Pulau Nusa Barung: Benteng Keanekaragaman Hayati di Samudra Indonesia

Senin, 17 Februari 2025 BBKSDA Jawa Timur

Jember, 17 Februari 2025. Di perairan selatan Jawa Timur, tersembunyi sebuah ekosistem liar yang masih misterius bagi dunia sains. Pulau Nusa Barung, sebuah pulau kecil yang seolah berdiri sendiri di tengah samudra, menjadi benteng terakhir bagi keanekaragaman hayati yang jarang tersentuh. 

Ditunjuk sebagai kawasan konservasi sejak tahun 1920 dan ditetapkan sebagai salah satu pulau terluar di Indonesia (Kepres No 6/2017). Pulau tanpa penghuni seluas 7.635,9 ha tersebut, kini berstatus Suaka Margasatwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.314/MENHUT-II/2013 tanggal 1 Mei 2013. Saat ini, dengan bantuan teknologi mutakhir seperti e-DNA, soundscape, dan citra satelit, para ilmuwan mulai membuka lembaran baru tentang kehidupan liar di pulau ini.


Lansekap Tak Terjamah

Pulau Nusa Barung adalah mosaik ekosistem yang unik. Hutan pantainya dipenuhi vegetasi khas seperti Nyamplung (Calophyllum inophyllum), Putat (Barringtonia sp.), dan Pandan Laut (Pandanus tectorius). Keberadaan hutan mangrove yang mengelilingi Teluk Plirik dan Teluk Kandangan menjadi bukti nyata bahwa ekosistem di pulau ini masih berfungsi dengan baik. Di sini, Rhizophora mucronata dan Avicennia sp. menciptakan habitat bagi berbagai spesies ikan, kepiting, dan burung air.

Namun, yang paling mengejutkan dari eksplorasi terbaru adalah keberadaan ekosistem hutan tropis dataran rendah yang masih sangat asri. Hasil penelitian terbaru (Mei 2024) dari tim dari Pusat Riset Zoologi Terapan, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN bersama Balai Besar KSDA Jawa Timur, Balai Besar Taman Nasional Bromo Tenger Semeru, Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan Samboja, serta Yayasan Pakarti menemukan indikasi keberadaan Rafflesia. Salah satu bunga parasit paling langka di dunia, yang hidup pada tumbuhan inang Tetrastigma sp. Jika dikonfirmasi, ini akan menjadi penemuan ilmiah penting yang menambah nilai penting status kawasan Nusa Barung sebagai kawasan konservasi. 

Kehidupan Fauna: Dari Penyu Hingga Elang Jawa 

Pulau Nusa Barung juga merupakan rumah bagi fauna yang beragam. Pantainya menjadi tempat pendaratan rutin bagi penyu hijau (Chelonia mydas) yang datang bertelur setiap tahun. Selain itu, spesies langka seperti penyu sisik (Eretmochelys imbricata) juga ditemukan di perairan sekitar pulau ini.

Di dalam hutan, kamera jebak berhasil menangkap dokumentasi Rusa Timor (Rusa timorensis) dan monyet-ekor panjang (Macaca fascicularis). Survei burung mendata lebih dari 30 spesies, dengan Pycnonotus plumosus dan Chalcophaps indica sebagai dua spesies dominan yang mengisi lanskap akustik pulau.

Beberapa spesies pemangsa langka dari Elang Laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), Elang Ular Bido (Spilornis cheela) dan Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) juga ditemukan mengitari langit Nusa Barung. Ini menandakan bahwa rantai makanan di pulau ini masih berfungsi secara alami. 

Menyibak Simfoni Alam: Analisis Bioakustik dan e-DNA

Hal yang cukup menarik dari penggunaan bioakustik untuk mengungkap kehidupan tersembunyi di Nusa Barung. Perekaman suara di kedalaman hutan menghasilkan lebih dari 24.000 anotasi suara, dengan mayoritas berasal dari burung, serangga, dan amfibi. Analisis soundscape menunjukkan bahwa pulau ini memiliki indeks keanekaragaman akustik yang tinggi, mengindikasikan lingkungan yang masih sehat dan kaya spesies.

Teknologi e-DNA yang diterapkan di pulau ini juga membawa kejutan besar. Sampel yang diambil dari sumber air tawar dan batang pohon mengungkap keberadaan 554 spesies dari lima kingdom: Amoebozoa, Animalia, Chromalveolata, Fungi, dan Plantae. Ini termasuk berbagai spesies mikroba yang sebelumnya belum pernah terdeteksi di pulau ini.

Misteri Kelelawar dan Reptil di Nusa Barung

Dalam ekspedisi tersebut, peneliti juga menemukan 11 spesies kelelawar, semuanya merupakan catatan baru untuk Pulau Nusa Barung. Salah satu spesies yang paling dominan adalah Rousettus amplexicaudatus, kelelawar pemakan buah yang berperan penting dalam penyebaran biji.

Sementara itu, survei herpetofauna berhasil mencatat 19 spesies reptil dan amfibi, termasuk biawak air (Varanus salvator), biawak abu-abu (Varanus nebulosus), serta beberapa spesies katak dan cicak yang sebagian besar merupakan catatan baru bagi pulau ini. Penemuan ini semakin mengukuhkan bahwa Nusa Barung adalah tempat perlindungan penting bagi fauna yang membutuhkan habitat alami yang minim gangguan manusia.


Tantangan dan Harapan untuk Konservasi Pulau Nusa Barung

Terlepas dari kekayaan biodiversitasnya, Pulau Nusa Barung menghadapi tantangan besar dalam konservasi. Lokasinya yang terpencil dan akses yang sulit membuat penelitian dan pengawasan menjadi tantangan tersendiri dimana hempasan ombak Samudra Indonesia membatasi waktu eksplorasi.

Namun, temuan-temuan baru ini membuka peluang besar untuk konservasi berbasis data. Dengan memahami pola ekologi dan distribusi spesies, pengelolaan kawasan ini dapat disusun lebih baik, memastikan bahwa ekosistem liar di Nusa Barung tetap lestari. Penelitian lanjutan akan terus dilakukan, termasuk pemantauan lebih lanjut terhadap spesies yang baru ditemukan serta kemungkinan adanya spesies langka lainnya yang masih tersembunyi di sudut-sudut pulau.

Pulau Nusa Barung adalah pengingat bahwa masih banyak sudut liar Indonesia yang belum sepenuhnya kita kenal. Setiap penemuan di sini bukan hanya membuka wawasan baru tentang biodiversitas, tetapi juga mempertegas betapa pentingnya menjaga ekosistem yang masih alami ini. Di antara gemuruh ombak Samudra Indonesia, Nusa Barung tetap berdiri sebagai benteng terakhir keanekaragaman hayati, sebuah warisan alam yang patut kita jaga untuk generasi mendatang. 

Sumber : Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Muda Balai Besar KSDA Jawa Timur


Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini