Jumat, 28 Juli 2017
Bandung (28/7/2017). Setelah menuai kesuksesan pada kegiatan bertajuk “Penertiban dan Pemulihan Ekosistem Kawasan Berbasis Partisipasi Masyarakat” tahap pertama yang dilaksanakan di Blok Kancah Nangkub dan Batu Ireng, Cagar Alam (CA) Gunung Simpang, Kabupaten Cianjur pada medio Juli 2017 lalu, Balai Besar KSDA Jawa Barat kembali melaksanakan kegiatan yang sama di kawasan konservasi lain. Kali ini, kawasan konservasi yang menjadi target adalah Taman Wisata Alam (TWA) Cimanggu, Kabupaten Bandung.
Puncaknya, pada tanggal 27 Juli 2017 dilakukan penanaman secara simbolis sekitar 200 bibit tanaman endemik (seperti puspa, rasamala, jamuju dan baros) dari target 4000 bibit tanaman yang akan ditanam pada area eks penggarapan tersebut. Kegiatan penanaman itu disaksikan oleh Camat Rancabali, Danramil Ciwidey, Kapolsek Ciwidey, Kepala Balai PPH Kemen LHK, Kepala Divisi Produksi non Kayu Perum Perhutani, para pemegang IPPA dan Pengelola Wisata sekitar TWA Cimanggu, Kepala Desa Patengan dan Alam Endah, petugas Balai Besar KSDA Jabar, Perum Perhutani, Anggota SPORC Brigade Elang, tokoh masyarakat, serta masyarakat eks penggarap berjumlah 115 orang. Kegiatan ini juga disertai dengan penyerahan secara simbolis surat pernyataan dari salah seorang penggarap kepada Balai Besar KSDA Jawa Barat yang berisi kesediaan mereka untuk meninggalkan lahan garapan di TWA Cimanggu.
Kepala Balai Besar KSDA Jawa Barat, Ir. Sustyo Iriyono, M.Si. menyatakan bahwa kegiatan “Penertiban dan Pemulihan Ekosistem Kawasan Berbasis Partisipasi Masyarakat” ini merupakan sebuah langkah awal untuk mengembalikan kawasan konservasi yang dirambah/diokupasi kepada fungsi sesungguhnya hingga terwujud keseimbangan alam hayati dan ekosistemnya di kawasan konservasi tersebut. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini berbasis partisipasi masyarakat yang mengandung arti bahwa masyarakat tidak hanya dijadikan sebagai obyek saja, tetapi terlibat secara langsung dalam kegiatan. Oleh karena itu, semangat yang dibangun dalam kegiatan ini adalah semangat kebersamaan sehingga yang dikedepankan adalah pendekatan-pendekatan persuasif, jauh dari pola-pola represif. Masyarakat setempat diajak berdialog sambil terus diberikan pemahaman-pemahaman yang mendasar tentang kawasan konservasi. Dengan demikian, diharapkan tidak ada gejolak sosial setelah kegiatan berakhir. Di samping itu, komunikasi dan koordinasi juga dilakukan dengan berbagai stakeholder mulai dari aparat desa, aparat Kecamatan, pemerintah daerah, Polda, Polres, Polsek, LSM, tokoh masyarakat, dan lembaga/instansi lainnya guna mendukung kegiatan ini.
Sumber: BBKSDA Jabar
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0