Dirjen KSDAE Kunjungi Kalsel

Kamis, 27 September 2018

Banjarbaru, 27 September 2018. Kalimantan Selatan mendapat kesempatan dikunjungi Direktur Jenderal (Dirjen) KSDAE Bapak Ir. Wiratno, M.Sc. Berawal di Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, Ir. Wiratno, M.Sc memberikan kuliah umum kepada mahasiswa/i Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat pada 26/09/2018. Sebelum memberikan kuliah umum Ir. Wiratno, M.Sc menyaksikan penandatanganan kerja sama antara BKSDA Kalimantan Selatan dengan Universitas Lambung Mangkurat serta BKSDA Kalimantan Selatan dengan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan. Mahasiswa/i Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat mengikuti kuliah umum dengan penuh antusias yang dapat dirasakan dari atmosfer di dalam Aula Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat. Dalam kuliah umum Ir. Wiratno, M.Sc mebeberkan berbagai permasalahan dan bagaimana cara mengatasi atau pun solusi terbaik untuk hutan dan masyarakat sekitar hutan. “Generasi muda adalah harapan untuk generasi selanjutnya dalam menjaga hutan”, ujar Wiratno. Setelah memberikan kuliah umum, Ir. Wiratno, M.Sc bertolak ke kantor BKSDA Kalimantan Selatan untuk memberikan pembinaan kepada Aparatur Sipil Negara Lingkup BKSDA Kalimantan Selatan. Beliau berharap agar semua Aparatur Sipil Negara tetap kompak dan semangat dalam bekerja khususnya untuk tingkat resort.

Destinasi terakhir Ir. Wiratno, M.Sc ialah Taman Wisata Alam Pulau Bakut yang merupakan role model sanctuary bekantan. Ir. Wiratno,M.Sc bertolak menggunakan kelotok (perahu bermotor.red) untuk menyebrang ke TWA Pulau Bakut. Di dermaga TWA Pulau Bakut Ir. Wiratno, M.Sc disambut dengan alunan musik panting (alat musik yang dipetik yang berbentuk seperti gambus Arab.red) serta dikalungi karangan bungan. Beliau ingin melihat habitat bekantan di pulau tersebut sebagai area konservasi.
Menurut Ir. Wiratno, M.Sc, Pulau Bakut sebagai lokasi pendidikan konservasi alam yang penting bagi generasi muda. Selain Pulai Bakut, ia mengatakan ada sekitar 123 TWA di Indonesia. Namun, Ir. Wiratno, M.Sc mengakui masih banyak TWA yang belum dioptimalkan.

Meskipun TWA Pulau Bakut seluas 15,8 Hektare, Ir. Wiratno, M.Sc berharap mampu meningkatkan minat generasi muda tentang wisata alam dan mengenali jenis flora yang terdapat di lokasi TWA Pulau Bakut. “Ini akan dikembangkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA),” kata Wiratno di sela peninjauan lokasi TWA Pulau Bakut, Rabu (26/9/2018).

Ir. Wiratno, M.Sc berharap masyarakat merespon positif atas pengembangan TWA Pulau Bakut karena bermanfaat bagi kepentingan wisata berbasis konservasi. Menurut beliau, Ditjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terus melakukan pembenahan terhadap sarana dan prasarana TWA Pulau Bakut.

Kepala BKSDA Kalimantan Selatan Dr. Mahrus Aryadi, M.Sc mengungkapkan BKSDA Kalimantan Selatan berusaha mempromosikan TWA Pulau Bakut sebagai destinasi wisata alam agar lebih dikenal diberbagai kalangan masyarakat. “Dengan dibangunnya menara pantau akan memudahkan wisatawan memantau aktifitas bekantan di TWA Pulau Bakut”, katanya.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Banjarbaru, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan, Mokh. Ridwan Effendi, S.Hut, M.Si mengungkapkan TWA Pulau Bakut merupakan lokasi role model pengembangan wisata alam dan bekantan berbasis masyarakat yang ditentukan oleh BKSDA Kalimantan Selatan.

Sebelum ditetapkan TWA, kata Ridwan, Pulau Bakut merupakan lokasi pembuangan sampah dari atas Jembatan Barito. Melihat kondisi itu, BKSDA berinisiatif membangun TWA Pulau Bakut dengan membangun beberapa fasilitas di antaranya dermaga, musala, pusat informasi, klinik satwa, dan pintu gerbang.

Dalam kurun Januari-September 2018, ia melibatkan mitra swasta untuk ikut membangun sarana dan prasarana, selain dana internal BKSDA Kalimantan Selatan. Pada 2017, pembangunan dermaga menelan dana Rp 216 juta. Kemudian toilet, mushola, klinik satwa dan pusat informasi sekitar Rp 100 juta serta adanya penambahan dari Adaro Indonesia sekitar Rp 1,7 miliar.

“Panjang titian mangrove sekitar 630 meter dengan menara, loket karcis serta gerbang keluar,” katanya. Ridwan melihat masih ada beberapa hal yang harus dibenahi, seperti gazebo untuk pusat pertemuan sekaligus menampilkan film dokumenter.

Menurut dia, fasilitas tersebut suatu standar dari sarana dan prasarana wisata. “Kemudian wisata-wisata lain yang merupakan standar dari adanya pengembangan wisata alam suatu wilayah,” tegasnya. (jrz

Sumber : Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Selatan

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini