2020 Seksi PTN Wilayah III Paduan Mendalam mulai mengembangkan budidaya lebah kelulut di lingkungan Kantor Seksi yang merupakan salah satu bentuk pembelajaran lapangan dalam rangka pengembangan pola pemberdayaan masyarakat sekitar penyangga kawasan TNBK, khususnya masyarakat di wilayah Mendalam.
“Potensi kelulut di dalam maupun di luar kawasan hutan TNBK sangat melimpah, sayang sekali apabila tidak dilirik untuk dibudidayakan, melalui demplot budidaya lebah kelulut ini diharapkan dapat menjadi salah satu model pembelajaran bagi masyarakat sekitar bahwa hasil hutan bukan kayu nyata-nyata ada dan apabila digarap dengan baik dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah bagi yang serius menekuninya“, jelas Heri Gunawan, Kepala Seksi PTN III Padua Mendalam.
Heri menerangkan bahwa lebah kelulut sendiri memiliki ukuran yang kecil seperti lalat, bersarang di dalam pohon, dan tidak memiliki sengat. Koloni lebah kelulut diambil dari pohon tapang yang ketinggiannya bisa mencapai 80 meter. Ada juga yang diambil dari pohon karet. Cara pengambilan koloni lebah kelulut biasanya dipotong pada bagian batang pohon tersebut, tapi kami telah mencotohkan bagaimana budidaya yang baik tanpa merusak pohon inangnya, yakni dengan cara membuat kotak stup.
“Stup berasal dari kayu yang sudah kering supaya kelulut cepat mengelem dengan resin, selanjutnya stup dibuatkan lubang yang ditempelkan propolis dan dalam boks diberi sedikit telur dari sang ratu lebah kelulut, kemudian ditutup dengan plastik supaya kedap dab selanjutnya kita tinggal tunggu produksinya,” ujar Heri. “Meski begitu tidak semua budidaya kelulut itu dapat berhasil, ada faktor dari luar yang menjadi pengganggunya seperti semut, ulat, ayam, burung, dan lainnya”, tambahnya.
Saat ini, berkat inovasi Kepala Seksi dan Staf telah dikembangkan sekitar 40 buah stup yang semula hanya berawal dari 10 buah stup saja dan akan terus diperbanyak lagi dengan menggunakan teknik yang tepat dengan bahan baku murah sehingga dapat dicontoh oleh masyarakat, mengingat salah satu keberhasilan budidaya adalah efesiensi dari sisi pendanaan.
Dalam 3-4 bulan madu kelulut menghasilkan 0,8-1,5 kg madu per stup nya dengan harga per kilogramnya kurang lebih 600 ribu rupiah, dengan demikian apabila satu petani memiliki 20 stup maka akan menghasilkan 12 juta rupiah setiap 4 bulannya atau 3 juta rupiah perbulannya. Secercah harapan ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitar kawasan tanpa harus merusak hutan dan justru mendapatkan anugrah dari terjaganya kawasan Taman Nasional.
“Diperkirakan bulan November-Desember, madu kelulut yang kami kembangkan ini sudah dapat dipanen, madu kelulut yang rasanya asam manis ini memiliki banyak hasiat bagi kita seperti untuk obat batuk, flu, diabetes dan bisa menambah gairah nafsu makan.” ungkap Heri.
Sumber : Ahmad Rindoan, S. Hut/ PEH Pertama Bidang Pengelolaan Taman Nasional I Mataso Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0