Jelajah Konservasi sebagai Langkah Strategis Inovasi Konservasi di Masa Depan

Sabtu, 10 November 2018

Kotaagung, 10 November 2018. Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) dalam lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan Forum Komunikasi Konservasi Indonesia (FKKI) menyelenggarakan kegiatan Jelajah Konservasi pada tanggal 1 hingga 10 November 2018 di Provinsi Banten dan Lampung. Jelajah Konservasi atau Traveling Seminar adalah sebuah konsep pembelajaran melalui perjalanan (travel) ke beberapa kawasan konservasi dalam rangka peningkatan pengetahuan dan kapasitas kepemimpinan staf eselon menengah di KLHK, terutama di bawah Direktorat Jenderal KSDAE. Selain diikuti 12 peserta dari berbagai unit pelaksana teknis KSDAE di penjuru Nusantara, terdapat pula 4 peserta dari unsur FKKI.

Forum Komunikasi Konservasi Indonesia (FKKI) sendiri merupakan sebuah koalisi sepuluh kelompok masyarakat sipil yang bersama-sama mengusung misi di bidang konservasi serta tata kelola sumber daya alam. Kesepuluh organisasi ini, yakni Burung Indonesia, Conservation International Indonesia, Greenpeace Indonesia, Yayasan KEHATI, The Nature Conservancy, Transformasi, Wetlands International, Wildlife Conservation Society, World Resources Institute Indonesia, dan WWF Indonesia, sangat mendukung upaya pemerintah, dalam hal ini KLHK, untuk mengoptimalkan pengelolaan kawasan konservasi, terutama melalui upaya pembelajaran secara berkesinambungan. Pelestarian kawasan konservasi Indonesia yang meliputi Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) sangat penting, karena fungsi, nilai, serta manfaat yang diberikan kawasan konservasi begitu tinggi dan beraneka ragam.

Atas dasar misi bersama tersebut, FKKI menggagas kegiatan Jelajah Konservasi. Tema-tema besar dalam Jelajah Konservasi didasarkan pada sebuah kurikulum yang mencakup berbagai dimensi pengelolaan kawasan konservasi seperti ekologi, ekonomi, kelembagaan, hingga sosial-budaya. Kegiatan Jelajah Konservasi ini diproyeksikan untuk terus dilakukan secara berkesinambungan oleh FKKI dan KLHK, di mana edisi pertama Jelajah Konservasi diselenggarakan di beberapa lokasi KSA dan KPA di Provinsi Banten dan Lampung.
Pada acara pembukaan kegiatan Jelajah Konservasi di Wisma Tamu Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, 1 November lalu, Direktur Jenderal KSDAE, Ir. Wiratno, M.Sc., menekankan kontribusi para pihak terhadap pengembangan dan penyadartahuan ilmu konservasi. Utamanya, para peserta Jelajah Konservasi diminta menyebarluaskan informasi yang didapat serta mengembangkan konsep konservasi secara inovatif di masa mendatang. I Nyoman Suryadiputra, Direktur Wetlands International Indonesia, juga memberikan gambaran mengenai dukungan FKKI terhadap pemerintah dalam berbagai upaya konservasi alam, baik di ekosistem terestrial mapupun laut, selain menjelaskan nilai strategis dari kegiatan Jelajah Konservasi ini.

Sementara sebagai pemateri pembuka, Ir. Wahjudi Wardojo, M.Sc., Senior Advisor for Conservation Policy, The Nature Conservancy (TNC) memberikan uraian mengenai pola kepemimpinan atau leadership pattern, dimana sangat penting bagi pemimpin untuk memiliki jiwa kepemimpinan di samping juga kelebihan dalam hal kecerdasan, visi, maupun mental dan kepribadian dibandingkan mereka yang dipimpinnya. Hal tersebut dikaitkan dengan latar belakang para peserta kegiatan Jelajah Konservasi, yakni staf eselon 3 dan 4 dari KSDAE-KLHK yang terseleksi secara ketat, dan oleh karenanya diproyeksikan untuk menjadi jajaran pimpinan di masa depan. Beberapa pegiat senior FKKI juga memaparkan berbagai materi lain, seperti pentingnya kolaborasi, falsafah ekonomi konservasi dan valuasi jasa ekosistem, serta penanganan konflik tenurial.
Dari hari kedua hingga kesembilan pelaksanaan kegiatan Jelajah Konservasi ini, para peserta diajak untuk melihat dan merasakan langsung aplikasi dari materi teoretis yang diperoleh di kelas, di lokasi-lokasi di Banten dan Lampung, yakni: Cagar Alam (CA) Pulau Dua, Taman Nasional (TN) Bukit Barisan Selatan (termasuk Stasiun Penelitian Way Canguk serta beberapa resor di dalamnya), dan Hutan Kemasyarakatan Beringin Jaya. Lokasi-lokasi tersebut juga menjadi area wilayah kerja atau dampingan beberapa organisasi anggota FKKI.

1. Pengamatan burung di Kawasan Penyangga Cagar Alam Pulau Dua, Banten
2. Peserta menggunakan motor yang telah dimodifikasi untuk mengunjungi lokasi Hutan Kemasyarakatan dengan komoditas kopi di Tanggamus, Lampung
3. Peserta berpose setelah praktek SMART Patrol di dekat Stasiun Penelitian Way Canguk di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung
4. Peserta menyeberangi sungai dalam perjalanan dari desa terdekat menuju Stasiun Penelitian Way Canguk di dalam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung

 

Para peserta menyatakan kesan dan pembelajaran yang positif. Misalnya, salah satu peserta dari Balai TN Gunung Leuser, Karyadi, S.Hut., M.I.L. terkesan dengan materi tentang penggunaan geotagging untuk memonitor pemulihan ekosistem, yang menurutnya sangat mungkin untuk diaplikasikan di tempat lain, selain juga terkesan akan materi teori dan praktek mengenai mitigasi konflik manusia dan satwa, terutama gajah. Peserta lain dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, P. Bharata Sibarani, S.H., menyampaikan pengalamannya akan pembelajaran lapangan tentang kehidupan masyarakat di sekitar kawasan TN Bukit Barisan Selatan, terutama kisah sukses kolaborasi yang diinisiasi pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat supaya turut melestarikan kawasan konservasi.

Pada tanggal 9 November, sehari sebelum peserta beranjak menuju Jakarta untuk kembali ke area kerja masing-masing, Jelajah Konservasi ditutup secara resmi oleh Plt. Direktur Kawasan Konservasi, Ir. Tandya Tjahjana M.Si di Kantor Balai Besar TN Bukit Barisan Selatan di Kotaagung, Lampung. Penutupan dilakukan setelah masing-masing peserta mempresentasikan ide mengenai inovasi yang akan dijalankan di unit kerja masing-masing. Tandya menguraikan bahwa tantangan pengelolaan kawasan konservasi berbeda di setiap fungsi kawasannya. Jelajah Konservasi telah mengajak peserta untuk mengeksplorasi tantangan secara kritis, dan menumbuh-temukan gagasan solusi dari pembelajaran di dua fungsi kawasan, yakni di KSA yang berfungsi sebagai cagar alam yaitu CA Pulau Dua, dan di KPA yang berfungsi sebagai taman nasional, yaitu TN Bukit Barisan Selatan. Pengalaman yang diperoleh peserta Jelajah Konservasi ini, tambah Tandya, telah memicu munculnya inovasi yang bermanfaat besar bagi alam dan masyarakat di wilayah kerja masing-masing peserta. Inovasi penuh manfaat yang didukung kolaborasi kuat antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga non-pemerintah akan menghasilkan win-win solution dalam pengelolaan kawasan konservasi ke depan.

Sumber : Direktorat Kawasan Koservasi

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 1

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini