Harmonisasi Alam dan Seni Budaya Masyarakat Pesisir Pantai Selatan Aceh

Jumat, 21 September 2018

Tapaktuan, 21 September 2018. Umumnya masyarakat Aceh memeluk agama islam, kendati demikian agama minoritas, mendapatkan penghargaan yang tulus dari masyarakat mayoritas muslim. Kondisi itu menggambarkan bahwa kerukunan beragama jelas terjalin harmonis di daerah tersebut.

Ikatan kekeluargaan antar sesama sangat erat, merupakan cerminan kehidupan masyarakat yang majemuk. Bermula dari struktur administrasi pemerintahan. Tingkat administrasi pemerintahan terkecil adalah desa yang disebut "Gampoeng". Gampoeng dipimpin oleh seorang kepala gampoeng yang disebut Keuchik. Dalam hal menjalankan tugas pemerintahan Keuchik didampingi seorang pemuka agama yaitu Teuku Imum (tokoh agama).

Kabupaten Aceh Selatan terdapat beberapa etnis diantaranya seperti ; suku Aceh, Kluet, dan Aneuk Jame. Bahasa keseharian masyarakat, umumnya menggunakan bahasa Aceh sedangkan etnis lainnya menggunakan bahasa daerahnya masing – masing. Suku Aceh merupakan etnis terbesar, menyebar hampir seluruh daerah di Aceh Selatan. Sementara itu etnis Kluet bermukim di dataran tinggi pegunungan dan suku aneuk jame berada dibahagian pesisir pantai barat selatan Aceh.

Potensi sumber daya alam Kabupaten Aceh Selatan sangat berlimpah mulai dari pantai, dataran, sampai kebahagian pegunungannya. Kehidupan masyarakat di daerah ini berdampingan langsung dengan kawasan hutan konservasi TN Gunung Leuser. Sudah barang tentu sinergisitas alam dan seni budaya erat hubungannya dengan kehidupan sosial, ekonomi masyarakat setempat. Upaya mempertahankan harmonisasi alam dan seni budaya masyarakat pesisir pantai selatan aceh tersebut, berbagai bentuk program terus di gagas oleh pihak TNGL dalam kontek hutan lestari masyarakat sejahtera.

Kondisi itu mulai terlihat dengan berdirinya Stasiun Pembinaan (SP) Populasi Penyu Rantau Sialang, SPTN Wilayah II Kluet Utara, BPTN Wilayah I Tapaktuan. Melalui SP Penyu Rantau Sialang, seni budaya lokal diperkenalkan seperti kenduri laut pelepasan penyu yang dilaksanakan 2 (dua) kali setahun. Kenduri laut merupakan budaya masyarakat aceh pada umumnya, dengan menghadirkan tokoh agama, pawang laoet, perangkat adat, dan hukum di desa – desa dampingan TNGL. Diharapkan dengan kehadiran stasiun ini masyarakat pesisir pantai selatan mampu memelihara dan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada secara benar dan lestari.

Sementara di sisi lain SP Penyu Rantau Sialang juga tidak hentinya membangun semangat konservasi alam terhadap masyarakat sekitar. Bahkan telah merambah ke dunia pendidikan, dengan sasarannya adalah lembaga pendidikan formal yang berada di wilayah program sasaran BCCPGLE – (KFW) – (BBTNGL) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dalam rangkaian kegiatan edukasi tersebut berbagai pemahan tentang konservasi alam terus ditananamkan kepada generasi muda sejak dini. Disamping itu keterampilan seni budaya masyarakat daerah juga diangkat ke publik seperti yang dilakukan pelajar SDN 4 Kandang siang tadi di SP Penyu Rantau Sialang, kamis (20/9/18).

Kunjungan edukasi SDN 4 Kandang tersebut berakhir dengan pertunjukan seni tari Marawis, Seulaweut Aceh, dan tarian Agam Dara. Begitulah antusias generasi melenial terhadap pelestarian penyu laut di masa mendatang. Perujudan ini tentunya berpengaruh terhadap harmonisasi alam dan seni budaya masyarakat sekitar pantai kawasan.

 

Sumber : BPTN Wilayah I Tapaktuan, Balai Besar TN Gunung Leuser

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini