Burung Garuda Masih Menari di Langit Cianjur

Jumat, 25 Januari 2019

Cibodas, 25 Januari 2019. Kedudukannya berada di puncak rantai makanan (top predator) dalam sebuah ekosistem, memiliki peran penting sebagai pengendali populasi satwa lain yang menjadi mangsanya dan menjaga keseimbangan ekosistem.  Berfungsi pula sebagai indikator kondisi suatu lingkungan yang baik karena jenis ini sangat peka terhadap kerusakan lingkungan. Itulah elang Jawa (Nisaetus bartelsi, Stresemann 1924) yang merupakan salah satu burung pemangsa (raptor) penting di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Keadaan lingkungan yang terganggu diperkirakan bisa menyebabkan elang jawa bisa mengalami kepunahan sehingga keseimbangan alam pun akan terganggu. Namun tidak usah khawatir dengan kehidupan “sang Garuda” ini di ekosistem hutan hujan tropis pegunungan yang satu ini.  Berdasarkan hasil monitoring populasi Elang Jawa yang dilaksanakan pada tahun 2018 di 4 (empat) lokasi di Bidang PTN Wilayah I Cianjur: (1) Blok Geger Bentang; (2) Blok Danau Mandalawangi; (3) Blok Ciheulang, dan (4) Blok Citatah diketahui bahwa jumlah perjumpaan Elang Jawa selama pengamatan sebanyak 17 kali dengan total perkiraan individu yang teramati pada saat monitoring adalah 6 individu.

Aktivitas Elang Jawa yang banyak dijumpai selama pengamatan adalah terbang memutar (soaring) dan bertengger (perching). Aktivitas ini banyak dijumpai sekitar pukul 09.00 - 12.00 WIB dan diduga Elang Jawa tersebut keluar dari sarangnya untuk mencari mangsa. Selain itu, terdapat juga aktivitas lain seperti terbang melintas (display) dan diprediksi perilaku kawin.

Nilai kelimpahan total yang diperoleh dari hasil perjumpaan di lokasi pengamatan adalah 0,34 kali/ jam dan masuk dalam skala urutan “tidak umum” dengan nilai kelimpahan 2 karena berada pada selang nilai kategori kelimpahan 0,1 – 2,0. Kategori tidak umum ini dapat diartikan bahwa jenis Elang Jawa merupakan spesies yang jarang dijumpai di lokasi pengamatan dengan sebaran waktu sepanjang hari, namun masih memungkinkan untuk dijumpai atau keberadaannya masih memungkinkan untuk ditemukan di kawasan TNGGP khususnya di lokasi pengamatan.

Selain itu, jika dilihat pola persebaran Elang Jawa berdasarkan penghitungan Indeks Morisita (Id), dapat dikategorikan pola sebaran Elang Jawa pada lokasi pengamatan termasuk kategori pola sebaran mengelompok (aggregate) karena memiliki nilai Id > 1 yaitu 1,600. Adapun nilai kepadatan Elang Jawa adalah 0,065 individu/Km2 atau sekitar 1 individu Elang Jawa pada luasan ± 15,358 Km2 (1 individu/15,358 Km2).

Pendugaan (estimasi) populasi Elang Jawa diperoleh dengan cara mengalikan jumlah lokasi konsentrasi dengan jumlah ukuran populasi pada lokasi konsentrasi tersebut. Jumlah lokasi konsentrasi 4 lokasi, sedangkan jumlah total ukuran populasi pada lokasi konsentrasi pada keseluruhan monitoring adalah 3. Sehingga diperoleh nilai pendugaan populasi pada lokasi pengamatan adalah ± 12 individu.

Jika dibandingkan tahun 2017, estimasi populasi Elang Jawa tahun 2018 mengalami penurunan dari ± 20 individu di tahun 2017, menjadi ± 12 individu di tahun 2018, hal ini kemungkinan disebabkan antara lain oleh: (1) Peluang Perjumpaan. Peluang perjumpaan secara langsung dengan Elang Jawa berbeda-beda setiap monitoring, salah satu faktor utama yang berpengaruh di lapangan adalah cuaca. Ketika cuaca mendung atau hujan, perjumpaan dengan Elang Jawa menjadi nihil atau nol. Perjumpaan nihil atau nol diartikan belum tentu tidak ada Elang Jawa, namun Elang Jawa tidak beraktifitas saat itu, sehingga keberadaannya tidak terdeteksi oleh tim di lapangan; (2) Adanya aktifitas perburuan burung. Tidak menutup kemungkinan adanya aktivitas illegal perburuan burung Elang Jawa, dan termasuk satwa mangsa (prey-nya); (3) Penggunaan pestisida yang berlebihan pada lahan pertanian yang berbatasan dengan habitat Elang Jawa. Dimana Elang Jawa merupakan top predator bagi fauna yang berada dibawahnya. Tidak jarang Elang Jawa juga memangsa hewan besar seperti tikus, ayam, tupai, kelelawar, katak, ular, musang, dan sebagainya. Hewan buruan ini yang secara tidak langsung memakan pestisida. Tentu racun pestisida ini menjadi berbahaya bagi Elang Jawa yang dapat menyebabkan kematian. Dari segi jumlah makanannya, ketersediaan hewan buruan juga akan makin menipis apabila rantai makanan ini terganggu dan Elang Jawa tentu akan kesulitan dalam mencari mangsa; (4) Elang Jawa memiliki sistem reproduksi yang lambat. Rata-rata burung pemangsa memang jarang bertelur dan jumlah anaknya pun sangat sedikit. Elang Jawa berkembang biak setiap 2 tahun sekali dengan jumlah anak umumnya 1 ekor saja. Elang Jawa ini biasanya hanya kawin dengan satu pasangan yang sama seumur hidupnya. Umur Elang Jawa yang siap berkembang biak pada umur 3-4 tahun dengan masa eram 44-48 hari. Setelah anak Elang Jawa menetas, selama 1 1/2 tahun anak Elang Jawa itu akan dibesarkan induknya. Bandingkan dengan burung merpati, umur 5 bulan saja sudah siap kawin. Telurnya pun bisa dierami 2 sekaligus. Sungguh fakta Elang Jawa berkembangbiak lambat.

Menurut IUCN status Elang Jawa adalah endangered species atau terancam punah dan diramalkan akan punah pada tahun 2025.  Sampai saat ini Elang Jawa masih sering terlihat menari di langit Cianjur. Maka terbanglah dengan gagah Garuda ku, menarilah di langit biru Gede Pangrango. Semoga ramalan akan kepunahanmu itu tidak terjadi.  SEMOGA.

 

Sumber: Pengendali Ekosistem Hutan Bidang PTN Wilayah I Cianjur – Balai Besar TNGGP

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini