Balada Babi Hutan Gunung Ciremai

Rabu, 19 September 2018

Kuningan, 19 September 2018. Ketika mendengar nama Babi Hutan (Sus scrofa), pikiran kita langsung tertuju pada mulut moncong, taring tajam, suka menyeruduk, tapi lehernya tak bisa menoleh serta hobinya berkubang. Babi Hutan kerap dianggap hama oleh sebagian masyarakat terutama pemilik lahan yang berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Indikasinya beberapa tahun lalu terdapat laporan masyarakat yang menyatakan bahwa tanamannya habis dimakan Babi Hutan seperti di blok Kubang, desa Cikaracak, Argapura, Majalengka.

"Gerombolan Babi Hutan turun gunung pada sore hingga malam. Mereka tampaknya mencari makanan. Lalu mengacak-acak tanaman di ladang kami", ungkap Yono, warga desa Cikaracak.

Atas dasar laporan tersebut, Balai TNGC berupaya untuk meminimalisir insiden itu dengan memasang pagar kawat di beberapa titik rawan konflik satwa. "Kami akan tindaklanjuti bersama masyarakat dan koordinasi dengan instansi terkait", tegas Jaja Suharja, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Majalengka. Memang tidak dipungkiri, binatang dari "Ordo Artidoctyla" dan "Famili Suidae" ini sangat rakus. Apa saja yang ditemuinya pasti dimakan. Buah-buahan, umbi-umbian, tikus, cacing, bangkai hingga akar pun dimakannya. Dengan daya jelajah hingga enam kilometer setiap harinya, bisa dibayangkan betapa tamaknya hewan ini.

Meskipun demikian, Babi Hutan di gunung Ciremai tidak bisa sepenuhnya dianggap sebagai hama. Sebab untuk menyimpulkan "over populasi satwa" memerlukan kajian ilmiah dari para ahli dibidangnya dengan memakan waktu dan biaya yang besar. Ketika Babi Hutan berada dalam kawasan TNGC, otomatis hewan tersebut dilindungi oleh peraturan perundangan yang berlaku di kawasan konservasi. Karena secara ekologis, Babi Hutan berperan penting dalam mata rantai makanan sebagai mangsa bagi "Predator" tingkat tinggi seperti Macan Tutul (Panthera pardus) dan Ular Pithon/Sawah (Phithon molurus).

Namun saat Babi Hutan tidak berada dalam taman nasional, bukan berarti kita bebas melakukan hal buruk terhadap hewan tersebut. Jadi mesti bersikap bijak. Setiap makhluk hidup pasti punya peran penting dalam keseimbangan ekosistem. Terlebih lagi ada hak untuk hidup bagi setiap makhluk bernyawa. Ayo kita jaga rantai makanan berputar sesuai hukum alamnya. Bila terdapat insiden satwa liar, mohon informasikan kepada Balai TNGC. [teks © Yaya Sutirya, foto © Yaya Sutirya & PEH - BTNGC | 092018]

Sumber : Balai Taman Nasional Gunung Ciremai

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini