Koordinasi WCS-IP Untuk Selenggarakan Pelatihan Satgas Penanggulangan Konflik Satwa Liar

Jumat, 14 September 2018

Bengkulu, 14 September 2018. Bertempat di Kantor BKSDA Bengkulu, LSM ‘Wildlife Conservation Society–Indonesia Program (WCS-IP) berkoordinasi dengan BKSDA Bengkulu sehubungan dengan rencana kegiatan Pelatihan Satgas Penanggulangan Konflik antara Manusia dengan Satwa Liar bagi masyarakat di bentang alam (landscape) Bukit Barisan Selatan (BBS) dan Bukit Balai Rejang Selatan (BBRS) yang merupakan wilayah pengelolaan Seksi Konservasi Wilayah II Balai KSDA Bengkulu dan Seksi Konservasi Wilayah IV Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di Provinsi Bengkulu.

Bentang alam BBRS merupakan salah satu dari 12 bentang alam konservasi harimau (Tiger Conservation Landscape/ TCL) yang menjadi prioritas regional untuk Indonesia. Pada bentang alam BBS dan BBRS yang berada di tiga provinsi, yakni Bengkulu, Lampung dan Sumatera Selatan, jumlah desa terdampak konflik sebanyak 23 desa. Berdasarkan data WCS-IP bahwa selama periode tahun 2008-2018 telah terjadi konflik harimau sebanyak 208 kali, mengakibatkan korban manusia meninggal 5 orang, korban ternak 297 ekor serta korban harimau yang mati karena konflik sebanyak 3 ekor dan 2 ekor ditangkap dari habitat untuk dievakuasi.

Guna memperkuat implementasi Permenhut Nomor: P.48/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik antara Manusia dan Satwa Liar maka pemberdayaan, pelatihan dan penyadartahuan masyarakat di daerah rawan konflik satwa liar menjadi salah satu faktor penting dalam mendukung keberhasilan mitigasi konflik antara manusia dengan satwa liar. BKSDA Bengkulu sangat mendukung rencana kegiatan pelatihan bagi masyarakat dari 12 desa terdampak konflik harimau tersebut, yang rencananya akan dilaksanakan di Desa Mekarjaya, Kecamatan Ulu Talo, Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu pada tanggal 25 – 27 September 2018 dengan narasumber dari BKSDA Bengkulu, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Provinsi Bengkulu, WCS-IP dan Praktisi Medik Veteriner.      

Diharapkan output dari pelatihan penanggulangan konflik satwa liar terhadap masyarakat dapat menjadi model kemandirian masyarakat desa, serta berpartisipasi aktif menanggulangi konflik satwa liar di wilayahnya. Selain itu pelatihan ini juga mendorong untuk pembentukan satgas penanggulangan konflik menjadi kelembagaan formal di tingkat desa sebagai akses untuk mendapatkan dukungan teknis dan non teknis dari internal dan eksternal desa. Sehingga kemandirian yang telah terbangun dalam penanggulangan konflik satwa liar bisa berkelanjutan.

 

Sumber : Balai KSDA Bengkulu

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini