Senin, 09 Januari 2023
Jayapura, 7 Januari 2023 – Mengawali tahun 2023, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua melepasliarkan 19 satwa jenis reptil dan aves. Lepas liar berlangsung pada Sabtu (7/1) di hutan sekitar Kali Dansari, Kampung Dosay, Distrik Sentani Barat, Kabupaten Jayapura. Lokasi lepas liar tersebut merupakan kawasan Penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop.
Adapun satwa-satwa yang dilepasliarkan terdiri atas 2 ekor ular sanca cokelat (Leiopython albertisii), 3 ekor ular sanca hijau (Morelia viridis), 1 ekor ular boa tanah (Candoia aspera), 2 ekor biawak papua (Varanus salvadorii), 8 ekor kasturi kepala hitam (Lorius lory), dan 3 ekor kakatua koki (Cacatua galerita). Satwa-satwa tersebut merupakan translokasi dari Balai Besar KSDA Jawa Timur, juga penyerahan dari Balai Karantina Pertanian Kelas I Jayapura, Polairud Polda Papua, dan masyarakat. Semua satwa dalam kondisi sehat dan siap dilepasliarkan ke habitat alaminya.
Dalam daftar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), semua satwa tersebut masuk dalam appendix II. Sementara dalam daftar IUCN (International Union for Conservation of Nature), semua satwa tersebut berstatus Least Concern (LC), artinya telah dievaluasi berdasarkan kriteria daftar merah dan tidak memenuhi syarat untuk berstatus kritis, terancam, rentan, atau hampir terancam.
Plt. Kepala Bidang Teknis BBKSDA Papua, Yulius Palita, mengatakan, “Ini lepas liar pertama di tahun 2023. Harapan kami, kondisi tahun ini bisa lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Artinya, tindak ilegal terhadap satwa liar bisa semakin berkurang, atau kalau bisa mencapai titik nol akan sangat baik. Meskipun untuk mencapai hal itu perlu kerja keras, kerja ikhlas, kerja cerdas, dan sinergi semua pihak, termasuk masyarakat luas.”
Sementara itu, Kepala Balai Besar KSDA Papua, A.G. Martana, menyatakan bahwa relasi manusia dengan satwa liar telah berlangsung pada kurun waktu yang sangat panjang, bahkan dapat dikatakan sejak manusia mula-mula diciptakan. Sebelum mengenal teknologi yang lebih maju, manusia sudah berinteraksi dengan satwa liar untuk menunjang kehidupan. Maka, kita mengenal istilah masyarakat pemburu dan peramu, yang merujuk kepada masyarakat zaman dulu sebelum mengalami banyak perkembangan. Selain faktor alam, manusia merupakan ancaman paling berbahaya bagi segala jenis satwa liar di alam semesta.
“Satwa liar punya kekuatan, tetapi manusia punya kecerdasan, bisa memasang jebakan, perangkap, dan sebagainya. Sadar atau tidak, manusialah yang berpotensi besar membuat satwa-satwa liar menuju kepunahan. Dalam hal ini, kepedulian kita untuk melindungi, menjaga, dan melestarikan satwa liar sangat perlu ditumbuhkan. Maka dari itu, saya mengimbau semua pihak, mari bersama-sama memupuk kesadaran akan pentingnya keberadaan dan fungsi satwa liar di alam untuk kelangsungan kehidupan yang baik dan seimbang,” ungkap Martana.
Pada kesempatan yang sama, Martana juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang selama ini telah berperan besar dan turut serta menjaga satwa liar milik negara. Sinergitas yang baik tersebut perlu terus dijaga dan ditingkatkan demi keharmonisan hidup antara manusia, alam, dan Tuhan Yang Maha Menciptakan.(dd)
Sumber: Balai Besar KSDA Papua
Call Center BBKSDA Papua: 0823 9770 9728
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0