Jumat, 29 Maret 2019
Mataram, 29 Maret 2019. Siapa sangka bahwa Elang Flores (Nisaetus floris) adalah salah satu dari 10 species dunia yang terancam punah. Burung ini memiliki persebaran yang terbatas hanya di wilayah Nusa Tenggara mulai dari Pulau Lombok, Pulau Sumbawa, Pulau Flores, Pulau Alor dan Pulau Timor. Menurut Raharjaningtrah dan Rahman menyebutkan bahwa populasi Elang Flores berkisar 100-200 individu, bahkan yang tersisa saat ini kurang dari 100 pasang. Pada saat itu, Raharjaningtrah dan Rahman memperkirakan populasi pada 73-75 pasang, berdasarkan ekstrapolasi dari kisaran wilayah jelajahnya sekitar 38,5 km². Atas pertimbangan itu, kemungkinan ada 10 pasang di Lombok, 38 pasang di Sumbawa, dan 27 pasang di Flores.
Secara nasional elang flores termasuk jenis yang dilindungi oleh pemerintah, sesuai Peraturan Pemerintah PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, sebagaimana lampirannya telah diubah melalui PermenLHK No. 20 tahun 2018, untuk selanjutnya diubah lagi melalui PermenLHK No.92 tahun 2018. Secara global IUCN (International Union for the Conservation of Nature) menetapkan elang flores dalam daftar merah dengan status keterancamannya dikategorikan sebagai Kritis (Critically Endangered) sejak tahun 2009. (BirdLife International, 2017). Status ini mengindikasikan bahwa elang flores menghadapi resiko kepunahan dalam waktu dekat, bila tidak ada intervensi dengan tindakan aksi konservasi. Sementara itu berdasarkan konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar jenis-jenis yang terancam punah (Convention on International Trade of the Endangered Species, CITES), elang flores termasuk dalam appendix I artinya tidak boleh diperdagangkan secara internasional. IUCN telah meningkatkan status elang ini menjadi “Kritis-Critically Endangered” dalam daftar merah species (Red List) tahun 2009 (IUCN 2009a; IUCN 2009b). IUCN meyakini bahwa secara umum spesies elang ini terancam punah. (IUCN 2009b)
Menyikapi kondisi tersebut beberapa lembaga yang peduli terhadap kelangsungan hidup satwa liar seperti : Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI), Raptor Indonesia (Rain), Burung Indonesia, Birds Conservation Society (BSC), mengundang jajaran di lingkup Ditjen KSDAE meliputi : Direktorat KKH, BTN Gunung Rinjani, BKSDA-NTB, BTN Tambora, BTN Kelimutu, BBKSDA NTT serta BTN Komodo pada tanggal 21 Desember 2018 bergerak cepat melakukan upaya konservasi yang diawali dengan menyelenggarakan workshop Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Elang flores yang berhasil merancang tim penyusun SRAK dan Isu Strategis Elang Flores.
SRAK merupakan sebuah dokumen yang dapat menjadi acuan dalam membangun suatu kesepahaman dan kesepakan bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, para peneliti/ahli serta pemerhati burung raptor, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam konservasi burung, masyarakat setempat, serta stakeholders terkait lainnya dalam upaya aksi konservasi elang flores ini. Semangat yang diusung dalam penyusunan dokumen ini adalah semangat kemitraan, membangun sinerginas untuk tujuan pelestarian elang flores beserta hutan sebagai habitat utamanya secara partisipatif
Berkat komunikasi aktif secara itensif, pada tanggal 9 s/d 11 Februari 2019 terlaksana kegiatan Bimtek Metodelogi Survey dan Analisis Data Elang Flores serta Workshop Konservasi Elang Flores dan Habitatnya di Nusa Tenggara Barat. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan serupa di Kupang Nusa Tenggara Timur pada tanggal 15-17 Februari 2019. Sebagai lanjutan upaya penyempurnaan Draf Dokumen SRAK Elang Flores. Perjalanan panjang dalam tempo yang singkat akhirnya membuahkan hasil, tepatnya di Taman Nasional Kelimutu Kabupaten Ende Prov. Nusa Tenggara Timur Finalisasi Draf SRAK Elang Flores di serahkan kepada Bpk. Dirjen KSDAE. Dalam kegiatan Workshop Konservasi Elang Flores di Ende Diawali dengan fieltrip ke Desa Wolojita yang di gadang-gadang menjadi salah satu desa pelopor Pelindung Elang Flores dibawah komunisa Saomlaki/JATABARA. Di sana kami melihat bahwa masyarakat sudah sangat sadar akan pentingnya nilai konservasi khususnya Elang Flores, dimana komunitas adat telah berkomitmen untuk menjaga habitat elang flores yang berada di kawasan hutan adat.
Kerja Cerdas, Cepat dan Tepat adalh moto tim Penyusun Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Elang Flores dalam merampungkan SRAK Elang Flores, dimana proses dimulai dari bulan Desember 2018 dan selesai pada bulan April 2019 dan di rencanakan akan launching pada tanggal 11 April 2019 bertepatan dengan acara Festival Pesona Tambora. Bisa dikatakan penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Elang Flores adalah tercepat di bandingkan penyusunan SRAK spescies prioritas lainnya. Adapun beberapa isu strategis yang diangkat dalam upaya konservasi elang flores ini adalah :
Dari 4 (empat) isu strategis tersebut akan dijabarkan lebih detail dalam capaian kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh semua pihak dalam kurun waktu 2019 sampai dengan 2028, dimana semua pihak baik pemerintah, NGO, swata dan masyarakat, memiliki peran sesuai kapasitasnya untuk berkonstribusi melestarikan Elang Flores yang menitip beratkan indikator keberhasilan pada peningkatan populasi sebesar 10%.
Dalam acara Workshop Konservasi Elang Flores di Taman Nasional Kelimutu yang dipusatkan di Pasangrahan Danau 3 warna di hadiri oleh Bpk. Ir. Wiratno selaku Dirjen KSDAE yang didampingi oleh Bpk. Direktur BPEE, Wakil Bupati Ende dan dihadiri pula oleh Kepala UPT KSDAE sewilayah Nusra, Kadis LHK Prov.NTT, Dandim Kab. Ende, Kapolres Ende, serta para mitra Balai TN Kelimutu. Dalam acara tersebut diakhiri dengan deklarasi JATABARA untuk konservasi Elang Flores.
Sumber: Balai KSDA Nusa Tenggara Barat
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 3