Jumat, 08 Juni 2018
Kuningan, 8 Juni 2018. Untuk kesekian kalinya, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) menerima laporan dari masyarakat adanya elang Jawa yang dipelihara di salah satu rumah warga. Tepatnya di Bandorasa, Cilimus, Kuningan. Setelah mendapat informasi pada 7 Juni 2018, Balai TNGC berkoordinasi dengan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Jawa Barat yang berwenang dalam penanganan peredaran satwa terutama satwa dilindungi. Kepala Balai BBKSDA Jawa Barat langsung menginstruksikan Kepala Bidang Wilayah KSDA setempat untuk berkoordinasi dengan Polisi Hutan (Polhut) BTNGC untuk melakukan penelusuran dan pendekatan kepada yang bersangkutan.
Tanggal 8 Juni 2018, tim dari BBKSDA Jabar bersama dengan Polisi Kehutanan TNGC melakukan pendekatan persuasif. Yang bersangkutan mengaku mendapat elang Jawa yang ditawarkan oleh temannya yang berkediaman di wilayah Trijaya, Mandirancan. Menurut temannya, burung yang diperkirakan berumur 2 bulanan tersebut jatuh dan diambil untuk dipelihara.
Kemudian burung berpindah tangan dan dipelihara yang bersangkutan sejak enam bulan lalu. Setiap harinya diberi makan daging ayam dan burung gereja.
Tim BBKSDA Jawa Barat memberikan pemahaman dan informasi bahwa tidak sembarang satwa dapat dipelihara apalagi statusnya dilindungi undang-undang dan meminta yang bersangkutan untuk menyerahkan burung tersebut. Akhirnya dengan suka rela pemilik menyerahkan langsung burung elang Jawa kepada petugas Balai BBKSDA Jawa Barat yang disaksikan oleh petugas dari BTNGC. Selanjutnya elang Jawa bernama Ruyung ini akan direhabilitasi hingga pada saatnya nanti elang Jawa siap dilepasliarkan di tempat tinggalnya yaitu TNGC.
Kondisi elang Jawa pada saat diserahkan dalam kondisi sehat dan tidak ada cacat pada anggota tubuhnya.
Burung elang Jawa sebagai lambang Negara Republik Indonesia nampak gagah dan elok rupawan. Warna bulu dominan coklat kekuningan, jambul yang tinggi dan sorot mata tajam membuat siapapun terkesima. Elang Jawa merupakan salah satu satwa kunci Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) yang statusnya berdasarkan IUCN terancam punah dan dilindungi undang-undang. Hidupnya yang soliter dan bereproduksi paling banyak 1 kali dalam setahun membuat satwa ini rentan punah di alam. Keberadaannya di alam sebagai “top predator” juga mengalami ancaman ketika hutannya hilang dan perburuan oleh manusia.
Sobat ciremai, kita boleh saja mencintai satwa yang ada di sekitar kita. Namun kita juga harus mengetahui apakah satwa tersebut merupakan jenis satwa peliharaan atau dilindungi. Bahkan ketika mendapatkannya dari kawasan hutan konservasi, apapun status satwanya, kegiatan tersebut dilarang. Apabila terbukti bersalah maka akan dikenakan pidana sesuai yang tertuang pada undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Lagipula mereka adalah satwaliar yang membutuhkan ruang untuk bergerak dan hidup alami. Apabila kita memang menyayangi satwa, lebih baik kita ikut menjaga agar mereka dapat hidup dengan baik di habitatnya, di alam bebas.
Cintailah satwa yang ada di hutan TNGC dengan bijak tanpa harus memilikinya. [teks © Nisa, foto © Kuswandono- BTNGC | 062018]
Sumber : Balai Taman Nasional Gunung Ciremai
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 5