Senin, 16 Juli 2018
Sofifi, 16 Juli 2018. Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata (TNAL) kedatangan tamu spesial dari beberapa lembaga konservasi paruh bengkok di Singapura dan Konservasi Kakatua Indonesia dari Seram. Didampingi oleh Simon Purser dari Wallacea Nature, mereka diajak berkeliling kantor Balai TNAL sebelum menuju Gedung Pusat Informasi untuk berdiskusi tetang konservasi burung paruh bengkok.
Pertemuan yang dipimpin Kepala Balai tersebut dihadiri oleh seluruh Kepala SPTN masing-masing wilayah, Kepala SBTU dan Koordinator Suaka Paruh Bengkok (SPB). Sebagai perantara, Simon Purser ikut memberi dukungan penuh bagi pengembangan SPB untuk konservasi burung Paruh Bengkok. Para tamu yang ahli dalam penanganan parrot sangat antusias dengan konsep pengelolaan SPB, yaitu Konservasi, Edukasi dan Rekreasi. Terbukti mereka benar-benar mencatat, memberi masukan dan banyak bertanya detail tentang SPB.
“Pusat konservasi ini (Suaka Paruh Bengkok) berpotensi menjadi world class conservation centre, jadi kita harus turut mendukung terbangunnya SPB ini”, Kata Pak Simon.
Ketertarikan akan pengembangan konservasi paruh bengkok juga datang dari Ibu Bonnie Zimmerman (Indonesian Parrot Project). beliau mengatakan bahwa “Kami bukan lembaga yang memiliki banyak uang, tetapi kami memiliki tenaga ahli yang berpengalaman”. Bisa disimpulkan bahwa pengembangan SPB kedepannya akan mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Dr. Jessica Lee dari Wildlife Reserves Singapore menanyakan adakah keterlibatan masyarakat atau komunitas masyarakat dalam kegiata di SPB nantinya. Dengan semangat, Ibu Lilian, Kepala SBTU menjelaskan bahwa masyarakat akan dilibatkan seperti pemberian pakan dari kebun masyarakat, pelatihan penangkaran dan saat ini terdapat program dari Burung Indonesia yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat di Desa Kosa.
Setelah diskusi di kantor Balai, para tamu dari berbagai lembaga tersebut diantar menuju Suaka Paruh Bengkok di Desa Koli.
Pemanduan oleh Koordinator SPB dilakukan mulai dari gedung pusat informasi sampai menuju kandang besar. Saat berada di kandang kecil, Dr. Jessica beserta tim mengapresiasi bentuk kandang dan banyak memberi masukan, salah satunya adalah memperkecil celah pada atap agar reptil seperti ular tidak masuk dan memangsa burung.
Perjalanan dilanjutkan menuju kandang besar. Para tamu juga dibuat kagum dengan kandang tersebut. Tidak sedikit saran yang diberikan untuk pengelolaan dan penempatan satwa di dua kandang besar ini. Penempatan air minum, pohon-pohon, tempat makan sampai jenis burung yang sebaiknya diletakkan disini turut menjadi perhatian Dr. Jessica Lee.
“Kandang besar ini sebaiknya hanya di isi dengan burung-burung yang sudah jinak, selain sebagai sarana wisata foto bersama burung, juga dikarenakan kandang tersebut akan dilalui banyak pengunjung”, saran Dokter Hewan yang bisa bahasa Indonesia ini. “Burung yang liar dipisahkan di kandang tersendiri dan burung yang sakit diletakkan di kandang karantina”, imbuhnya.
“Nanti kita akan kirimkan personil Suaka Paruh Bengkok ke Jurong Bird Park di Singapura untuk belajar”, tutup Wahyudi, Kepala Balai TNAL.
Sumber : Akhmad David Kurnia Putra - Polisi Kehutanan Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0