Jumat, 19 Oktober 2018
Kupang, 19 Oktober 2018. Dalam upaya mitigasi penanganan konflik antara manusiadengan Satwa Liar Buaya di Nusa Tenggara Timur, beberapa tahun terakhir Balai Besar KSDA NTT melakukan berbagai upaya baik jangka pendek, panjangserta upaya lainnya.
Upaya jangka pendek yang dilakukan antara lain: Pemantapan kelembagaan penanggulangan konflik, sosialisasi-komunikasi dengan para pihak (awareness), serta penangkapan buaya yang muncul pada area publik. Upaya jangka panjang berupa : Penelitian habitat, populasi dan sosial ekonomi dan budaya serta mendorong penanggulangan konflik sesuai rekomendasi hasil penelitian. Upaya lain yang akan dilakukan antara lain melalui : Mendorong evaluasi status perlindungan buaya muara, mendorong intervensi aturan terhadap status buaya konflik dan pemanfaatannya serta mendorongpembentukan unit penangkaran buaya yang berorientasiprofit di Nusa Tenggara Timur.
Upaya jangka pendek berupa penangkapan/penyelamatan (rescue) buaya dari area publik antara lain dilakukan melalui : Pembentukan Unit Penanganan Satwa, penyusunan/penetapan SOP, penyiapan minimum handling tools, merespons laporan masyarakat, pelaksanaan penangkapan/penyelamatan (rescue) buaya dari area publik serta membangun fasilitas penampungan sementara.
Berdasarkan analisis terhadap wilayah konflik, diketahui bahwa lokasi yang memiliki tingkat kerawanan tinggi antara lain Kabupaten Lembata, Kabupaten Sumba Timur serta Kabupaten/Kota di Pulau Timor dan Rote Ndao. Catatan Balai Besar KSDA NTT jumlah korban akibat konflik buaya tahun 2018 meliputi 7 orang meninggal (fatal victims) serta 3 orang luka (non fatal victims). Kabupaten Malaka merupakan wilayah yang paling rawan dengan jumlah korban jiwa tertinggi.
Sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas dan kecepatan respons Unit Penanganan Satwa, Balai Besar KSDA NTT melakukan pelatihan dan pembentukan unit-unit kecil di lokasi rawan konflik selain Unit yang telah dibentuk di Balai Besar KSDA NTT yang berkedudukan di Kupang. Pada tahun 2018, pelatihan dan pembentukan unit ini dilakukan di Kabupaten Malaka yang merupakan wilayah kerja Resort Konservasi Wilayah (RKW) CA Hutan Bakau Maubesi di bawah SKW I, Bidang KSDA Wilayah I.
Unit lainnya dibentuk di RKW TB Bena dan SM Ale Aisio dengan wilayah layanan di sepanjang pantai selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara serta RKW TWA Manipo di sekitar pantai selatan Kabupaten Kupang.
Dalam pelatihan penanganan konflik bertajuk “Belajar dan Bekerja Bersama dalam Upaya Penanganan Konflik antara Manusia dengan Satwa Liar Buaya” disampaikan materi antara lain : (1) Dasar-dasar konflik manusia dengan satwa liar; (2) Pengenalan jenis buaya di Indonesia; (3) Kondisi konflik buaya di Nusa Tenggara Timur serta upaya penanggulangan yang dilakukan; (4) Aspek hukum penanganan konflik satwa liar; (5) Standard Operasional Prosedur Penanganan Konflik Buaya; (6) Praktek pengenalan/penggunaan peralatan serta handling satwa.
Pelatihan yang dilakukan selama 2 hari (25-26 September di Malaka, dan 17-18 Oktober di Manipo) diikuti oleh staf RKW setempat, anggota Masyarakat Mitra Polhut (MMP), Kepolisian/TNI serta anggota masyarakat setempat. Dengan telah dilatih dan dibentuknya Unit-unit kecil padalokasi rawan konflik, diharapkan respons atas laporanmasyarakat dapat dilakukan dengan lebih cepat dan efektif.
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0