Pemusnahan Pondok Di Bukit Belawang oleh BKSDA Sumsel

Rabu, 26 Juli 2017

Lahat, 26 Juli 2017. Bukit Belawang dengan ketinggian 1.226 mdpl  merupakan hutan primer yang memiliki peran penting sebagai daerah tangkapan air yang saat ini ditekan secara masif oleh masyarakat yang berasal bukan dari desa-desa penyangga dimana hal tersebut menjadikan Bukit Belawang menjadi salah satu target patroli fungsional. Kegiatan patroli fungsional dilaksanakan pada tanggal 22-25 Juli 2017 di kawasan HSA Gumai Tebing Tinggi dengan target Bukit Belawang yang secara administratif masuk dalam wilayah Desa Bandu Agung, Kec. Muara Payang,  Kab. Lahat. Sasaran kegiatan adalah perobohan pondok dan pemusnahan tanaman kopi bukaan baru yg kondisi tersebut diketahui berdasarkan kegiatan patroli rutin tahun 2017. Pelaksana sebanyak 14 personil BKSDA Sumatera Selatan yaitu 3 orang personil dari Balai, 10 orang personil dari RKW IV Gumai dan 1 orang personil dari RKW VI Tebing Tinggi. Hasil pelaksanaan kegiatan yaitu pemusnahan pondok sebanyak 9 pondok, penghancuran alat dan bahan pembuatan pondok, dan pemusnahan tanaman kopi beserta bibit penyemaian kopi. Pondok yang dimusnakan merupakan bagian dari aktivitas pembukaan baru dengan kondisi belum ditanami dan ada yang telah ditanami tanaman kopi. Estimasi luasan dimana setiap pondok terdapat pembukaan lahan seluas  1,5 s.d. 2 ha sehingga kisaran luasan 13,5 sd 18 ha.

Hutan Suaka Alam Kawasan Hutan Gumai Tebing Tinggi membentang seluas 46.122,60 yang secara administratif mencakup 13 kecamatan yang terdiri dari 29 desa-desa penyangga di Kabupaten Lahat Sumatera Selatan. Dengan ketinggian bervariasi antara 150 mdpl sampai dengan 1.750 mdpl menjadikan kawasan tersebut memiliki peran penting sebagai daerah tangkapan air yang alirannya banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar kawasan. Tekanan terhadap kawasan mulai berdampak terhadap bencana banjir yang pernah menerjang 5 kecamatan di sekitar kawasan yaitu Kecamatan Kikim Selatan,Pseksu,Gumai Talang, Jarai, dan Muara Payang pada tahun 2015 yang mana kondisi tersebut merupakan dampak dari tingginya aktivitas penggunaan kawasan non prosedural. Terbesit sebuah tanya apakah bencana yang akan kita wariskan kepada anak cucu kelak dimana kehancuran kawasan konservasi yang dititipkan kepada kita untuk dijaga menjadikan fungsi kawasan sebagai penopang kehidupan menjelma menjadi penghancur kehidupan.

Sebuah usaha dalam upaya menjaga kawasan konservasi untuk dapat kita kembalikan kepada anak cucu kita dengan lestari. Hal tersebut karena kawasan konservasi merupakan titipan anak cucu kita.

Sumber Info : Balai KSDA Sumatera Selatan

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini