Monitoring Tuntong Laut di Kolam Pembesaran

Kamis, 14 April 2022

Petugas menimbang berat tubuh 51 ekor Tuntong Laut

Stabat, 14 April 2022. Salah satu kegiatan rutin bulanan yang  dilakukan oleh petugas Resort Suaka Margasatwa (SM) Karang Gading dan Langkat Timur Laut III pada Seksi Konservasi Wilayah II Stabat, Bidang KSDA Wilayah I Kabanjahe Balai Besar KSDA Sumatera Utara, adalah memonitoring perkembangan pembesaran eksitu satwa liar jenis Tuntong Laut (Batagur borneoensis). Saat ini ada sekitar 51 ekor Tuntong Laut yang mendapatkan perawatan di kolam pembesaran di kawasan SM. Karang Gading dan Langkat Timur Laut tepatnya di Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.

Kegiatan monitoring ini dilakukan bersama-sama dengan lembaga mitra Yayasan Satucita Lestari Indonesia (YSLI). Rangkaian monitoring meliputi pengukuran panjang dan lebar karapas serta berat tubuhnya. Dengan monitoring ini tentunya  dapat diketahui seberapa jauh perkembangan pertumbuhan fisik/tubuh dari Tuntong Laut tersebut secara periodik, disamping juga mengamati kondisi kesehatan satwa.

Petugas mengukur panjang dan lebar karapas

Kegiatan ini bagi petugas Resort menjadi menyenangkan dan menarik karena tidak hanya sekedar memantau pertumbuhan fisik dari satwa, tetapi juga mempelajari berbagai sifat maupun perilakunya. Banyak pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan petugas saat  belajar bersama dengan lembaga mitra YSLI, dalam mengamati perilaku satwa tersebut. Pengalaman pengamatan ini tentunya sangat berharga sebagai referensi pengenalan Tuntong Laut dan untuk bahan edukasi bagi masyarakat.

Mengukur berat badan

Ke 51 ekor Tuntong Laut ini merupakan hasil patroli pengamanan habitat di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut pada tahun 2019 dan 2021, kemudian sebagian ditetaskan di kolam penetasan buatan  hasil kolaborasi bersama dengan lembaga YSLI serta masyarakat Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Satwa liar dengan status kritis menurut IUCN ini, dirawat di kolam pembesaran sampai nantinya mampu untuk survive, baru kemudian dilepasliarkan kembali ke alam. Dengan pelepasliaran, diharapkan satwa ini dapat berkembang biak dengan baik, dan pada akhirnya akan turut membantu regenerasi hutan mangrove yang merupakan habitat alaminya.

 Sumber : Ainy Amelya Utami, S.Hut – Penyuluh Kehutanan BBKSDA Sumatera Utara

 

 

 

 

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini