Jumat, 26 Mei 2023 Balai KSDA Jakarta
Jakarta, 25 Mei 2023 — Mangrove, benteng terakhir wilayah pesisir. Meski berada di wilayah perkotaan, bukan berarti warga urban tidak memiliki andil dalam menjaga ekosistem mangrove. Untuk meningkatkan kesadaran bersama tentang pelestarian mangrove, Balai KSDA Jakarta bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), menggelar acara penyadartahuan dengan tema “Mangrove Jakarta untuk siapa?”, yang diikuti oleh sejumlah awak media, pada 25 Mei 2023 di Suaka Margasatwa Muara Angke, Jakarta Utara. Dalam kesempatan ini dilakukan diskusi interaktif, penanaman mangrove, pembersihan tumbuhan invasif, dan pembibitan mangrove.
Kawasan Suaka Margasatwa (SM) Muara Angke di Jakarta Utara yang memilik luas 25,02 hektare merupakan suaka margasatwa terkecil di Indonesia serta salah satu ekosistem mangrove yang tersisa di Jakarta. “Bagi masyarakat DKI Jakarta dan sekitarnya SM Muara Angke menjadi kawasan terpenting penyangga kehidupan. Kawasan ini juga menjadi rumah bagi 8 spesies mangrove sejati, yaitu Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Nypa fruticans, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia caseolaris, Acrosticum aureum, dan Excoecaria agallocha. Selain mangrove tempat ini juga habitat bagi aneka fauna seperti buaya air asin, kadal, monyet ekor panjang, ular, serta burung. Mangrove mempunyai peran penting seperti penyumbang oksigen, penyerap karbon dioksida, pengatur hidrologi, penyerap polutan, keindahan bentang alam, dan penyedia keanekaragaman hayati,” jelas Kepala BKSDA Jakarta Agus Arianto, selaku pengelola kawasan SM Muara Angke.
Sejak 2018, BKSDA Jakarta bekerja sama dengan YKAN berkomitmen untuk melindungi dan merestorasi ekosistem mangrove fokus di SM Muara Angke. Proses restorasi di SM Muara Angke meliputi instalasi penghalang sampah di pinggir Sungai Angke, pengendalian tumbuhan invasif, perbaikan hidrologi, hingga penimbunan substrat di area dengan genangan tinggi. Proses restorasi ini mulai memperlihatkan adanya perbaikan ekosistem. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan pada Desember 2022-Januari 2023, muncul rekrutmen alami spesies mangrove Sonneratia caseolaris, serta peningkatan spesies burung dan ular.
Hasil kajian juga mencatat terdapat 60 jenis burung (20 jenis burung air dan 40 jenis burung darat) dan 16 spesies reptil. Artinya, terjadi peningkatan pada masa pascarestorasi, dari 57 spesies (berdasarkan data pada 2021) menjadi 60 spesies burung; dan dari 10 spesis (berdasarkan data pada 2019) menjadi 16 spesies reptil. Peningkatan dari sisi jumlah ada pada burung itik benjut, kokokan laut, cucak kutilang, caladi tilik, bondol peking, punai gading, cabai jawa. Jumlah spesies burung air meningkat, termasuk pecuk-ular asia dan kuntul besar, yang kemungkinan besar merupakan burung migran. Selain itu, ditemukan spesies ular pucuk mata merah (Ahaetulla cf. rufusoculara), yang merupakan spesies baru dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Ular ini diketahui hanya ada di Vietnam dan belum pernah tercatat di Indonesia.
“Jika dikelola dengan cara yang efektif dan berkelanjutan, mangrove tidak saja menjadi perlindungan pada bencana alam seperti tsunami, badai, gelombang laut. Namun mangrove juga bisa menjadi sumber pendapatan. Ekosistem mangrove juga memiliki kaitan yang erat terhadap perubahan iklim. Peranan Indonesia dalam upaya mitigasi perubahan iklim secara global amat besar, sehingga melindungi dan merestorasi ekosistem mangrove merupakan langkah penting yang harus segera dilakukan secara bersama-sama sebagai bentuk kepedulian kita pada dunia” tambah Direktur Program Kelautan YKAN Muhammad Ilman.
Sumber : Balai KSDA Jakarta
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0